Aksi Jogja Memanggil Berlangsung Damai, Sri Sultan HB X: Itu Namanya Aspirasi
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan apresiasinya terhadap pelaksanaan demokrasi yang berjalan dengan baik.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ribuan warga Yogyakarta dari berbagai latar belakang menggelar aksi unjuk rasa damai pada Kamis (22/8/2024) kemarin.
Aksi yang tergabung dalam “Jogja Memanggil” ini bertujuan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pilkada.Aksi damai ini berlangsung dengan tertib dan kondusif.
Dimulai dari parkir Abu Bakar Ali (ABA), massa aksi melakukan long march menuju kantor DPRD DIY.
Selanjutnya, mereka melanjutkan orasi di depan Istana Gedung Agung dan mengakhiri aksi di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Dalam orasinya, para peserta aksi menyampaikan berbagai aspirasi dan harapan agar putusan MK dapat dilaksanakan dengan baik.
Mereka juga menolak segala bentuk upaya yang dapat menghambat pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Menanggapi aksi damai tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan apresiasinya terhadap pelaksanaan demokrasi yang berjalan dengan baik.
"Demokrasi itu kan dimungkinkan, asal itu tidak merusak dan sebagainya kan tidak ada pelanggaran hukum ya tidak masalah wong itu namanya aspirasi kok. Tidak ada yang ngrusak to? Ya ndak apa-apa. Prinsipnya demonstrasi dimungkinken asal memberitahu polisi dan sebagainya," ujar Sri Sultan HB X saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Jumat (23/8/2024).
Pernyataan Sri Sultan tersebut menunjukkan dukungannya terhadap hak warga negara untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi.
Sultan juga menekankan pentingnya pelaksanaan demonstrasi yang damai dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Aksi unjuk rasa damai yang dilakukan oleh ribuan warga Yogyakarta ini menjadi sorotan publik.
Aksi ini menunjukkan bahwa masyarakat Yogyakarta sangat peduli terhadap proses demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Baca juga: 4 BERITA TERPOPULER Aksi Jogja Memanggil Mengawal Putusan MK di Jogja
Selain itu, aksi ini juga menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia mampu menyampaikan aspirasi dengan cara yang damai dan tertib.
Diberitakan sebelumnya, spanduk putih bertuliskan 'Kerajaan Masapahit' bergambar sosok mirip Presiden Joko Widodo dibentangkan sejumlah pendemo yang menggunakan topeng babi dalam longmarch aksi Jogja Memanggil di sepanjang Jalan Malioboro, Kamis (22/8/2024).
Sebelum sampai Titik Nol Kilometer Yogyakarta, massa aksi juga sempat melempar foto Jokowi dengan telur, di depan Gedung Agung Yogyakarta.
Setibanya di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dilakukan aksi pembakaran foto Presiden Joko Widodo.
"Teman-teman dua tahun yang lalu, saya membakar almamater sebagai kekecewaan saya terhadap Jokowi yang katanya alumni UGM, tapi tidak memperjuangkan rakyat ," kata salah satu peserta aksi yang berasal dari UGM.
"Hari ini saya bakar posternya dan keluarganya karena saya kecewa, kita semua kecewa," tambahnya.
Peserta aksi lainnya, meluapkan kekecewaannya lantaran menilai Presiden Joko Widodo kerap membuat kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
"Lawan Jokowi hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia, hidup perempuan yang melawan," ucapnya.
Perwakilan massa Aksi, Reformati mengatakan aksi ini merupakan aksi dari masyarakat sipil, yang dirasa menjadi representasi masyarakat pada umumnya. Mereka kecewa akan Presiden dan DPR.
"Proses politik dirusak sebagian elit. Bukan hanya respon terhadap Pilkada, tapi demokrasi, sejak Pilpres kemarin dan Pilkada mendatang, ujar Reformati.
Ia pun menegaskan bahwa demokrasi perlu dihadapi dengan cara yang benar, tidak boleh di kangkangi.
"Nafsu kekuasaan merugikan bangsa. Punya pengalaman panjang, banyak politisi main tarik ulur. Seolah-olah mengakomodir rakyat, namun secara tiba-tiba memutuskan sendiri," tandasnya.
Baca juga: Ratusan Dosen UII Turun ke Jalan, Ikut Aksi Protes Jogja Memanggil
Dalam aksi tersebut, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid turut membacakan puisi dengan judul ‘Sak Karepmu’.
"Kita di sini punya kerisauan yang sama. Saya tidak akan berorasi, tapi akan membaca puisi," ucap Fathul.
Penggalan puisi yang dibacakan Fathul yakni "Terserah kamu. Ditanganmu kekuasaan laksana pedagang panjang, menebas cita-cita, melukai hati yang tenang,".
Penggalan puisi selanjutnya "Terserah kamu, teruskanlah dengan kesewenang-wenangan. Kami yang lemah akan tetap berjuang,".
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 dan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah.
MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.
Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
Terkait putusan syarat usia calon kepala daerah, MK tegas menyatakan bahwa syarat usia dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan.
MK menyatakan bahwa pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain.
Putusan MK tersebut membuat anak bungsu Presiden Joko Widodo tidak bisa maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah pada Pilkada 2024.
Namun, pada Rabu (21/8) Baleg DPR RI membahas RUU Pilkada dengan kembali mensyaratkan ambang batas 20 persen perolehan kursi di parlemen jika partai politik ingin mengusung calon kepala daerah.
Terkait dengan syarat usia calon kepala daerah, sebagian besar fraksi di DPR RI lebih memilih putusan Mahkamah Agung No.23 P/HUM/2024 yang menyebut usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan.
Putusan MK seharusnya jadi angin segar bagi demokrasi dimana mengatur tentang ambang batas dan syarat usia calon kepala daerah.
Namun, putusan tersebut malah tidak diakomodir oleh Baleg DPR RI. Hal ini kemudian memicu kemarahan publik, termasuk aksi Jogja Memanggil.
Putusan MK yang bersifat final dan mengikat seharusnya dihormati oleh Baleg DPR sehingga penyelenggaraan pilkada berjalan luber jurdil.
Adapun tuntutan yang disuarakan dalam aksi 'Jogja Memanggil' yakni menolak revisi RUU Pilkada yang sudah disepakati oleh pemerintah Baleg DPR RI.
Pemerintah, anggota dewan, KPU dan Bawaslu harus patuh pada putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 ambang batas calon kepala daerah dan putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah.
Selanjutnya, menolak dan melawan segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan anggota dewan dalam melanggengkan politik dinasti dan oligarki.
Berikutnya, akan membentuk oposisi rakyat yang besar untuk melawan tindakan manipulasi hukum dan pelanggaran terhadap etika berpolitik. (*)
Sultan HB X Sampaikan Duka Cita untuk Affan Kurniawan, Prihatin Perubahan Demokrasi Memakan Korban |
![]() |
---|
Pesan Sri Sultan Hamengku Buwono X saat Temui Massa Aksi di Mapolda DIY |
![]() |
---|
Akhirnya Sultan Temui Massa Aksi di Halaman Mapolda DIY, Ini Kata Raja Keraton Yogyakarta |
![]() |
---|
Gending Jawa Mengalun, Tanda Sultan Keluar Temui Massa Aksi di Depan Mapolda DIY |
![]() |
---|
Sultan Sepakat Menemui Massa di Depan Mapolda DIY |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.