Pengolahan Sampah Gunakan Teknologi RDF Dikritik WALHI, Ini Kata Kepala DLHK DIY

Teknologi RDF menggunakan bahan anorganik yang mempunyai kriteria tertentu. Sehingga, tidak semua sampah dapat diolah.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Humas Pemda DIY
Ilustrasi: Pengolahan sampah menggunakan teknologi RDF di TPST Tamanmartani Sleman. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang diaplikasikan untuk pengolahan sampah di sebagian wilayah DIY mendapat kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Lantaran, apabila diproduksi dalam skala masif, tidak menutup kemungkinan justru sampah yang tidak sesuai kriteria tetap tidak terolah.

Pasalnya, teknologi RDF menggunakan bahan anorganik yang mempunyai kriteria tertentu. Sehingga, tidak semua sampah dapat diolah.

Selain itu, pengolahan sampah menggunakan teknologi RDF dianggap akan memperparah terjadinya perubahan iklim akibat dari pelepasan karbon ke udara.

"Di sisi lain justru akan terjadi impor sampah, seperti di beberapa wilayah yang telah menggunakan teknologi RDF. Pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim," kata Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi.

Menanggapi hal tersebut, Kepala DLHK DIY, Kusno Wibowo, mengatakan bahwa kritik akan menjadi bahan evaluasi.

Untuk saat ini, Kusno mengatakan teknologi pengolahan sampah menggunakan RDF merupakan cara terbaik sebab sampah akan dijadikan bahan bakar pengganti batubara.

"Jadi untuk substitusi yang biasanya pabrik semen itu menggunakan batu bara ini disubstitusi sebagian dengan RDF ini. Tentunya yang di pabrik semen juga sudah punya substitusionernya. Namun demikian kalau ada masukan nanti menjadi bahan evaluasi juga bagi kami," kata Kusno, Senin (25/3/2024).

Sekadar informasi, teknologi RDF untuk pengolahan sampah telah diaplikasikan kota/ kabupaten misal di Pasar Niten, TPST Tamanmartani serta Pemkot Yogyakarta yang baru saja menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta untuk pengolahan sampah tersebut.

"Kalau yang di Sleman itu yang anorganik, tapi yang organik juga dibuat RDF. Baik organik maupun anorganik nanti dibuat RDF. Sementara khusus yang di Pasar Niten itu yang organik," jelas Kusno.

Kusno berharap, teknologi pengolahan sampah RDF ke depan dapat mengolah sampah jenis anorganik saja sehingga tidak lagi ada sisa sampah yang menumpuk di TPS.

Sampah jenis organik diharapkan tidak lagi dibuang ke TPS dan bisa selesai di bank sampah atau rumah tangga.

Sementara residu bisa dikelola oleh bank sampah untuk dijadikan barang ekonomi baru.

"Dipastikan tidak ada sisa sampah yang tidak terolah karena sudah dipilah sesuai kriteria dari bank sampah. Kalau diambil yang ada nilai ekonomisnya kan tinggal sisa-sisanya dan itu yang nanti dibuat RDF," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved