Berita Bisnis Terkini

Apindo DIY Tolak Keras PP 21/2024 Tentang Tapera, Beban Moral Pengusaha dan Tata Kelola Belum Jelas

PP tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2006 tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang bersifat sukarela.

|
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
glynniscoxrealtor.com
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM -  Asosiasi Pengusaha Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (Apindo DIY) menyatakan penolakan keras terhadap Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ).

Wakil Ketua Umum Apindo DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, pada Kamis (30/5/2024), mengungkapkan bahwa Apindo DIY meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan Tapera .

Timotius menegaskan bahwa Apindo DIY berhak untuk tidak menjalankan PP tersebut jika tidak ada revisi.

Ia menjelaskan bahwa PP tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2006 tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang bersifat sukarela.

"Belum ada pembahasan yang komprehensif melibatkan banyak pihak. Artinya memang PP ini bertentangan dari sifat Undang-Undang itu. PP (sebelum perubahan) voluntary, ini menjadi mandatory, ini menjadi masalah. Yang menjadi masalah bukan Taperanya, yang menjadi masalah itu mandatory-nya tanpa persiapan lebih lanjut," ungkap Tim.

Baca juga: 18 Perusahaan di DIY Belum Bayar THR, Apindo DIY: Mekanisme Bipartit

Menurut Timotius, Tapera ini akan memunculkan beban moral pengusaha, karena semua pekerja, baik yang sudah memiliki rumah maupun yang tidak, wajib ikut program Tapera .

Selain itu, Apindo menyoroti tata kelola Tapera yang belum jelas.

"Program BPJS juga butuh waktu yang lama. Terlebih PP yang digunakan bertentangan dengan Undang-Undang. Kalau PP bertentangan dengan Undang-Undang ya bisa diabaikan," ucap Tim.

Timotius menambahkan bahwa saat ini kondisi dunia usaha belum sepenuhnya pulih.

Ia mencontohkan sektor riil, sektor konstruksi masih terpuruk, termasuk industri tekstil, produk tekstil, dan sejumlah industri lainnya belum bangkit sepenuhnya pasca pandemi Covid-19.

Hal ini ditambah dampak tekanan situasi geopolitik yang mempengaruhi rantai pasokan dunia.

"Itu otomatis mempengaruhi demand, permintaan turun dari Eropa maupun Amerika, bahkan Timur Tengah," ujarnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved