Hari Perempuan Internasional 2025, MPBI DIY Desak Percepatan Kesetaraan Gender

MPBI DIY juga menegaskan pentingnya pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang hingga kini masih tertunda. 

DOKUMENTASI untuk TRIBUNJOGJA.COM
KESETARAAN GENDER - MPBI DIY Desak Percepatan Kesetaraan Gender dan Perlindungan Pekerja pada Hari Perempuan Internasional 2025. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Untuk memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day/IWD) 2025, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyerukan percepatan kesetaraan gender serta peningkatan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor. 

MPBI DIY juga menegaskan pentingnya pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang hingga kini masih tertunda. 

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, menyampaikan bahwa kesetaraan gender bukan sekadar isu sosial, tetapi juga berkaitan erat dengan kesejahteraan ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia. 

“Perempuan masih menghadapi ketimpangan dalam dunia kerja, baik dari segi upah, kesempatan, maupun perlindungan terhadap diskriminasi. Oleh karena itu, kebijakan yang lebih inklusif dan adil harus segera diwujudkan,” ujarnya, Sabtu (9/3).

MPBI DIY menyampaikan lima poin utama yang menjadi fokus perjuangan dalam momentum IWD 2025 ini. 

Pertama, percepatan kesetaraan gender di tempat kerja.

MPBI DIY menekankan bahwa kesetaraan gender adalah hak fundamental yang harus diwujudkan dalam dunia kerja. 

Perempuan masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesenjangan upah, keterbatasan akses terhadap posisi kepemimpinan, hingga diskriminasi dalam lingkungan kerja.

Oleh karena itu, MPBI DIY mendesak pemerintah dan dunia usaha untuk menerapkan kebijakan yang menjamin kesempatan kerja yang adil, upah yang setara, serta lingkungan kerja yang aman dan bebas diskriminasi. 

Kedua, pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Pekerja rumah tangga (PRT) kerap kali berada dalam kondisi kerja yang rentan tanpa perlindungan hukum yang memadai.

MPBI DIY mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) demi menjamin hak-hak dasar mereka. 

Perlindungan ini mencakup kepastian upah yang layak, jam kerja yang wajar, serta akses terhadap jaminan sosial dan kesehatan. 

Ketiga, pemberdayaan dan perlindungan pekerja informal serta kreatif. Di tengah pertumbuhan ekonomi digital dan industri kreatif, pekerja informal dan pelaku ekonomi kreatif sering kali menghadapi ketidakpastian kerja serta minimnya akses terhadap perlindungan sosial. 

MPBI DIY mendorong adanya kebijakan yang lebih berpihak pada mereka, termasuk kemudahan akses terhadap jaminan sosial, pendanaan, dan pelatihan yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta keberlanjutan karier mereka. 

Keempat, peningkatan perlindungan bagi pekerja migran. Perempuan pekerja migran masih rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, dan ketidakadilan di negara tempat mereka bekerja. 

MPBI DIY menuntut pemerintah Indonesia untuk memperkuat sistem perlindungan bagi pekerja migran melalui perjanjian bilateral dan internasional yang lebih efektif. 

Selain itu, pemerintah juga didorong untuk memastikan pekerja migran mendapatkan hak-haknya, termasuk upah layak, kondisi kerja yang aman, dan akses terhadap perlindungan hukum. Kelima, akses terhadap rumah layak huni. 

Kesejahteraan pekerja tidak hanya ditentukan oleh kondisi kerja, tetapi juga kualitas hidup di luar tempat kerja.

MPBI DIY menyoroti masih banyaknya pekerja, terutama dari kalangan berpenghasilan rendah dan sektor informal, yang kesulitan mengakses perumahan yang layak dan terjangkau. 

Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk memperluas akses terhadap hunian yang layak serta menyediakan skema pembiayaan yang lebih terjangkau bagi masyarakat pekerja. 

Momentum Hari Perempuan Internasional 2025 ini menjadi pengingat bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender dan kesejahteraan pekerja adalah tanggung jawab bersama.

MPBI DIY mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat sipil, untuk bersama-sama mempercepat realisasi kebijakan yang lebih inklusif dan adil. 

“Kesetaraan gender dan perlindungan pekerja bukan hanya kepentingan perempuan, tetapi juga kepentingan seluruh masyarakat. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan pekerja, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan,” pungkas Irsad.
 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved