Berita Jogja Hari Ini
Apindo DIY: Pengusaha Butuh Iklim Kemudahan Berusaha untuk Tingkatkan Daya Saing dan Produktivitas
Menurut Wakil Ketua Umum Apindo DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, kemudahan berusaha menjadi kunci daya saing dan produktivitas
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY smenyebut pengusaha membutuhkan iklim kemudahan berusaha.
Menurut Wakil Ketua Umum Apindo DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, kemudahan berusaha menjadi kunci daya saing dan produktivitas, yang tentunya akan mempengaruhi kinerja ekonomi.
Baca juga: Lahan Pembuangan Sampah Ilegal Muncul di Pakem Sleman
Saat ini tekanan geopolitik utamanya konflik bersenjata membuat kondisi global penuh ketidakpastian.
Belum lagi tahun ini banyak negara juga melangsungkan pemilihan umum. Sehingga kondisi dalam negeri seharusnya lebih baik.
“Kondisi dalam negeri dalam ketidakpastian. Kondisi ini justru lebih buruk dari pandemi. Kalau transisi (pemerintahan) ini tidak smooth, yang ditandai dengan kepastian penegakan hukum, berlangsungnya deregulasi yang baik, debirokrasi yang baik,” katanya, Senin (17/06/2024).
“Pengusaha membutuhkan debirokratisasi, artinya memperpendek jalur birokrasi. Dan deregulasi, regulasi yang ada dipangkas semakin sedikit. Yang terjadi sekarang justru regulasi semakin kompleks, dantai birokrasi juga,” sambungnya.
Ia melanjutkan proses perizinan secara formal memang lebih sederhana. Namun fakta di lapangan, reformasi birokrasi ini belum membentuk kultur birokrasi yang pro investasi dan pro kemudahan iklim berusaha.
Tim mencontohnya proses perizinan analisis dampak lingkungan (amdal). Perusahaan besar membutuhkan sertifikat layak fungsi yang meliputi amdal lalu lintas, amdal lingkungan hidup, dan persetujuan teknik.
Pemerintah memang telah menyediakan platform khusus untuk mengurus izin amdal. Namun tidak ada petugas khusus yang menangani hal tersebut, bahkan pihaknya tidak bisa memonitor proses perizinan tersebut.
“Dan tidak ada tabel tarifnya. KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) dan komite advokasi daerah pernah mengusulkan dibuat tabel tarif, meskipun harus dengan pihak ketiga, dengan konsultan,misalnya Rp500 juta, Rp1 miliar,” lanjutnya.
“Saya sendiri mengalami kesulitan mengurus amdal, sudah dengan konsultan yang bener, tenaga ahli yang bener, habis ratusan juta dan prosesnya 1,5 tahun masih terkatung-katung. Ada teman yang habis miliaran, tetapi prosesnya 2 tahun juga tidak selesai,” ungkapnya.
Ia menyebut amdal juga persyaratan penting untuk ekspor. Sebab tidak sedikit buyer yang mensyaratkan kepatuhan pada regulasi daerah. Sedangkan regulasi daerah saat ini mengalami ketidakpastian.
“Ini otomatis akan menurunkan daya saing, daya saing akibat akibat ekonomi biaya tinggi. Daya saing akibat efisiensi dari ketenagakerjaan. Insentif pemerintah nggak jelas, bea cukai sedang ditata lagi, Permendag 36 Tahun 2024 yang kontroversi,” imbuhnya.
“Kemudian Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 136 tahun 2024, diundangkan Februari tapi sampai sekarang tidak ada petunjuk teknis dan regulasi yang jelas. Bagi kami jelas nggak baik-baik saja, lebih buruk dari pandemi,” pungkasnya. (maw)
Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang |
![]() |
---|
Kronologi Wisatawan asal Jakarta Hilang di Pantai Siung, Jenazah Ditemukan di Pantai Krakal |
![]() |
---|
KENAPA Cuaca di Yogyakarta Terasa Dingin Akhir-akhir Ini? Ini 5 Fakta Menariknya |
![]() |
---|
Kronologi 3 Wisatawan Asal Sragen dan Karanganyar Terseret Ombak di Pantai Parangtritis |
![]() |
---|
Banyak Moge Harley Davidson Lewat Jogja, Ada Event Apa? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.