Penerapan Kurikulum Merdeka di Yogyakarta, Siswa Bebas Pilih Jurusan

Tahun ajaran baru 2024/2025 menandai tahun kedua penerapan Kurikulum Merdeka di Yogyakarta.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Tribunjogja.com/ Yuwantoro
Kepala Dinas Pendidikan DIY, Didik Wardaya. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tahun ajaran baru 2024/2025 menandai tahun kedua penerapan Kurikulum Merdeka di Yogyakarta.

Kurikulum ini membawa perubahan signifikan dalam sistem pembelajaran di SMA, termasuk tidak akan ada lagi jurusan atau peminatan seperti IPA, IPS, atau Bahasa. 

Kepala Dinas Pendidikan DIY, Didik Wardaya, menjelaskan bahwa saat ini semua SMA di Yogyakarta telah menerapkan Kurikulum Merdeka untuk kelas 10. 

Artinya, siswa tidak lagi terikat pada jurusan IPA, IPS, atau Bahasa, melainkan bebas memilih mata pelajaran sesuai minat dan bakat mereka.

"Sekolah-sekolah telah beradaptasi dengan sistem baru ini dan memberikan keleluasaan bagi siswa untuk memilih mata pelajaran yang mereka minati," ujar Didik, Kamis (18/7/2024).

Walaupun demikian, Didik mengakui bahwa masih ada beberapa kendala dalam penerapan Kurikulum Merdeka, salah satunya adalah penyelarasan dengan sistem yang diterapkan di Perguruan Tinggi.

"Jadi yang pengisian melalui jalur undangan sekarang kan sudah diselesaikan juga. Jadi secara keseluruhan nanti yang kelas 3 kalau lulus sudah menyesuaikan, nyambung dengan jurusan yang mereka inginkan di Perguruan Tinggi," kata Didik.

Selain penyelarasan dengan Perguruan Tinggi, Didik juga menyebutkan beberapa kendala lain dalam penerapan Kurikulum Merdeka, seperti kesiapan guru.

Baca juga: 5 Contoh Pidato Singkat dan Ringkas dengan Tema Budaya, Pendidikan, Lingkungan Hidup

"Ada pendampingan yang dilakukan oleh pengawas-pengawas yang sebelumnya telah mendapatkan pembekalan," terangnya.

Salah satu sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka adalah SMA 10 Yogyakarta. 

Kepala Sekolah SMA 10 Yogyakarta, Sri Moerni, menjelaskan bahwa sekolahnya telah menerapkan sistem peminatan sejak tahun ajaran 2023/2024.

"Di kelas 10, siswa dibagi menjadi 6 kelas dengan warna (dominan science, humaniora, dll) berbeda. Di kelas 11, siswa akan dikelompokkan berdasarkan minatnya, dengan pilihan mata pelajaran yang lebih beragam," jelas Sri Moerni.

Sri Moerni menuturkan bahwa sistem peminatan tanpa batasan ini memberikan manfaat bagi siswa, karena mereka dapat fokus pada mata pelajaran yang mereka sukai dan persiapkan diri dengan lebih baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

"Kurikulum Merdeka ini memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengeksplorasi potensi mereka dan menemukan minat mereka yang sebenarnya," kata Sri Moerni. 

Meskipun demikian, Sri Moerni juga mengingatkan bahwa siswa perlu memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam memilih mata pelajaran dan mengatur waktu belajar mereka. 

"Siswa harus proaktif dalam memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Mereka juga harus pandai mengatur waktu belajar agar dapat menyelesaikan semua mata pelajaran dengan baik," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan, Kurikulum Merdeka atau sebelumnya disebut Kurikulum Prototipe akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah. 

Nadiem mencontohkan, nantinya di sekolah SMA tidak akan ada lagi jurusan atau peminatan seperti IPA, IPS, atau Bahasa. 

"Di dalam program SMA sekarang tidak ada lagi program peminatan untuk yang memiliki Kurikulum Merdeka. Ya tidak ada lagi jurusan, kejuruan atau peminatan," kata Nadiem.

Ia mengatakan, siswa bisa bebas memilih mata pelajaran yang diminatinya di dua tahun terakhir saat SMA. Siswa, lanjut Nadiem, tidak lagi akan terkatagorikan dalam kelompok jurusan IPA, IPS, atau Bahasa. 

"Ini salah satu keputusan atau choice atau pemilihan yang bisa diberikan kemerdekaan bagi anak-anak kita yang sudah mulai masuk dalam umur dewasa untuk bisa memilih," ucapnya. 

Adapun Kurikulum Merdeka dapat mulai digunakan di tahun ajaran 2022/2023. Sekolah juga tidak akan dipaksakan untuk mengikuti kurikulum itu, namun diberi kebebasan untuk memilih kurikulum yang sesuai kesiapannya. 

Menurut Nadiem, konsep Kurikulum Merdeka juga sudah banyak dipakai di negara-negara maju.

Selain itu, menurut Nadiem, guru akan diberikan kewenangan untuk menentukan alur pembelajaran melalui kurikulum baru ini. 

"Jadinya guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat, itu bisa. Kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan dikit untuk memastikan dari ketinggalan, juga bisa," kata Nadiem. 

Selanjutnya, Nadiem juga mengatakan, Kurikulum Merdeka yang dirancang lebih sederhana dan fleksibel akan semakin membuat siswa lebih aktif. 

Sebab, ia melanjutkan, jenis-jenis aktivitas yang ada dalam kurikulum ini lebih relevan dan banyak memberikan ruang untuk tugas berbasis proyek atau project base. 

"Ini adalah skill-skill yang akan dibutuhkan anak itu pada saat dia keluar. Dia harus bisa bekerja secara kelompok," kata Nadiem. 

"Dia harus bisa menghasilkan suatu hasil karya. Dia harus bisa berkolaborasi dan memikirkan hal-hal secara kreatif," tandasnya. (Han)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved