Evaluasi Tata Kelola, Pemerintah Diminta Bergerak Cepat Stabilkan Harga Minyak Goreng

Pemerintah diminta untuk segera menstabilkan harga minyak goreng serta memperketat pengawasan

Humas Polda DIY
Satgas pangan Polda DIY kembali melaksanakan kegiatan inspeksi minyak goreng "Minyakita" di retail besar wilayah Sleman. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah diminta untuk segera menstabilkan harga minyak goreng serta memperketat pengawasan di tingkat produksi hingga distribusi. 

Hal ini menyusul dugaan kecurangan pada Minyakita, minyak goreng rakyat yang ditemukan tidak sesuai takaran dan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

Pengamat ekonomi sekaligus dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta, MM, CDMP, menekankan bahwa pemerintah tidak boleh “kecolongan” lagi dalam pengawasan komoditas strategis seperti minyak goreng. Ia mengingatkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola produksi, distribusi, serta pengawasan di tingkat konsumen.

"Pemerintah harus segera melakukan gerak cepat menstabilkan harga minyak goreng agar tidak memicu polemik baru terkait kelangkaan maupun kenaikan harga yang tidak wajar," ujar Widarta, Jumat (14/3/2025).

Ia juga mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk bersinergi dengan Kepolisian dan instansi terkait guna mengawasi dugaan kecurangan dalam distribusi Minyakita

Menurutnya, tindakan tegas perlu diambil terhadap pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan, baik melalui sanksi administratif maupun pencabutan izin usaha.

Sanksi tersebut, lanjutnya, dapat berupa teguran tertulis, penarikan barang dari peredaran, penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, denda, hingga pencabutan izin usaha. 

Regulasi yang mengatur sanksi ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

"Pemerintah seharusnya juga memberikan kompensasi kepada konsumen atas kecurangan dan selisih harga yang telah mereka bayarkan," tambahnya.

Dalam beberapa waktu terakhir, Minyakita menjadi sorotan publik setelah ditemukan dugaan penyimpangan dalam distribusinya. Salah satu temuan utama adalah ketidaksesuaian volume minyak goreng dalam kemasan dengan jumlah yang tertera pada label.

Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa kecurangan ini dilakukan melalui modus pengurangan isi minyak saat proses pengemasan ulang (repacking). Beberapa pengemas ulang (repacker) diduga sengaja mengurangi isi kemasan, sehingga konsumen hanya mendapatkan 750–800 mililiter minyak goreng, padahal seharusnya berisi 1 liter.

Selain pengurangan isi kemasan, Minyakita di lapangan juga dijual dengan harga yang melebihi HET. Praktik ini memanfaatkan tingginya permintaan konsumen, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri 2025.

Fenomena ini menambah daftar panjang permasalahan distribusi bahan kebutuhan pokok di Indonesia. Sebelumnya, publik dikejutkan oleh kasus pembatasan distribusi gas elpiji dan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM).

"Kasus Minyakita menjadi pukulan telak bagi pemerintah. Bagaimana mungkin produk yang berada di bawah kendali pemerintah justru mengalami kecurangan, baik dari segi harga maupun kualitas?," kata Widarta.

Ia menyoroti bahwa program Minyakita awalnya dirancang untuk menekan harga dan mengatasi kelangkaan minyak goreng. Namun, dalam praktiknya, minyak goreng ini justru dikurangi volumenya dan dijual dengan harga lebih tinggi dari yang ditetapkan.

Widarta menegaskan bahwa pemerintah perlu bertindak lebih tegas dan memperbaiki sistem pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.

Jika tata kelola distribusi dan pengawasan tidak diperbaiki, kasus serupa bisa terjadi pada komoditas lainnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved