Pilpres 2024

Ketua KPU Disanksi DKPP Soal Pendaftaran Capres-cawapres,  Mahfud: Pencalonan Mas Gibran Tetap Sah 

Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menghadiri diskusi Tabrak Prof, di Koat Kopi di Kledokan

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNjogja.com/Ahmad Syarifudin
Prof Mahfud MD, Cawapres Nomor urut 03, saat menghadiri diskusi Tabrak Prof, di Koat Kopi, Kledokan Caturtunggal Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Senin (5/2/2024) malam. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN-- Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menghadiri diskusi Tabrak Prof, di Koat Kopi di Kledokan, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta Senin (5/2/2024) malam.

Pada diskusi tersebut, pasangan dari calon Presiden Ganjar Pranowo itu banyak menjawab pertanyaan dari para peserta yang datang. 


Satu di antara pertanyaan yang muncul dari peserta adalah bagaimana pencalonan Gibran, pasca Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan terakhir kepada Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Capres- Cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.


 "DKPP (dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), hari ini memutuskan Pak Hasyim Asy'ari, Ketua KPU, telah melanggar kode etik, ketika menerima pencapresan Mas Gibran. Bagaimana, ketika kemarin putusan MK sudah pelanggaran etik berat, kini KPU-nya pelanggaran kode etik, lalu status Mas Gibran seperti apa?," tanya Erlian, salah satu peserta Tabrak Prof. 


Pertanyaan itu membuat suasana diskusi menjadi riuh. Mahfud MD juga sempat tertawa. Cawapres nomor urut 03, yang juga mantan Ketua MK (2008-2011) itu kemudian menjawab. Menurut dia, secara hukum prosedural, pencalonan Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi cawapres nomor urut 02, tentu sudah sah. 


"Apapun putusan dewan kehormatan penyelenggaraan Pemilu itu tidak akan, secara hukum ya, tidak akan mempengaruhi prosedur yang telah ditempuh oleh saudara atau Mas Gibran, karena DKPP itu mengadili pribadi, mengadili pribadi-pribadi anggota KPU bukan keputusan KPU-nya yang produknya itu tidak dimasalahkan. Ini yang pribadi Hasyim Ashari bersalah, yang lain juga bersalah," katanya. 


Lebih lanjut, Mahfud juga mengungkapkan, bahwa KPU ini sudah berkali-kali melakukan pelanggaran. Ketika terjadi pelanggaran kemudian diberitahu hanya diperbaiki namum tidak ada perbaikan berikutnya. Bahkan, Ketua KPU, Hasyim Asy'ari menurutnya sudah dua kali mendapatkan sanksi peringatan keras karena melakukan pelanggaran berat. Jika melakukan pelanggaran sekali lagi maka harus diberhentikan dari KPU. 


"Itu peraturannya. Sebab itu, KPU hati-hati dari sekarang," kata dia. 


Mahfud juga mengumpumakan, sanksi dari DKPP ini serupa dengan kasus Mahkamah Konstitusi saat mengadili putusan MK nomor 90 soal usia Capres-cawapres. Yang mana, pembuatan keputusannya itu dianggap melanggar etika yang sangat berat sehingga pencalonan Gibran Rakabuming Raka, dinyatakan lolos dengan cara melanggar etika. Akan tetapi menurut konstitusi, keputusannya memang tetap berjalan, tetapi yang dihukum adalah siapa-siapa yang melanggar. 


"Itulah sebabnya uncle (paman) Usman lalu diberhentikan (dari Ketua Hakim Konstitusi). Itu jelas (karena) melanggar etika berat," katanya. 


Saat ini Hakim Utsman disebut mengadu lagi ke PTUN agar pencopotannya, sebagai Ketua MK dibatalkan. Menurut Mahfud, hal tersebut juga keliru. Sebab, PTUN itu hanya mengadili keputusan tata usaha negara yang bersifat konkret, individual dan final. Sedangkan keputusan MKMK ini bukan keputusan tata negara melainkan keputusan profesional dewan etik. 


"Sehingga PTUN jangan main-main untuk mencoba mengabulkan permohonan uncle Usman ini," ujar dia. (Rif)
 

--

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved