Kabar Terbaru Pengunduran Diri Massal Ketua RT dan RW di Desa Wasiat Purworejo, Komentar DP3APMD

Sebanyak 14 Ketua RT dan RW di Desa Wasiat, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, kompak menyerahkan surat pengunduran diri ke kepala d

Penulis: Dewi Rukmini | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/Dewi Rukmini
Kantor DP3APMD Kabuapaten Purworejo, Jawa Tengah. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dewi Rukmini

TRIBUNJOGJA.COM, PURWOREJO - Sebanyak 14 Ketua RT dan RW di Desa Wasiat, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, kompak menyerahkan surat pengunduran diri ke kepala desa belum lama ini.

Alasan pengunduran diri mereka lantaran merasa tak lagi mampu mengemban amanah dan melaksanakan tugas sebagai Ketua RT dan RW.

Kendati demikian, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pemberdayaan Masyarakat Desa (DP3APMD) Kabupaten Purworejo mengaku belum mendapatkan informasi detail terkait aksi pengunduran diri massal para Ketua RT dan RW di Desa Wasiat tersebut.

Pelaksana Teknis Kegiatan Insentif RT RW Bidang Pemberdayaan Masyarakat DP3APMD Kabupaten Purworejo, Purnomo, mengatakan bahwa keputusan persetujuan pengunduran diri Ketua RT dan RW berada di tangan Kepala Desa.

Sehingga, Kepala Desa berhak menyetujui atau tidak surat pengunduran diri itu melalui surat keputusan yang ditembuskan ke Kecamatan wilayah terkait.

Meski Dinas P3APMD Kabupaten Purworejo tidak ikut campur dalam mengambil keputusan terkait pengunduran diri Ketua RT atau RW.

Namun, pihaknya tetap harus mengetahui hal tersebut karena berkaitan dengan pemberian atau pencairan insentif RT dan RW.

"Jadi nanti prosesnya (pencairan insentif RT dan RW) harus ada (dilampirkan) surat pengunduran diri yang bersangkutan dan SK pemberhentian dari Kepala Desa.

"Kalau sudah ada pengantinya maka harus ada SK pengangkatan Ketua RT/RW baru. Kalau belum ada penganti otomatis tidak dimohonkan, maka uang intensif masih ada di rekening kas umum daerah (RKUD)," jelas Purnomo kepada Tribunjogja.com, Rabu (21/2/2024).

Purnomo mengungkapkan, nominal intensif bagi Ketua RT dan RW di Kabupaten Purworejo sekitar Rp250 ribu per bulan, yang dicairkan setiap 4 bulan sekali (dirapel).

Lebih lanjut, Purnomo menyampaikan ada cara untuk menghitung intensif bagi Ketua RT dan RW yang mengundurkan diri. Perhitungan itu dilihat berdasarkan tanggal surat pengunduran diri dan SK pemberhentiannya.

"Jika mengundurkan diri di antara tanggal 1-15 maka tidak dapat insentif di bulan tersebut.

Namun, jika mengundurkan diri setelah tanggal 15, berarti masih bisa dapat insentif pada bulan tersebut," jelasnya.

Dengan demikian, para Ketua RT dan RW di Desa Wasiat diperkirakan masih bisa mendapatkan insentif untuk Januari dan Februari 2024. Sebab, mereka kompak mengundurkan diri pada Senin (19/2/2024).

Adapun, Purnomo mengaku baru kali ini mendapati Ketua RT dan RW serempak mengundurkan diri di Kabupaten Purworejo. Sejauh ini yang ia temui pergantian Ketua RT dan RW karena purna masa kerja (5 tahunan).

"Kalau mengundurkan diri biasanya sendiri-sendiri. Kalau yang serentak baru kali ini," tandasnya. 

Dikabarkan Tribunjogja.com sebelumnya,

Belasan Ketua RT dan RW di Desa Wasiat, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendadak kompak mengundurkan diri dari jabatan. Mereka pun serentak memberikan surat pengunduran diri kepada Kepala Desa terkait pada Senin (19/2/2024). 


Kepala Desa Wasiat, Sulit Sukesi, membenarkan kabar tersebut. Ia mengatakan ada sebanyak 10 Ketua RT dan 4 Ketua RW yang tiba-tiba kompak menyerahkan surat pengunduran diri. 
Berdasarkan surat tersebut, alasan mereka mengundurkan diri adalah karena merasa tidak mampu mengemban amanah dan melaksanakan tugas serta tanggung jawab sebagai Ketua RT atau RW. 


"Kemarin (19/2/2024) saya sangat kaget tiba-tiba mendapat surat pengunduran diri dari para Ketua RT dan RW, setelah pulang dari layat," ungkap Sukesi kepada Tribunjogja.com, Selasa (20/2/2024). 


Setelah mendapat surat itu, Sukesi menyebut langsung mengumpulkan para Ketua RT dan RW untuk menanyakan alasan sebenarnya keputusan tersebut. Namun, kala itu Ketua RT dan RW bersikukuh alasan mereka sesuai yang tertulis di surat pengunduran diri. 


"Ya saya terima surat mereka dengan lapang dada tapi belum saya tandatangani. Nanti akan saya kembalikan kepada masyarakat, apakah akan dilakukan pemilihan Ketua RT dan RW," katanya. 


Kendati demikian, Sukesi menduga keputusan pengunduran diri para Ketua RT dan RW di Desa Wasiat ada sangkut paut dengan sikap kepemimpinannya. Sukesi mengaku memiliki sifat yang tegas dan ceplas-ceplos, sehingga terkesan galak saat dalam forum. 


"Saya orangnya memang keras, kalau ngomong ceplas-ceplos dan saya di forum manapun sering bilang 'kalau tidak bisa kerja, leren (berhenti)'. Mungkin itu yang membuat kesabaran mereka mentok sehingga memutuskan mengundurkan diri," ucapnya. 


Sukesi menuturkan, kata-kata pedas itu terpaksa ia luncurkan karena ingin memacu semangat para Ketua RT dan RW dalam bekerja. Akan tetapi, masalah umur para Ketua RT dan RW yang didominasi berusia tua, disebut menjadi satu pemicu niat Sukesi tidak tersampaikan, sehingga dinilai tidak sopan. 


"Ketua RT dan RW kan kepanjangan tangan saya (Kades) di tengah masyarakat. Jadi saya inginnya mereka kerja sat-set karena banyak program yang ingin dikerjakan. Tapi karena umur jadi tidak bisa mengikuti. Sehingga dengan ini, saya malah ingin punya Ketua RT dan RW yang muda-muda," paparnya. 


Adapun, keputusan belasan Ketua RT dan RW Desa Wasiat yang serempak mengundurkan diri beberapa hari setelah pemungutan suara Pemilu 2024 berlangsung. Membuat santer terdengar desas-desus alasannya terkait politik karena rendahnya perolehan suara salah satu caleg. 


Kabar tersebut sontak ditepis oleh Sukesi. Menurutnya, tidak ada upaya tersebut di Desa Wasiat. 


"Tapi pas pemungutan suara itu saya memang sempat marah di TPS 04. Karena banyak surat suara yang rusak, terutama surat suara DPRD Provinsi. Padahal surat suara DPD yang calonnya tidak terlalu dikenal saja banyak yang nyoblos. Kok surat suara DPRD Provinsi tidak banyak yang nyoblos, kan eman-eman (sia-sia) negara menghabiskan triliunan untuk menggelar Pemilu," jelasnya. 


"Saya berpikir apakah PPS tidak melakukan sosialisasi (agar surat suara tidak rusak) atau bagaimana. Kan eman-eman, setidaknya mereka bisa memilih dewan-dewan yang sudah membantu desa," imbuhnya. 


Sementara itu ditemui secara terpisah, Ketua RT 02 Desa Wasiat, Wijo Narko (53), mengaku mengundurkan diri karena memang sudah tidak mampu menjalankan intruksi atasan (Kepala Desa). Terutama dalam hal penggunaan teknologi digital, semisal handphone. 


"Ya kadang-kadang saya terlambat menyerap informasi. Alat yang digunakan kan HP, tapi saya sendiri tidak punya HP harus pinjam anak. Jadi kadang ada suatu undangan saya suka terlambat endapatkan info). Terus kadang intruksi dari atasan, saya kurang tepat menjalankannya sehingga hasil kurang maksimal," terangnya. 


Wijo mengaku punya keinginan berhenti dari jabatan Ketua RT sudah sejak lama. Tak hanya dia, bahkan Ketua RT lain juga punya keinginan yang sama sejak satu tahun lalu. Namun, mereka saling mengingatkan untuk bertahan hingga masa periode selesai. 


"Kami sudah mencoba bertahan, tapi kemarin pumpung (kebetulan) banyak temannya, jadi kami langsung bikin (surat pengunduran diri). Karena kalau mau (mengundurkan diri) sendirian kan malu," katanya.


Wijo sendiri sudah menjadi Ketua RT sejak 2019. Sebelumnya ia pernah menjadi Ketua RW dan beralih menempati kursi Ketua RT 02 karena dorongan dari masyarakat. 


"Sebelumnya saya jadi RW, terus ada kekosongan RT, sebenarnya saya tidak minat dan kurang yakin (mampu mengemban amanah), tapi karena permintaan masyarakat, ya sudah," ucapnya. 


Adapun menurut Wijo, umur Ketua RT dan RW di Desa Wasiat paling muda berusia 40-an dan yang tertua hampir mendekati 65 tahun. 


Sementara itu, saat ditanya terkait adanya isu politik, Wijo mengaku tidak mengetahui. Lalu, saat disinggung alasan mengundurkan diri karena sifat galak Kepala Desa, ia pun juga menampik. 


"Kalau Bu Kades galak itu sudab biasa bukan hal aneh. Kami bisa menghadapi itu. Cuma, saya sendiri yang merasa kurnag cekat-ceket (sat-set) dan kurang cepat dalam bekerja, jadi mengundurkan diri," bebernya. 


Adapun, apabila pengunduran dirinya diterima. Wijo menyampaikan akan kembali beraktivitas sebagai buruh tani. (Tribunjogja.com/drm)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved