Berita Sleman Hari Ini
DLH Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organikv Milik Warga, Ini Penjelasannya
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman mengeluarkan edaran kepada warga tidak mau mengangkut sampah organik. Kebijakan tersebut menuai sorotan.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Persoalan sampah di Bumi Sembada tak kunjung selesai.
Setelah TPA regional Piyungan, yang biasanya menampung sampah dari Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta ditutup permanen, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman mengeluarkan edaran kepada warga tidak mau mengangkut sampah organik. Kebijakan tersebut menuai sorotan.
Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi menilai Sleman merupakan wilayah yang belum mempunyai fasilitas umum penunjang pengelolaan sampah, khususnya sampah organik.
Apabila sampah organik dibebankan kepada masyarakat tentu saja hal tersebut akan membuat masyarakat semakin kesulitan di tengah semakin menyempitnya lahan di perkotaan.
Baca juga: Muncul Deretan Tumpukan Sampah di Kota Yogya, DLH: Dampak Libur Panjang
"Apa yang dilakukan Pemkab Sleman seakan menunjukkan mereka lepas tangan dan melakukan pembiaran terhadap permasalahan sampah yang ada di wilayahnya," kata dia, dihubungi Selasa (14/5/2024).
Adanya edaran tersebut dinilai akan membuat masyarakat yang tidak mempunyai lahan sendiri akan kesulitan mengelola sampah organiknya.
Apalagi, warga Sleman yang berada di wilayah urban.
Atas hal ini, WALHI Yogyakarta memberikan rekomendasi agar ada penyediaan fasilitas penunjang pengelolaan sampah organik di Kabupaten Sleman.
Kemudian ada pendampingan pengelolaan sampah organik di tingkatan paling kecil seperti RT/RW di wilayah Sleman.
Terakhir, penyediaan anggaran untuk menunjang pengelolaan sampah organik di wilayah Kabupaten Sleman.
Kepala DLH Sleman, Epiphana Kristiyani mengatakan, munculnya kebijakan tidak mengangkut sampah organik warga yang termuat dalam surat edaran nomor 4259 Tahun 2023 itu lantaran pihaknya belum optimal dalam mengolah sampah.
Meskipun, saat ini sudah ada TPST, transfer depo, TPS3R maupun bantuan pengelolaan sampah di tingkat Kalurahan, karena belum optimal, pihaknya khawatir timbunan sampah organik dapat menimbulkan pencemaran.
Apalagi sampah organik, yang disimpan lebih dari tiga hari dapat menimbulkan bau busuk.
"Jasa pengangkut sampah swasta, kalau mengambil sampah kan seminggu dua kali. Artinya sampah organik yang diambil umurnya lebih dari dua hari. Kalau sampah organik lebih dari 3 hari itu kondisinya sudah bau. Jika dibawa ke TPST, wah saya bisa didemo karena bau," kata Epiphana.
Sebab itu, kata dia, pihaknya mengajak masyarakat untuk menghadapi permasalahan sampah bersama-sama. Terutama sampah organik.
Karena mengelola sampah organik menurut dia cukup mudah. Sampah sisa sayuran, sisa makanan, sisa buah-buahan, ranting pohon dan daun kering dipilah.
Nantinya sampah organik bisa dijadikan pakan ikan, kompos, ditimbun di jugangan maupun di simpan di lubang Biopori dengan kedalaman 1 meter dan diameter 10 centimeter.
Lubang tersebut dinilai kecil dan bisa dibuat bagi mereka yang tinggal di lahan sempit sekalipun.
Ia mengaku sudah mempraktekkan, satu lubang biopori dengan kedalaman 1 meter dan diameter 10 centimeter tersebut dengan 4 anggota rumah, ternyata bisa menampung sampah organik hingga dua bulan.
"Jadi sebetulnya bukan pemerintah tidak mau mengelola sampah organik. Bukan. Karena kami belum bisa mengolah karena kebanyakan sampah organik, akibat sistem pelayanan angkut seminggu dua kali pasti berbau. Padahal TPST kita dengan pemukiman, jaraknya tidak lebih dari 500 meter. Makanya kami mengajak masyarakat, ayok membiasakan diri mengolah sampah organik," kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Sleman, Rahayu Widi Nuryani mengatakan, pihaknya selaku mitra DLH Sleman belum pernah diberitahu mengenai adanya surat edaran tersebut.
Sebab itu, pihaknya mendorong Dinas untuk bertanggungjawab penuh dalam hal pengelolaan sampah, baik organik maupun non-organik.
"Kami komisi C DPRD Sleman mendorong dinas untuk bertanggung jawab penuh pengelolaan sampah baik organik maupun non organik. Dan kami juga mendorong dinas melakukan percepatan untuk membangun TPST khusus untuk pengelolaan sampah organik. Kami menghimbau dinas untuk tidak mengeluarkan statemen yang meresahkan masyarakat," ujarnya. (rif)
Puting Beliung Melanda Condongcatur Sleman, Sejumlah Rumah Warga Rusak |
![]() |
---|
Keterangan Polisi soal Kecelakaan Beruntun di Sleman Hari Ini, Kerugian Ditaksir Rp 155 Juta |
![]() |
---|
CERITA Fajarwati yang Kelak Tidak Akan Tidur di Bekas Kandang Sapi Lagi |
![]() |
---|
Sambut Natal, 20 Gereja di Sleman Jadi Prioritas Pengamanan Polisi |
![]() |
---|
Ibu-ibu di Yogyakarta Diajak Cerdas Kelola Keuangan dan Emosional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.