SBSI DIY Bakal Gelar Aksi di Hari Ulang Tahun Presiden Jokowi, Tuntut Pembatalan Tapera

SBSI DIY bersama elemen masyarakat bakal turun ke jalan pada tanggal 21 Juni mendatang, yang bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Jokowi

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
istimewa
Ilustrasi : Buruh di DIY menggelar aksi unjuk rasa di kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY pada Kamis (6/6/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY berencana akan menggelar aksi turun ke jalan untuk menyuarakan penolakannya terkait rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang digulirkan pemerintah.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri PUPR dan Menteri Keuangan dikabarkan telah sepakat untuk menunda penerapan kebijakan Tapera yang memotong gaji para pekerja tersebut.

Namun, rencana penundaan tersebut belum memuaskan sejumlah pihak, yang menuntut adanya pembatalan program Tapera. 

"Sikap kami jelas. Kami tidak mau program Tapera ini hanya ditunda, tapi dicabut," kata Ketua SBSI DIY, Dani Eko Wiyono, Jumat (7/6/2024). 

Dani menyebut, SBSI DIY bersama elemen masyarakat bakal turun ke jalan pada tanggal 21 Juni mendatang.

Tanggal tersebut bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Peduli Indonesia ini rencananya akan menggelar aksi longmarch di Tugu Jogja, bergerak ke gedung DPRD DIY dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Aksi bertajuk Rakyat Menggugat ini dikabarkan bakal dihadiri dan diikuti ribuan orang. 

"Massa yang mau ikut diperkirakan ada ribuan orang. Tuntutannya batalkan Tapera, bukan ditunda. Karena kami khawatir penundaan ini hanya siasat pemerintah untuk membodohi masyarakat. Awalnya ditunda tapi ujung-ujungnya dijalankan. Itu kekhawatiran kami," kata aktivis Pos Pengaduan Rakyat ini. 

Baca juga: Program Tapera, SPSI dan Apindo Bantul : Kami Inginnya Tidak Dilaksanakan, Bukan Ditunda

Menurut dia, banyak pertimbangan mengapa program Tapera ini harus dicabut, bukan hanya ditunda.

Pertama, karena skema pembayaran tabungan perumahan rakyat ini dinilai tidak jelas.

Menggunakan nama tabungan perumahan tapi terkesan memaksa. Bukan dilakukan atas dasar sukarela.

Bahkan, pekerja yang tidak mau ikut program Tapera terancam sanksi. Hal itu dinilai aneh. 

Kedua, program Tapera seharusnya hanya bagi orang-orang yang belum memiliki rumah.

Tetapi iuran tiga persen dengan rincian pekerja 2,5 persen dan perusahaan 0,5 persen ini, dipaksakan juga bagi pekerja yang juga sudah memiliki rumah.

Pekerja yang sudah memiliki rumah tetap dikenakan potongan.

Hal tersebut, menurutnya, disebut bukan solusi namun justru membebani. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved