Kisah Inspiratif

Dosen UGM Kembangkan Metode Ember Tumpuk untuk Olah Sampah Organik secara Berkelanjutan

Ember tumpuk sendiri merupakan alat pemrosesan pupuk yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bau tak sedap dari sampah organik.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Gaya Lufityanti
Istimewa
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Nasih Widya Yuwono, S.P., M.P. 

Tribunjogja.com - Sisa bekas makanan merupakan masalah sampah yang tidak mudah diselesaikan.

Semakin banyak penduduk sudah barang tentu akan semakin banyak sisa makanan yang akan menjadi sampah .

Bagi sebagian orang, sampah sisa makanan termasuk barang yang tidak bisa diolah dan harus dibuang secepatnya karena jika dibiarkan lama akan  membusuk dan menimbulkan bau tak sedap.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Nasih Widya Yuwono, S.P., M.P., sudah sejak lama mengembangkan inovasi pengolahan sampah sisa makanan atau sampah organik ini  lewat metode ember tumpuk.

Seperti diketahui, ember tumpuk sendiri merupakan alat pemrosesan pupuk yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bau tak sedap dari sampah organik, dan sisa dari sampah tersebut kemudian dapat menghasilkan pupuk yang dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah. 

“Ember tumpuk dibuat dengan menyatukan 2 ember yang disusun bertumpuk. Ember yang berada di atas digunakan untuk menampung sampah organik dengan lubang saringan, yang akan meneruskan hasil cairan dari pembusukan (lindi) ke bawah dengan bantuan gravitas,” kata Nasih kepada wartawan, Kamis (29/8).

Penelitian terkait ember tumpuk ini diakui Nasih sudah melakukannya sejak tahun 2000. Bahkan  pada tahun 2018 untuk pertama kali inovasi ember tumpuk ini pertama muncul di siaran TVRI. 

Meski sudah diteliti sejak lama, kata Nasih, namun ditengah pengembangan, tim sempat mengalami kendala karena bau yang tidak sedap.

Nasih dan timnya berpikir keras bagaimana caranya mengurangi bau tak sedap pada hasil lindi. Ide ini muncul pada tahun 2016 saat mahasiswanya meneliti pengelolaan limbah ikan.

Pada saat itu, hasil penelitian tersebut menimbulkan bau amis yang kuat hingga diprotes banyak orang.

Lalu, pada saat akan dibuang, ditemukan penemuan menarik, bahwa ada sampel yang tidak berbau menyengat.

“Diketahui bahwa lindi tersebut hasil penjemuran,” katanya. 

Sebelum menggunakan ember tumpuk, kata Nasih, ia dan tim peneliti sempat menggunakan tong yang berukuran besar, hanya saja dikarenakan harganya yang mahal dan ukurannya yang besar  sehingga metode kemudian ditinggalkan.

“Kita akhirnya beralih menggunakan ember yang lebih murah, mudah dicari, dan dan praktis untuk dibawa pergi,” ungkapnya.

Dijelaskan Nasih, cara kerja dari ember tumpuk ini memanfaatkan gaya gravitasi, dimana hasil pembusukan sisa makanan atau buah berupa cairan di ember atas akan turun ke ember di bawahnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved