Pusham UII Yogyakarta Tanggapi Penundaan Pameran Lukisan Karya Yos Suprapto di GNI

Pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar dikarenakan kurator yang ditunjuk Galeri Nasional meminta 5 dari 30 lukisan yang disiapkan untuk diturunkan

Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
YouTube Pameran Ceremonial Galeri Nasional Indonesia
Yos Suprapto. Foto tangkapan layar video YouTube "Arus balik Cakrawala 2017 Yos Suprapto" di kanal YouTube Pameran Ceremonial Galeri Nasional Indonesia - Dokumentasi Galeri Nasional Indonesia 2 oleh Asep Hermawan, S.Kom. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penundaan penyelenggaraan pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto yang bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional Indonesia (GNI), Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024) mendapat perhatian banyak pihak.

Pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar dikarenakan kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, meminta lima dari 30 lukisan yang disiapkan oleh Yos untuk diturunkan.

Direktur, Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Eko Riyadi, menyebut, melukis dan memamerkan hasil dari lukisan tersebut adalah bentuk kebebasan berekspresi.

Hal itu, turut dijamin dalam perundang-undangan, baik nasional maupun internasional.

"Melukis dan memamerkan lukisan, serta mendiskusikannya adalah bentuk kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi dijamin oleh Konstitusi dan seluruh peraturan perundang-undangan, baik nasional maupun internasional," ujarnya saat dihubungi Tribun Jogja, Jumat (20/12/2024).

Menurutnya, bila ada pihak-pihak yang memerintahkan pembatalan pameran karya seni, maka hal itu jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

"Kebebasan berekspresi juga merupakan salah satu indikator kunci dari demokrasi. Pembatalan pameran karya seni juga jelas telah merusak nilai dan prinsip demokrasi," sambungnya.

Eko menegaskan, bila Pusham UII mengutuk segala bentuk pemberangusan kebebasan berekspresi.

Senada, Direktur Bidang Riset dan Publikasi Pusham UII, Yogyakarta, Despan Heryansyah, melukis dan pamer lukisan itu adalah bagian dari hak mengekspresikan diri atau kebebasan berekspresi yang sudah dijamin dalam konstitusi dan UU HAM.

"Kewajiban negara adalah justru memastikan setiap warga menikmati hak itu secara memadai tanpa diskriminasi. Jadi justru kewajiban negara adalah melindungi hak itu," ucapnya.

Oleh karena itu, kasus Yos Suprapto, lanjutnya, sangat anomali, harusnya negara yang menjamin kebebasan tapi justru aktor negara yang melanggar dengan melakukan pelarangan.

"Alasan karena terlalu kritis terhadap pemerintah, tidak dapat diterima selain karena mengkritik itu sendiri adalah hak setiap warga, juga karena lukisan harusnya dilihat secara netral," imbuhnya.

Baca juga: Polemik Pameran Yos Suprapto, Dekan ISI Yogyakarta: Kalau Ada yang Keberatan, Komunikasikan Saja

Sementara itu, Galeri Nasional Indonesia (GNI), dalam siaran persnya, mengumumkan bahwa Pameran Tunggal Yos Suprapto yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan", yang dijadwalkan untuk dibuka pada Kamis, 19 Desember 2024 dan direncanakan berlangsung hingga 19 Januari 2025, terpaksa ditunda.

Penundaan ini diambil setelah mempertimbangkan faktor teknis, yakni mundurnya kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, akibat ketidaksepakatan antara kurator dan seniman mengenai karya-karya yang akan dipamerkan.

Rencana Pameran Tunggal Yos Suprapto telah disetujui sejak 2023 dan direncanakan dengan tema awal "BANGKIT!". Pameran ini bertujuan untuk menyajikan karya seni lukis dan instalasi dari Yos Suprapto, dengan fokus pada tema kedaulatan pangan dan budaya agraris Indonesia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved