Mubeng Kampus Jogja
Ada Pungli di Rutan KPK, Pukat UGM : Kegagalan Internal KPK, Tidak Fully Independent
Akar permasalahan pungli di Rutan KPK dinilai terletak pada SDM Rutan KPK khususnya kepala rutan beserta para sipir yang berasal dari Kemenkumham.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kabar adanya bilik tahanan "VIP" di rumah tahanan (Rutan) KPK yang dinikmati para tahanan menjadi hal memalukan.
Menurut laporan Kompas.com, mereka yang menikmati sel khusus dengan fasilitas mewah yakni mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dan eks Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
Hal tersebut dikatakan mantan Wali Kota Bekasi Rachmat Effendi alias Pepen saat dihadirkan sebagai saksi kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Senin (7/10/2024).
Disebutkan, kasus pungli Rutan KPK bermula ketika beberapa eks petugas Rutan KPK meminta sejumlah uang kepada tahanan maupun keluarganya kurun waktu 2019-2023 dengan total pungli mencapai Rp6,3 miliar.
Tahanan atau keluarganya diminta sejumlah uang supaya dibolehkan membawa ponsel, powerbank, serta fasilitas lainnya.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman, mengatakan fenomena itu menjadi problem serius bagi KPK selaku lembaga anti rasuah.
Zaenur menilai akar permasalahan pungli di Rutan KPK terletak pada sumber daya manusia (SDM) Rutan KPK khususnya kepala rutan beserta para sipir yang berasal dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Rutan itu intinya adalah pegawai dari Kumham ditambah pegawai-pegawai kontrak. Itu kemudian membawa penyakit (kebiasaan) dari tempat lama," katanya, saat dihubungi, Rabu (9/10/2024).
Menurutnya persoalan pungli yang muncul saat ini menjadi kegagalan fungsi kontrol diinternal KPK
"Nah, kalau dikatakan Haryadi Suyuti dan lain-lain itu, ya, kalau posisinya ada dipaksa, mereka korban, bukan pelaku. Mereka korban dari sistem," imbuhnya.
Pungli semacam ini menurut Zaenur dapat terjadi di tempat lain karena rutan bukan hanya di KPK, melainkan di Kepolisian, Kejaksaan bahkan hingga di Polisi Militer.
Pukat menyarankan KPK semestinya menjadi lembaga yang fully independent atau lembaga yang sepenuhnya mandiri.
"Itu artinya KPK tidak boleh diisi dengan SDM dari Kemneterian atau lembaga lain yang diperbentukan," jelasnya.
KPK juga seharusnya melakukan seleksi independen dan tidak ada penempatan dari kementerian atau lembaga lain termasuk dari Polri Kumham.
Dikhawatirkan apabila sistem strukturalnya masih tetap seperti itu maka loyalitas yang bersangkutan dimungkinkan goyah.
Jaringan Demokrasi Indonesia DIY dan UAD Berkolaborasi Pantau dan Awasi Pilkada 2024 |
![]() |
---|
Mahasiswa FIPP UNY Dapat Penghargaan dari Polresta Sleman, Kontribusi sebagai JBI |
![]() |
---|
FTSP UII Ajak Mahasiswa Bikin Prototipe Jembatan Rangka |
![]() |
---|
UII dan APHK Gelar Diskusi Akademik Susun Hukum Perikatan |
![]() |
---|
Mahasiswa Berprestasi UWM Yogyakarta Dapat Beasiswa dari Bank BPD DIY |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.