KASUS Bocah di Boyolali Dikeroyok Seusai Dituduh Mencuri, Begini Analisa Psikolog UGM Yogyakarta

kasus penganiayaan terhadap bocah berinisial KM (12) di Desa Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menghebohkan masyarakat

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/Yuwantoro Winduajie
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Diana Setiyawati 

TRIBUNJOGJA.COM Magelang  –  Seorang bocah berinisial KM (12) di Desa Mayusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, menjadi korban pengeroyokan oleh massa yang seluruhnya adalah orang dewasa. 

Peristiwa tragis ini terjadi setelah KM dituduh mencuri celana dalam milik seorang warga.

Ironisnya, pengeroyokan tersebut diduga dimulai oleh Ketua RT setempat. 

Setelah itu, belasan warga lain ikut menghakimi KM. 

Ayah korban hanya bisa pasrah melihat putranya menjadi sasaran amuk massa.

Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Diana Setiyawati menjelaskan bahwa fenomena pengeroyokan seperti ini seringkali dipengaruhi oleh psikologi kerumunan.

Ketika tindakan dilakukan secara bersama-sama, individu kehilangan identitas pribadi dan menjadi lebih mudah diprovokasi. 

Dalam kerumunan, pertimbangan rasional seringkali terabaikan, digantikan oleh dorongan emosi kelompok.

"Ketika dilakukan ramai-ramai, ada yang namanya psikologi kerumunan. Identitas diri seseorang hilang, sehingga dia lebih berani dan lebih mudah terprovokasi.

"Tindakannya pun sering kali tidak rasional, karena dia merasa itu bukan saya, melainkan kami sebagai kelompok," ujar Diana usai mengisi seminar kesehatan mental di Untidar Magelang, Rabu (11/12/2024).

Menurut Diana, provokasi dalam kerumunan dapat membuat seseorang bertindak tanpa mempertimbangkan benar atau salah. 

Dalam kondisi seperti ini, emosi kelompok menjadi penggerak utama tindakan, menggantikan rasionalisasi individu.

"Pak RT aja ikut, jadi makin berani. Makanya provokasi di dalam kerumunan itu memang sangat mungkin. Benar salah itu jadi pertimbangannya bukan rasionalisasi pribadi, tapi karena sudah berada dalam kerumunan. Itu provokasi sosial," ujarnya. 

Diana kemudian menekankan pentingnya regulasi emosi dalam masyarakat. 

Pemerintah dan media juga diharapkan dapat memberikan edukasi yang lebih baik kepada masyarakat tentang bahaya aksi main hakim sendiri.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved