Iran Serang Israel

Skenario Terburuk Dampak Konflik Iran-Israel, Dolar Bisa Tembus Rp17 Ribu

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa hari ke belakang terus mengalami tekanan, seiring memanasnya konflik Iran-Israel dan sentimen

Editor: Joko Widiyarso
Twitter-X / HO
Pengawal Revolusi Iran Meluncurkan Drone Kamikaze dan Rudal Balistik, menunjukkan ledakan menerangi langit di Hebron dan Tel Aviv selama serangan Iran terhadap Israel. Minggu (14/4/2024). Pengawal Revolusi Iran mengkonfirmasi bahwa serangan pesawat tak berawak dan rudal sedang dilakukan terhadap Israel, sebagai pembalasan atas serangan pesawat tak berawak yang mematikan pada tanggal 1 April di konsulatnya di Damaskus. 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa hari ke belakang terus mengalami tekanan, seiring memanasnya konflik Iran-Israel dan sentimen suku bunga Amerika Serikat.

Tercatat, rupiah jatuh ke posisi Rp16.265 dolar AS pada perdagangan pasar spot pada Jumat (19/4).

Belakangan ini, investor asing cari aman dengan mencatatkan transaksi jual bersih atau net sell. Di mana jelang akhir pekan, net sell saham Rp 724 miliar di seluruh pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (18/4). Aliran keluar dana asing semakin deras di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Per 17 April 2024, kepemilikan asing alias non residen di pasar SBN tercatat hanya sekitar Rp 804,55 triliun dibandingkan Rp 842,55 triliun di awal tahun 2024. Ini artinya, terjadi dana keluar sekitar Rp 38,27 triliun sejak awal tahun di pasar surat utang Indonesia.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, keluarnya dana asing kemungkinan menuju pasar Amerika Serikat.

Tercermin dari tren penguatan dolar AS (USD) dan naiknya yield US Treasury belakangan ini. Nilai tukar rupiah diproyeksi masih akan terjerembab lebih dalam.

Selain efek ketegangan politik di Timur Tengah dan tingginya suku bunga secara global, rupiah semakin terbebani tren keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia.

Dolar AS dan US Treasury dianggap sebagai pelarian utama dari efek kecamuk di Timur Tengah. Di tambah lagi potensi penundaan pemangkasan suku bunga The Fed. Sehingga, investor mengutamakan keamanan daripada keuntungan (risk averse).

"Hampir semua negara mengalami tekanan yang sama seperti rupiah. Jadi, saya lihat masih wajar tekanan rupiah saat ini," kata Fikri dikutip dari Kontan, Minggu (21/4).

Dalam jangka pendek, rupiah masih akan berada dalam rentang Rp15.800-16.400 per dolar AS. Rupiah juga bergantung data neraca perdagangan ekspor impor yang dirilis awal pekan depan.

"Apabila neraca perdagangan surplus masih di atas USD 3 miliar, kemungkinan positif untuk rupiah. Apabila nilai surplus lebih rendah atau bahkan defisit, bakal ada tekanan lanjutan bagi rupiah ke 16.500," imbuhnya.

Jika sudah begini, intervensi Bank Indonesia (BI) ataupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak hanya lewat open market operation, tetapi bisa menawarkan berbagai instrumen yang bisa menarik minat investasi asing.

"Instrumen surat utang global dalam bentuk dolar AS ataupun mata uang lain" kata Fikri.

Rupiah bisa lebih rendah lagi apabila perang geopolitik berkepanjangan, tidak ada pemangkasan bunga Fed. Skenario terburuk, rupiah bisa terperosok ke Rp16.200-16.700 per dolar AS di semester I-2024 dan kemungkinan di area Rp16.400-17.000 di akhir tahun ini.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menambahkan, prospek rupiah sangat berat hingga akhir tahun ini. Proyeksi itu seiring kemungkinan The Fed tidak jadi memangkas suku bunga. Sehingga, akhirnya menurunkan nilai ekspor dan neraca perdagangan Indonesia.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved