Berita Jogja Hari Ini

Ombudsman RI Perwakilan DIY Mulai Dalami Dugaan Pungli di salah Satu MAN Kota Yogyakarta

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY mulai mendalami dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh salah satu Madrasah

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY mulai mendalami dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh salah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kota Yogyakarta.

Pihak sekolah telah dimintai keterangan oleh tim pemeriksa dari Lembaga ORI perwakilan DIY.

Kepala Lembaga ORI perwakilan DIY Budhi Masturi, mengatakan pihak sekolah telah kooperatif memberikan keterangan kepada lembaga ORI.

Baca juga: Permintaan Mebel dari DIY ke Eropa dan Timur Tengah Meningkat

Pihak sekolah sudah dimintai keterangan lebih lanjut terkait dengan persoalan tersebut.

"Intinya mereka menjelaskan bahwa itu sumbangan tidak wajib," kata Budhi Masturi saat dihubungi, Senin (24/6/2024).

Pihak sekolah juga menjelaskan bahwasanya komite mempunyai kewenangan untuk melakukan penggalangan dana.

Kebijakan itu sesuai dengan keputusan Menteri Agama.

Kendati demikian, Budhi menuturkan masih akan mendalami lebih lanjut terkait penjelasan pihak sekolah tersebut. 

Termasuk melakukan pengecekan satu persatu mengenai aturan-aturan yang ada.

Jika memang bentuknya sumbangan, Budhi menegaskan seharusnya pemberian itu berbasis pada kesukarelaan atau kesediaan tanpa ada keharusan.

Kemudian keputusan itu berada di tangan orang tua atau wali murid.

"Sumbangan itu kan basisnya kesukarelaan, kesediaan, dia bersedia menyumbang atau tidak, kalau bersedia dia bersedia nyumbang berapa itu tidak ditentukan harus berapa," ujarnya.

Budhi menjelaskan, kasus yang terjadi di salah satu MAN di Kota Yogyakarta diklaim sudah masuk pada persyaratan atau keharusan calon siswa membayar sebesar nominal yang ditentukan.

"Karena ini bersyarat maka sebenarnya itu patut diduga itu pungutan. Kalau pungutan kita kembalikan pertanyaan kewenangannya ada enggak komite dari MAN itu memungut, kewenangannya ada enggak dari kepala sekolah itu memungut," tegas Budhi.

Selain itu, dasar penentuan tarif sumbangan sebagai instrumen pendapatan negara turut dipertanyakan. 

Sebab harus ada dasar dalam menentukan tarif sumbangan tersebut.

"Enggak setiap sekolah itu boleh menentukan sendiri," imbuhnya.

Terkait dengan calon siswa yang ditarik pungutan beberapa waktu lalu, disampaikan Budhi, yang bersangkutan menentukan sikap tidak akan melanjutkan bersekolah di MAN tersebut. 

Pasalnya orang tua siswa tersebut merasa keberatan dengan aturan tersebut.

Langkah mediasi antara sekolah dan siswa pun tidak bisa serta merta dilakukan lebih lanjut.

Mengingat yang bersangkutan sudah mendaftar di sekolah negeri. 

"Kayaknya enggak melanjutkan karena merasa berat. Kita lihat ya (mediasi), karena pada saat yang sama saya mendengar siswanya kan juga mendaftar di SMA negeri kalau nanti ternyata diterima di SMA negeri kan berarti dia akan memilih yang mana nanti kita harus tanyakan. Masih relevan tidak mediasi," terang Budhi Masturi.

Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) menyampaikan kritik pada MAN yang dimaksud. 

Sebab sekolah tersebut disinyalir melakukan pungutan mencapai Rp 9,5 juta pada salah satu calon peserta didik.

Juru bicara AMPPY, Robbani dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024) mengungkapkan pihaknya mendapatkan laporan pungutan sekolah yang dianggap berlebihan di MAN tersebut. (hda)
 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved