Hujan Es di Jogja

BMKG Jelaskan Fenomena Hujan Es Guyur Jogja dan Sekitarnya, Ini Penyebabnya

BMKG menjelaskan bahwa hujan es terjadi akibat pola konveksi signifikan di atmosfer, yang berkaitan dengan keberadaan awan Cumulonimbus (Cb).

TRIBUNJOGJA.COM/Hari Susmayanti
Foto hujan es di depan Kantor Tribun Jogja, Ringroad Barat, Sleman, DIY, Selasa (11/3/2025) pukul 15:15 WIB. 

TRIBUNJOGJA.COM – Warga Yogyakarta dikejutkan dengan fenomena hujan es yang terjadi pada Selasa (11/3/2025) sore. 

Sejumlah wilayah, terutama di Sleman dan Kota Yogyakarta, dilaporkan mengalami hujan lebat yang disertai butiran es.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa hujan es bukanlah fenomena langka. 

Kejadian ini sering muncul saat peralihan musim atau pancaroba. Lantas, apa penyebabnya, bagaimana proses terbentuknya, dan adakah tanda-tanda sebelum hujan es terjadi? Berikut penjelasannya.

Fenomena Hujan Es

Hujan es merupakan bentuk cuaca ekstrem berskala lokal yang ditandai dengan turunnya butiran es dari langit. 

Biasanya, fenomena ini berlangsung singkat, hanya beberapa menit, dan sering kali diiringi hujan lebat, petir, serta angin kencang.

Peristiwa ini lebih sering terjadi saat masa transisi antara musim kemarau dan musim hujan. 

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap waspada, terutama saat memasuki periode pancaroba.

Baca juga: Kesaksian Warga Saat Lihat Hujan Es Guyur Wilayah Kota Yogya dan Sleman

Penyebab Hujan Es

Menurut BMKG, hujan es terjadi akibat aktivitas konveksi yang signifikan di atmosfer, khususnya dalam skala lokal hingga regional. 

Kejadian ini berhubungan erat dengan keberadaan awan Cumulonimbus (Cb), yaitu awan tebal dan menjulang tinggi yang menandakan ketidakstabilan atmosfer.

Awan Cb dapat menghasilkan butiran es berukuran cukup besar. 

Proses ini terjadi ketika udara naik ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi dan mengalami pendinginan ekstrem, membuat uap air membeku menjadi partikel es.

Bagaimana Proses Terbentuknya Hujan Es?

Hujan es terjadi melalui dua proses utama, yaitu strong updraft dan downdraft serta lower freezing level:

1. Strong Updraft dan Downdraft

  • Udara hangat naik ke lapisan atmosfer lebih tinggi (updraft), menyebabkan uap air membeku menjadi butiran es.
  • Butiran es tersebut kemudian turun kembali akibat dorongan udara turun (downdraft) dan jatuh ke permukaan bumi.

2. Lower Freezing Level

  • Jika lapisan pembekuan (freezing level) berada lebih rendah dari biasanya, maka butiran es memiliki peluang lebih besar untuk mencapai permukaan bumi sebelum sempat mencair.
  • Di Indonesia, freezing level umumnya berada pada ketinggian 4-5 km di atas permukaan laut.

Menurut BMKG, hujan es sulit diprediksi dalam jangka waktu panjang. Fenomena ini hanya dapat diidentifikasi sekitar 30 menit hingga satu jam sebelum terjadi. Selain itu, kecil kemungkinan hujan es akan terjadi di lokasi yang sama dalam waktu dekat.

Baca juga: Info BMKG Peringatan Cuaca Ekstrem Hari Ini Selasa 11 Maret 2025, Terjadi Hujan Es di Sleman

Tanda-Tanda Akan Terjadi Hujan Es

Masyarakat dapat mengenali tanda-tanda awal sebelum hujan es terjadi. BMKG menyebutkan beberapa indikator yang perlu diwaspadai:

  • Malam hingga pagi hari terasa lebih panas dan gerah.
  • Radiasi matahari cukup kuat di pagi hari, dengan perbedaan suhu signifikan antara pukul 07.00 hingga 10.00 pagi (>4,5°C).
  • Kelembaban udara tinggi pada lapisan 700 mb (>60 persen).
  • Awan Cumulus mulai tumbuh sekitar pukul 10.00 pagi, salah satunya berbentuk seperti bunga kol berwarna abu-abu.
  • Awan berubah warna menjadi gelap kehitaman, menandakan terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb).
  • Angin tiba-tiba bertiup kencang dan suhu udara terasa lebih dingin.
  • Jika hujan pertama kali turun dengan deras secara tiba-tiba, kemungkinan besar disertai angin kencang dan hujan es.

Selain itu, BMKG mencatat bahwa jika dalam 1-3 hari berturut-turut tidak turun hujan saat musim pancaroba atau musim hujan, maka potensi hujan lebat disertai angin kencang meningkat.

Hujan es merupakan fenomena cuaca ekstrem yang sering terjadi saat musim pancaroba akibat keberadaan awan Cumulonimbus.

Dengan mengenali tanda-tanda awal, masyarakat dapat lebih waspada dan mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkan, seperti kerusakan properti atau gangguan aktivitas sehari-hari.

Untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, selalu pantau perkembangan cuaca melalui informasi resmi dari BMKG.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved