Mudik Lebaran 2024

Jelang Mudik Lebaran 2024, Organda DIY Larang Penggunaan Klakson Telolet

Kemenhub menggaungkan larangan penggunaan klakson telolet karena mengancam keselamatan jalan.

|
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Fenomena klakson ‘telolet’ mulai marak di Indonesia sejak tahun 2016 silam.

Pada masa itu, muncul istilah “om telolet om” yang dilontarkan para bismania di tepi jalan dengan harapan sang sopir bus akan membunyikan klakson bersuara “telolet”.

Klakson telolet modern tidak lagi terbatas pada suara "telolet" sederhana.

Kini, klakson dapat diprogram untuk memainkan nada dan irama lagu-lagu populer, bahkan musik klasik.

Sopir dan awak bus tidak hanya membunyikan klakson, tetapi mereka telah menguasai teknik untuk memainkan melodi layaknya pianika atau dikenal telolet basuri yang mengacu pada kemampuan untuk memainkan nada-nada layaknya alat musik seruling.

Namun belakangan, Kemenhub menggaungkan larangan penggunaan klakson telolet karena mengancam keselamatan jalan.

Sebab, masih banyak bus yang menggunakannya.

Bahkan pada Minggu (17/3/2024), klakson telolet menyebabkan kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY  Adi Prasetyo tegas melarang penggunaan klakson telolet bagi anggotanya terutama pada masa angkutan mudik Lebaran mendatang.

Baca juga: Organda DIY Minta PO Utamakan Kendaraan dan Kru Bus dalam Kondisi Prima untuk Angkutan Lebaran 2024

Menurutnya anggota Organda DIY tidak perlu ikut-ikutan dengan fenomena kekinian yang sedang tren.

"Kalau kami jelas dari Organda melarang dan tidak mewajibkan ikut fenomena kekinian karena klakson yang bawaan juga sudah cukup fungsinya," jelas Adi, Rabu (27/3/2024).

Dijelaskannya, penggunaan sejumlah perlengkapan pada kendaraan angkutan sudah diatur seperti lampu utama yang tak boleh lebih dari atau sama dengan 12.000 candela, termasuk klakson yang sesuai aturan paling rendah 83 desibel dan paling tinggi atau maksimal yaitu 118 desibel.

"Tetap pakai klakson biasa saja, yang standar bawaan pabrik sudah sangat cukup ga perlu lagi ada aksesori dan suara lain yang buat bising dan tidak nyaman kendaraan lain," kata Adi.

Dijelaskannya, penggunaan klakson telolet yang dibunyikan oleh pengendara bus biasanya menggunakan bantuan angin yang menimbulkan tekanan, penggunaannya juga akan berpengaruh terhadap rem yang juga menggunakan bantuan itu.

Ia pun menegaskan bahwa sejak awal marak fenomena telolet, dalam internal PO juga tidak menganjurkannya.

Jelang mudik lebaran, jelas Adi, setiap bus apalagi kendaraan angkutan telah melalui ramp check yang digelar sebelum mengangkut para pemudik.

Pengujian terhadap perlengkapan kendaraan apakah sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak akan dilakukan berkala setiap 6 bulan sekali.

"Kalau ada klakson tambahan ada tindakan untuk melepas dari petugas," jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub Danto Restyawan mengatakan, sesuai rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penggunaan klakson telolet dapat menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin sehingga berdampak pada fungsi rem kendaraan yang kurang optimal.

"Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah memberikan surat edaran kepada seluruh Dinas Perhubungan se-Indonesia agar lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan komponen tambahan seperti klakson telolet pada setiap angkutan umum saat melakukan pengujian berkala," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).

Dia mengimbau setiap penguji untuk tidak meluluskan kendaraan angkutan umum yang melakukan pelanggaran seperti adanya pemasangan klakson telolet.

Aturan terkait penggunaan klakson pun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.

Pada pasal 69 aturan itu disebutkan, suara klakson paling rendah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 500.000. ( Tribunjogja.com )

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved