Perjuangan Para Guru Menuju Sekolah di Pulau Giliyang, Seberangi Lautan dengan Perahu Kayu

Adalah Sri Utami Damayanti (48), guru yang rela berpeluh keringat menempuh perjalanan penuh bahaya demi mengajar para siswa di SD di Pulau Giliyang.

Editor: Yoseph Hary W
KOMPAS.com/ Nur Khalis
DEMI SISWA: Perjuangan para guru saat menaiki perahu menuju pulau Giliyang demi mengajar para siswa di sekolah di pulau tersebut.. 

TRIBUNJOGJA.COM - Setelah menempuh perjalanan darat sejauh 31 kilometer, guru SD Negeri Banraas 1, Desa Banraas, Pulau Giliyang, ini masih harus menyeberangi lautan selama 45 menit untuk sampai di sekolah.

Adalah Sri Utami Damayanti (48), guru yang rela berpeluh keringat menempuh perjalanan penuh bahaya demi mengajar para siswa di SD yang berada di Pulau Giliyang

Ia mengaku melakoni profesinya sebagai guru dengan medan perjalanan yang tak biasa itu sejak empat tahun lalu. 

Keadaan itu lah yang membuat Sri Utami Damayanti (48) kini harus berteman karib dengan laut. 

Sebab, untuk bisa sampai ke sekolah tempatnya mengajar, guru ini harus menyeberangi laut dengan menggunakan perahu kayu, setiap hari.

Sebelum pukul 06.30 WIB, dia sudah harus berdiri di tepi Pelabuhan Rakyat (Pelra) Desa Dungkek untuk naik perahu kayu menuju Sekolah Dasar Negeri (SDN) Banraas 1, Desa Banraas, Pulau Giliyang.

"Sudah sejak empat tahun lalu saya menjalani itu, Mas," kata Sri Utami Damayanti saat mulai berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (15/2/2025).

Yayan, sapaan akrab Sri Utami Damayanti mengisahkan, di awal tugasnya mengajar di kepulauan, dia harus melawan seluruh kekhawatiran yang dia rasakan.

Mabuk, pusing, dan muntah-muntah dia maknai sebagai cobaan sebelum akhirnya menjadi kebiasaan.

Sebelum menaiki perahu, Yayan yang adalah warga Kecamatan Batuan ini harus menempuh perjalanan darat sejauh 31 kilometer menuju pelabuhan.

Rutinitas itu dia jalani dengan penuh ketabahan.

Setiap hari, Yayan juga selalu bangun lebih pagi dari para guru lainnya.

Sebab, selain menyandang tugas sebagai guru, dia juga adalah ibu rumah tangga yang harus menyiapkan menu sarapan untuk kedua anak dan suaminya.

"Yang penting sebelum jam 5, urusan dapur sudah harus selesai. Biasanya bangun jam 3 atau maksimal setengah 4 pagi," imbuh dia.

Bagaimana pun, menurut Yayan, sebelum jam 5.15 WIB, dia sudah harus berangkat dari rumahnya di Desa Batuan menuju pelabuhan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved