Berita Sleman Hari Ini

Puluhan Siswa Ikuti Upacara Wiwitan, Perkenalkan Budaya Jawa dan Nilai Luhur

Upacara Wiwitan, tradisi panen padi yang sarat makna menjadi sarana edukasi budaya yang berharga bagi puluhan siswa SMP Kolese Kanisius

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
istimewa
Puluhan siswa mengikuti upacara Wiwitan bersama warga di Padukuhan Tanen, Kalurahan Hargobinagun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Kamis (23/5/2024) lalu. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Upacara Wiwitan, tradisi panen padi yang sarat makna menjadi sarana edukasi budaya yang berharga bagi puluhan siswa SMP Kolese Kanisius Jakarta bersama warga setempat di Padukuhan Tanen, Kalurahan Hargobinagun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Kamis (23/5/2024) lalu. 

Acara ini merupakan puncak kegiatan ekskursi gelombang kedua bertajuk Merajut Budaya Merawat Semesta, yang telah berlangsung dari 21 hingga 24 Mei 2024. 

Tradisi Wiwitan merupakan ritual tradisional Jawa sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada bumi dan Dewi Sri atau Dewi Padi yang telah menumbuhkan padi hingga menumbuhkan bulir-bulir beras yang berisi.  

Wiwitan berasal dari kata wiwit dalam bahasa Jawa, berarti mengawali panen padi. 

Baca juga: Ini Alasan REI Desak Adanya Kementerian Perumahan dan Perkotaan 

Sejak pagi, suasana semarak terlihat di salah satu pendopo milik warga padukuhan Tanen.  Aktivitas kolaborasi antar generasi, yakni masyarakat perkotaan seperti Jakarta dengan masyarakat pedesaan begitu terasa. Mereka saling berbaur mempersiapkan beragam uba-rampe pendukung Wiwitan, yang belum banyak dikenal masyarakat metropolitan.  

Hingga membagi peran dalam prosesi serta berlatih gamelan diperagakan begitu runut dan tertata. Semua dilakukan dalam waktu relatif singkat.  

Adapun arak-arakan diawali penari yang memerankan Dewi Sri, disusul tarian cucuk lampah, bergodo, pembawa tumpeng, sesaji, pembawa memedi sawah dan pembawa cangkul hingga barisan warga yang turut hadir dalam perhelatan tersebut.  

Diiringi suara khas gamelan pengiring arakan. Perjalanan menuju persawahan pun menjadi prosesi yang menjadi perayaan bersama.  

Sejumlah materi bertopik Ekologi dan Budaya pun menjadi menu selama para siswa menjalani ekskursi.   

Mulai dari turun ke sungai untuk mengidentifikasi kualitas air, melakukan inventarisasi tanaman sayur dan pohon buah yang ada di seputaran Omah Petroek, Pakem. 


Serta berkesempatan mengalami langsung peristiwa Wiwitan panen padi.   

Salah satu guru pendamping Yohanes Sumarsono mengapresiasi kegiatan ekskursi kali ini. 

"Dalam ekskursi ini, para siswa diajak secara langsung mensyukuri kehidupan. Ini sangat menarik dan berkesan bagi para siswa kami. Mereka mengalami peristiwa nya, langsung. Bahkan dilibatkan dalam persiapan semua rangkaian acara," kata dia. 

Hal senada disampaikan siswa Albertus Marvel Gunawan (15) yang merasa senang bisa merasakan aliran air sungai yang berhulu langsung di gunung Merapi, Yogyakarta. 

"Ini pengalaman yang seru. Kegiatan meneliti langsung di sungai menggunakan metode biotilik ini baru pertama saya praktekkan. Setahu saya meneliti itu hanya di ruang laboratorium. Ternyata bisa juga dilakukan di ruang terbuka," ujarnya. 

Pengalaman unik juga dirasakan Nicholas Thaddeus Tarunadjaja (15). Siswa kelas 9 ini mengaku, upacara tradisi Wiwitan ini unik. Dirinya pun merasa bangga bisa ikut dari bagian dari upacara Wiwitan. 

Menurutnya, upacara tradisi Wiwitan ini bisa sebagai penghargaan bagi petani yang tetap gigih petani merawat padi. 

"Kita jadi lebih sadar. Kita harus tetap mendukung usaha petani yang terus mengusahakan pangan bagi negeri ini. Saat ini saya baru bisa mendoakan agar petani sejahtera. Besok kalau sudah besar akan memberi bantuan pada petani Indonesia agar tetap semangat merawat pangan nusantara," kata dia. 

Saat memberikan refleksi malam di hadapan para siswa, Budayawan Romo GP.Sindhunata, SJ mengatakan, ini sebuah pengalaman yang sungguh berharga bagi para siswa. Mereka dan kita semua diajak merasakan hidup yang sangat sederhana dengan masyarakat desa. 

"Semoga menjadi kenangan. Masih banyak orang yang berkekurangan. Dan justru alam ini mengakrabkan kita dengan warga desa. Pohon-pohon ini memberi oksigen, maka harus kita rawat dan kita jaga. Persaudaraan dibentuk karena alam yang terjaga baik. Peristiwa Wiwitan panen padi mengajak kita menyadari kesederhanaan petani yang terus mengusahakan pangan untuk kita semua," pungkasnya. 

Dalam kegiatan ekskursi kali ini bertepatan dengan Peringatan Waisak, sehingga para peserta diajak untuk berdoa bersama di depan patung Budha yang berada di komplek Omah Petroek. 

Berlanjut dengan menikmati pementasan wayang kulit dengan dalang Ki Purwaka yang mengangkat lakon Merti Kali Pelang. 

Seluruh rangkaian kegiatan ekskursi ditutup dengan misa yang dipimpin Direktur Kampus Ministry Kolese Kanisius Jakarta Alexander Koko Siswijayanto, SJ. Di balik ritualnya yang penuh warna, terkandung pesan mendalam tentang rasa syukur, penghormatan terhadap alam, dan nilai-nilai luhur lainnya. (HAN)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved