Walhi DIY Berharap Wacana Evaluasi Izin Tambang di DI Yogyakarta Bukan Sebatas Gertak Sambal

Berdasar pengalaman-pengalaman terdahulu, seringkali penutupan aktivitas penambangan semacam itu hanya bertahan beberapa hari saja.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Penampakan hasil pengerukan tambang yang berdekatan dengan bangunan rumah warga di Gunungkidul, Senin (17/6/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengapresiasi pernyataan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB)  X, yang meminta dinas terkait untuk meninjau ulang izin pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan. 

Meski demikian, Walhi berharap arahan dari orang nomor satu di DI Yogyakarta tersebut benar-benar serius ditindaklanjuti oleh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, supaya tidak menjadi gertak sambal semata.

Deputi Direktur Walhi DIY, Dimas R Perdana, berujar bahwa pihaknya sudah memetakan pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan sejak tahun lalu, termasuk yang menyandang status legal, atau memegang izin dari pemerintah.

Menurutnya, Walhi pun sempat mendorong Pemda DIY, untuk melakukan evaluasi ulang terhadap aktivitas pertambangan di Yogyakarta, karena beberapa di antaranya terpantau menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

"Jadi, kami mengapresiasi Pemda DIY, ketika mereka mau mengevaluasi, atau meninjau ulang tambang-tambang yang merusak lingkungan," ungkap Dimas, saat dikonfirmasi pada Jumat (28/6/2024).

"Karena di catatan kami, sebenarnya tidak hanya yang ilegal saja, tapi yang legal pun ada yang berpotensi merusak lingkungan. Maka, kami mendorong OPD teknis segera mengevaluasi," imbuhnya.

Baca juga: Sri Sultan HB X Soroti Aktivitas Tambang Ilegal di Gunungkidul, Ini Harapan Warga

Terlebih, pada 2023 lalu, Pemda DIY sejatinya sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) DIY No 3 Tahun 2023 tentang Penanganan Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Pertambangan pada Daerah Aliran Sungai Progo di DIY.

Sehingga, sudah menjadi kewajiban eksekutif untuk mengimplementasikan Ingub mengenai moratorium izin penambangan tersebut, melalui rangkaian evaluasi, hingga monitoring.

"Pengamatan kami sejauh ini seperti itu, aktivitas tambang yang legal di beberapa titik pun menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Makanya, perlu ada kajian komperhensif terkait pertambangan di Yogyakarta," cetusnya.

Dimas pun tidak memungkiri, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPU-ESDM) DIY baru-baru ini telah menghentikan tiga aktivitas tambang di Kabupaten Gunungkidul, serta satu lagi di Kabupaten Bantul. 

Hanya saja, ia menyebut, berdasar pengalaman-pengalaman terdahulu, seringkali penutupan aktivitas penambangan semacam itu hanya bertahan beberapa hari saja.

"Jadi, selang beberapa hari, ada alat berat ke situ lagi. Teman-teman beberapa kali ikut penutupan juga. Pemprov sudah menutup, tapi beberapa hari kemudian ditemukan eskavator datang lagi," jelasnya.

Sehingga, Walhi mendorong evaluasi soal wilayah izin pertambangan, karena walaupun secara kebijakan penentuannya ada di pemerintah pusat, tapi provinsi sebenarnya bisa memberikan rekomendasi.

"Jangan sampai cuma disidak, ditutup, dikasih police line, tapi monitoringnya berhenti di situ, lalu beberapa hari kemudian ada eskavator lagi," urainya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved