Rangkuman Materi Sejarah Kelas 11 SMA Bab 3 Unit D Bagian 2: Strategi Perlawanan Menghadapi Jepang

Rangkuman materi Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 11 SMA Bab 3 Unit D Bagian 2 mengenai Strategi Perlawanan Menghadapi Jepang.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Buku Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 11 SMA
Buku Sejarah Kelas 11 SMA 

TRIBUNJOGJA.COM – Di balik kedamaian yang dipaksakan oleh penjajah, semangat perlawanan rakyat Indonesia terus membara. 

Mereka tidak hanya melawan secara fisik, tetapi juga melakukan perlawanan secara ideologis dan kultural. 

Kali ini kita akan belajar materi Sejarah kelas 11 SMA Kurikulum Merdeka Bab 2 tentang Di Bawah Tirani Jepang terkhusus Strategi Bangsa Indonesia Menghadapi Tirani Jepang.

Materi ini dilansir dari buku Sejarah karya Martina Safitry, Indah Wahyu Puji Utami, dan Zein Ilyas. 

Pada materi kali ini, siswa diharapkan mampu menggunakan sumber-sumber sejarah untuk mengevaluasi secara kritis dinamika kehidupan bangsa Indonesia di bawah penjajahan Jepang serta mampu merefleksikan materi yang telah dipelajari untuk kehidupan. 

Buku Sejarah Kelas 11 SMA
Buku Sejarah Kelas 11 SMA (Buku Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 11 SMA)

Berikut di bawah ini rangkuman materi Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 11 SMA Bab 3 Unit D Bagian 2

Strategi Perlawanan Menghadapi Jepang

Selama masa penjajahan Jepang, ada banyak hal yang dilakukan oleh kelompok ini, mulai dari membangun jejaring, menyebarkan propaganda anti Jepang, melakukan sabotase, meledakkan jalur kereta api, dan sebagainya. 

Ada pula kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan terbuka kepada Jepang.

Perlawanan di Aceh

Perlawanan terbuka yang dilatarbelakangi oleh alasan agama untuk pertama kalinya terjadi di Aceh.

Perlawanan itu terjadi di Cot Plieng, Bayu, dekat Lhokseumawe dipimpin oleh seorang ulama muda Tengku Abdul Djalil.

Ulama yang memimpin madrasah ini menyamakan Jepang dengan setan-setan yang merusak ajaran Islam. 

Ia juga menentang kewajiban melaksanakan seikeirei yang dianggapnya mengubah kiblat ke matahari.

Pada 10 November 1942 pasukan Jepang dikerahkan dari Bireun, Lhok Sukon, Lhokseumawe, ke Cot Plieng.

Bersama dengan sebagian muridnya, Abdul Djalil menyingkir ke Blang Kampong Teungah. Tempat ini pun diserbu Jepang pada 13 November 1942. 

Teungku Abdul Djalil dan 19 orang pengikutnya tewas, sedangkan 5 orang lainnya tertangkap.

Baca juga: Rangkuman Materi Sejarah Kelas 11 Bab 2 Unit B Bagian 4: Kongres Sumpah Pemuda dan Kongres Perempuan

Perlawanan PETA di Blitar

Pada 14 Februari 1945, Kota Blitar dikejutkan dengan kejadian yang menghebohkan. 

Sepasukan prajurit PETA (Pembela Tanah Air) pimpinan Shodanco Supriyadi, Shodanco Muradi dan Shodanco Sunanto melakukan perlawanan terhadap militer Jepang.

Selain perilaku diskriminasi dari prajurit-prajurit Jepang, pemberontakan tersebut dipicu juga oleh kemarahan para anggota PETA terhadap pihak militer Jepang yang kerap membuat penderitaan terhadap rakyat.

Tidak dapat dipungkiri jika pemberontakan tersebut sempat membuat penguasa militer Jepang ketar-ketir. 

Itu terbukti saat mereka melakukan penumpasan, seluruh kekuatan militer Jepang di Blitar dikerahkan, bahkan juga melibatkan unsur-unsur kavaleri dan infanteri dari wilayah lain.

Ketika pemberontakan itu gagal maka pihak Jepang menghukum sekeras-kerasnya para pelaku. 

Dari 421 anggota PETA Blitar yang terlibat 78 di antaranya langsung dihukum berat. 

Termasuk Muradi dan Sunato yang dijatuhi hukuman mati pada 16 April 1945.

 

Perlawanan di Kalimantan Barat 

Perlakuan kasar serdadu Jepang terhadap penduduk, seperti menjatuhkan hukuman jemur sampai pingsan terhadap orang yang hanya melakukan kesalahan kecil, merupakan sebab terjadinya perlawanan di Kalimantan Barat. 

Kekejaman Jepang semakin meningkat setelah Sekutu sejak permulaan tahun 1943 melancarkan serangan terhadap kedudukan mereka.

Pada 16 Oktober 1943, kurang lebih 70 orang mengadakan pertemuan di gedung bioskop Merdeka Sepakat di Pontianak.

Mereka merencanakan mengadakan perlawanan pada tanggal 8 Desember 1943. 

Rencana ini diketahui oleh Jepang berkat laporan mata-mata mereka.

Maka, Jepang melakukan penangkapan besar-besaran. 

Mereka yang ditangkap kemudian dibunuh, termasuk Sultan Pontianak, Sjarif Muhammad Ibrahim Sjafiuddin. 

Di antara mereka ada yang dipancung.

 

Perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Jepang telah meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi bangsa kita. 

Rakyat Indonesia telah membuktikan bahwa dengan semangat persatuan dan kesatuan, kita mampu mengatasi segala tantangan. 

Semangat juang, keberanian, dan kegigihan para pahlawan telah menginspirasi generasi-generasi berikutnya.

( MG Maryam Andalib )

Baca juga: Rangkuman Materi Sejarah Kelas 11 Bab 2 Unit C Bagian 4: Kronologi Belanda Menyerah kepada Jepang

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved