Pernyataan Sikap AP HTN-HAN DIY: Raja Jawa Diajarkan untuk Ojo Dumeh dan Ojo Adigang Adigung Adiguna
Sikap presiden dan DPR yang tidak patuh dan melawan terhadap putusan lembaga peradilan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengecam keras sikap Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Lembaga legislatif (DPR) dan Eksekutif (Presiden) yang semestinya menjadi garda terdepan dalam memberikan teladan dan contoh yang baik bagi rakyat Indonesia dalam mematuhi hukum dan konstitusi justru saat ini tengah mempertontonkan sikap pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum itu sendiri,” ujar Ketua AP HTN-HAN DIY, Prof. Dr. Ni’matul Huda, Kamis (22/8/2024).
Dia mengungkap, sikap presiden dan DPR yang tidak patuh dan melawan terhadap putusan lembaga peradilan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan merusak tatanan Negara Indonesia berdasarkan hukum.
“Presiden dan DPR secara pongah telah mempertontonkan sikap otoriter dan diktator serta mengkhianati daulat rakyat,” paparnya.
Oleh karena itu, dan DPR tersebut serta menyatakan sikap sebagai berikut:
1. RUU Perubahan atas UU Pilkada adalah cacat formil karena prosesnya tidak transparan dan menutup ruang bagi partisipasi publik sehingga prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) yang diwajibkan oleh hukum untuk dilakukan oleh DPR dan Presiden dalam setiap pembahasan RUU gagal dipenuhi;
2. Selain cacat formil, RUU Perubahan atas UU Pilkada juga mengandung cacat materiil karena substansinya tidak sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024;
3. RUU Perubahan atas UU Pilkada secara terang benderang telah membunuh proses pemilihan kepala daerah yang kompetitif serta melanggar hak-hak sipil-politik warga negara atas kesempatan dan kesetaraan hak memilih dan dipilih dalam konteks daulat rakyat.
4. Menuntut kepada DPR dan Presiden untuk tidak mengesahkan RUU Perubahan UU Pilkada yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024;
5. Dalam tradisi jawa yang juga diajarkan oleh Raja-Raja Jawa, ada wejangan ‘ojo dumeh’ alias jangan mentang-mentang, ‘ojo adigang (memaksakan kehendak), adigung (menindas) lan adiguna (menggunakan kecerdasan untuk memanipulasi dan mengambail keuntungan).
Apalagi mempertahankan peribahasa Jawa ‘Asu Gedhe Menang Kerahe’. Agar tidak mentang-mentang dalam menggunakan kekuasaan, sudah saatnya Partai politik yang membangkang konstitusi dapat dibubarkan dan harus dibubarkan karena telah mempertontonkan aktivitas yang tidak sesuai dengan demokrasi dan negara hukum yang selama ini sedang, telah, dan terus dibangun;
6. Menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bergerak bersama melawan sikap diktator Presiden dan DPR yang telah merusak tananan bernegara berdasarkan hukum dan konstitusi. (*)
Komisi XII DPR RI Kunjungi TPS3R Nitikan Yogyakarta, Sampaikan Harapan Ini |
![]() |
---|
Dirut Baru Telkom Fokus Reformasi Budaya dan Tata Kelola Perusahaan |
![]() |
---|
Pemerintah Sudah Kirim Daftar Calon Dubes di DPR, Kekosongan 12 Pos Kedubes Bakal Segera Terisi |
![]() |
---|
Danang Wicaksana Dorong Kemhub dan PU Realisasikan Inpres Percepatan Pembangunan Enggano |
![]() |
---|
Alasan Pimpinan DPR Belum Bacakan Surat Permintaan Pemakzulan Gibran di Rapat Paripurna |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.