Wagub DIY Usulkan Local Wisdom sebagai Sarana Edukasi Keluarga Guna Tekan Angka Prevalensi Stunting

Angka prevalensi stunting di DIY berada di angka 16,4 persen dan menjadi 5 besar terendah di Indonesia.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Humas Pemda DIY
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, menerima audiensi Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, di Gedhong Pare Anom, Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Kamis (1/2/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, mengusulkan untuk melibatkan local wisdom guna menekan prevalensi stunting.

Menurut Sri Paduka Paku Alam X, local wisdom penting dilakukan karena dapat menjadi alternatif kreatif untuk mengedukasi keluarga.

Hal tersebut disampaikan KGPAA Paku Alam X saat menerima audiensi Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo di Gedhong Pare Anom, Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Kamis (1/2/2024).

Dalam kesempatan tersebut, turut dipaparkan bahwa prevalensi stunting di DIY berada di angka 16,4 persen dan menjadi 5 besar terendah di Indonesia.

Angka ini jauh di bawah prevalensi stunting nasional yaitu 21,6 persen.

Atas laporan tersebut, KGPAA Paku Alam X sangat mengapresiasi, namun juga akan terus mendorong penekanan angka stunting di DIY.

Mengingat, meskipun sudah jauh di bawah prevalensi nasional, namun DIY tetap harus menurunkan sebanyak 2 persen lagi, sehingga menyentuh angka target prevalensi stunting nasional yaitu 14 persen.

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo mengatakan, dirinya optimis bahwa angka tersebut bisa dicapai DIY dengan tidak terlalu sulit.

Untuk mempercepat penekanan angka stunting, Hasto mengatakan agar dilakukan pencegahan dini.

Calon pengantin harus dikawal dan diberi arahan, dengan menggandeng KUA.

"Calon pengantin ini kesadarannya harus digalakkan lagi, karena saat ini sekitar 20.000 yang nikah di tahun 2023, yang terdaftar di Simkah ini, yang periksa darah dan sebagainya baru sekitar 4000. Jadi baru 20,5 persen itu yang perlu kita galakkan," kata Hasto.

Terkait usulan KGPAA Paku Alam X untuk melibatkan local wisdom sebagai alternatif edukasi keluarga guna menekan angka prevalensi stunting, Hasto menilai bahwa budaya memang menjadi senjata ampuh untuk edukasi kepada masyarakat.

"Kalau misalnya tingkep atau 7 bulanan, itu kita bisa adakan tingkep massal, kemudian sambil dikasih edukasi harus bagaimana. Kalau sudah tingkep atau 7 bulanan, kepala (bayi) harus sudah di bawah, berarti kalau belum namanya sungsang, jadi nanti habis tingkep PR-nya nungging supaya tidak sungsang," papar Hasto.

Mengawinkan momentum antara budaya dengan kondisi medis ini menurut Hasto menjadi hal yang sangat baik.

Mengingat, masing-masing daerah memiliki karakter budaya yang berbeda dan beragam.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved