Berita Jogja Hari Ini

BI Rate Naik, Kadin DIY Berharap Bunga KUR Tetap

Bank Indonesia resmi menaikkan BI rate atau suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen, suku bunga deposit facility naik 25 bps menjadi 5,50

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bank Indonesia resmi menaikkan BI rate atau suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen, suku bunga deposit facility naik 25 bps menjadi 5,50 persen, dan suku bunga lending facility naik 25 bps menjadi 7,00 persen.

Menurut Wakil Ketua Bidang Keuangan, Perbankan, Keuangan Syariah, dan Pasar Modal Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DIY, Wawan Harmawan, jika kenaikan suku bunga acuan segera diikuti dengan kenaikan suku bunga perbankan, termasuk suku bunga kredit, maka investasi akan menurun.

Baca juga: KPU Sleman Digugat Vendor Snack KPPS, Ketua KPU DIY: Jadi Pembelajaran

“Kenaikan suku bunga kredit identik dengan kenaikan biaya perbankan,” katanya, Kamis (25/04/2024).

Untuk itu, ia berharap suku bunga perbankan untuk UMKM, misalnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak berubah.

Ia menilai saat ini banyak pelaku UMKM yang masih bergerak menuju pemulihan pascaCOVID-19. 

“Sehingga tetap butuh dukungan dari pemerintah, termasuk suku bunga perbankan (KUR) yang tidak naik,” lanjutnya.

Sementara itu, Komisariat Tetap Bidang Organisasi & Keanggotaan KADIN DIY, Y Sri Susilo menerangkan kenaikan bunga kredit tentu akan memberatkan pelaku UMKM yang masih dalam tahap pemulihan pascaCOVID-19. 

Menurut dia, pemerintah dan perbankan selama ini memiliki skema khusus untuk UMKM, melalui KUR dan sejenisnya.

“Kalau bunga KUR dan lainnya naik, akan membertkan bagi UMKM. Bagaimana pun meski ekonomi sudah brgerak kembali, tapi belum semua. Ada yang masih tertatih-tatih, tergantung sektornya. Jalan keluarnya, ya pemerintah dalam hal ini kredit perbankan, khususnya untuk UMKM mikro dan kecil, ya tingkat bunga KUR tetap,” terangnya.

Ia mengungkapkan sektor tekstil dan produk tekstil masih belum pulih sepenuhnya karena permintaan yang cenderung turun. Kondisi geopolitik global juga memukul seluruh sektor yang berorientasi ekspor. 

“Hampir semua produk ekspor ini kan permintaan dunia sedang turun. Selain tekstil produk tekstil, mabel atau produk lain juga, diperparah perang Iran-Israel, sehingga ada penundaan-penundaan pesanan. Karena kita belum tahu kondisi kelanjutan dari geopolitik global di Timur Tengah,” ungkapnya.

“Ada industri yang pulih bergerak, tapi sebelum pulih dihantam perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, kemudian Iran-Israel, ini membuat ditunda (pesanan), belum tahu sampai kapan,” imbuhnya. (maw)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved