Puisi

Makna Puisi Tuhan Sudah Sangat Populer Karya Emha Ainun Najib 

Puisi religius sering kali mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang makna hidup, tujuan keberadaan manusia, dan hubungan manusia dengan T

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
DOK. Instagram Cak Nun
Biodata Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun 

TRIBUNJOGJA.COM - Puisi seringkali menjadi wadah bagi manusia untuk mengungkapkan pengalaman spiritual dan refleksi tentang keberadaan Tuhan.

Penyair menggunakan bahasa yang indah dan metaforis untuk mengungkapkan kekaguman mereka terhadap ciptaan Tuhan.

Puisi religius sering kali mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang makna hidup, tujuan keberadaan manusia, dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Hal ini dapat ditemui dalam puisi karya Emha Ainun Najib berjudul “Tuhan Sudah Sangat Populer”. 

Berikut isi dan makna puisi “Tuhan Sudah Sangat Populer”: 


Isi Puisi “Tuhan Sudah Sangat Populer” 


Satu

Tuhan sudah sangat populer

Nama-Nya dihapal luar kepala

Sehingga amat jarang ada

Orang yang sungguh-sungguh mengingat-Nya

 

Tuhan sudah sangat populer

Seperti matahari tak pernah tak bercahaya

Sehingga hanya kadang-kadang saja

Orang menyadari ada dan peran-Nya

 

Tuhan sudah sangat populer

Baik di kota maupun di desa

Kalau terasa tak ada, orang menanyakan-Nya

Ketika jelas, ada orang melupakan-Nya

 

Makna Puisi “Tuhan Sudah Sangat Populer” 


Puisi ini menggambarkan ironi dalam hubungan manusia dengan Tuhan, di mana popularitas nama Tuhan justru menjauhkan manusia dari esensi kehadiran-Nya. 

Bait pertama dan kedua menekankan bahwa nama Tuhan sudah sangat populer, dihafal di luar kepala, dan selalu hadir seperti matahari.

Namun, popularitas ini justru membuat manusia jarang mengingat-Nya dengan sungguh-sungguh dan menyadari peran-Nya dalam kehidupan.

Analogi matahari yang selalu bersinar menggambarkan kehadiran Tuhan yang konstan, namun sering kali diabaikan karena dianggap sudah biasa.

Manusia baru mencari Tuhan saat merasa kehilangan atau dalam kesulitan, tetapi melupakan-Nya saat keadaan baik-baik saja.

Puisi ini menyindir kecenderungan manusia yang lebih fokus pada hal-hal yang tidak pasti, sementara melupakan yang Maha Pasti.

Kehadiran Tuhan yang seharusnya menjadi pusat kehidupan, justru terpinggirkan oleh rutinitas dan kesibukan duniawi.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali hubungan mereka dengan Tuhan.

Apakah kita hanya mengingat Tuhan saat membutuhkan, atau benar-benar menghayati kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan?

Apakah kita hanya menghafal nama-Nya, atau benar-benar memahami dan mengamalkan ajaran-Nya? (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita) 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved