Hikmah Ramadan 1446 H
Mulianya Hati Pemaaf
Tiada maaf bagimu. Kalimat ini sering mengemuka. Terlebih di era media sosial seperti ini, sering muncul kalimat tersebut.
Oleh: Barokatussolihah SAg, MSI, Pengawas Madrasah Kemenag dan anggota MUI Kulon Progo
TRIBUNJOGJA.COM - Tiada maaf bagimu. Kalimat ini sering mengemuka. Terlebih di era media sosial seperti ini, sering muncul kalimat tersebut.
Memang, kata maaf mudah diungkapkan, tetapi sulit dipraktikkan. Memaafkan sesuatu yang telah seseorang perbuat pada kita adalah hal yang tidak mudah, apalagi jika hal itu menorehkan luka yang mendalam, melakukannya tidak segampang mengatakannya, tentu membutuhkan keberanian mental dan keikhlasan yang luar biasa.
Memaafkan merupakan suatu tindakan yang berasal dari seseorang yang berjiwa besar dan ikhlas pada perbuatan yang telah menyakiti hati.
Sejatinya memaafkan perbuatan seseorang pada kita bukanlah untuk menenangkan hati orang lain, tetapi dalam rangka menenangkan diri sendiri.
Mencoba untuk menjadi jiwa-jiwa yang dipenuhi dengan ketenangan karena tak ada lagi amarah tersimpan di dalam hati. Sehingga dinding hati menjadi bersih.
Allah berfirman di dalam Alquran “ Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan, menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha penyayang” ( Q.S Annisa [4] : 149 ).
Rasulullah SAW merupakan figur pemaaf yang paling pantas untuk dijadikan teladan. Saat penduduk Makkah tidak menerima dakwahnya, Rasul berhijrah ke kota Thaif tetapi bukan sambutan hangat yang diterima malah lemparan batu yang berujung pelipis Nabi berdarah.
Hati Rasul dirundung kesedihan, beliau duduk di bawah pohon kurma. Lalu datanglah malaikat Jibril yang diutus oleh Allah. “ Ya Rasul jika Engkau ingin, aku bisa membenturkan gunung hingga binasalah kaum Thaif”.
Tetapi, Yang mulia Rasulullah menolaknya, padahal saat itu jika Nabi mengiyakan perkataan Jibril maka porakporandalah kota Thaif.
Rasul yang merupakan sosok pemaaf, memaafkan penduduk yang telah menzaliminya dengan penuh kasih dan cinta lewat tutur lembutnya “ Sesungguhnya mereka belum mengerti”.
Dapatkah kita bayangkan betapa tulusnya Rasulullah memaafkan kaumnya. Siapa yang dapat melakukan hal ini selain Rasulullah sang insan mulia.
Saat duduk bersama para sahabatnya, Rasulullah SAW, bertanya “ Maukah kalian aku beri tahu sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan dan meninggikan derajatmu? “ para sahabat menjawab “ tentu, wahai Rasulullah” Beliau lalu bersabda “ Bersabarlah terhadap orang yang menzalimimu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menyambung silaturahmi denganmu” ( HR. Thabrani)
Manusia tidak akan pernah terlepas dari lupa, salah dan dosa. Orang baik menurut ajaran Islam bukanlah mereka yang tidak pernah bersalah, melainkan orang yang apabila berbuat kesalahan dia segera insyaf dari kesalahannya itu kemudian meminta ampun kepada Allah dan meminta maaf pada sesama terlebih pada bulan Ramadhan, Allah membuka pintu surga dan menutup pintu neraka dan melipat gandakan pahala dalam balutan maghfirah-Nya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.