Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Pengamat Energi UGM Sebut Pembatasan LPG 3 Kg dengan KTP Tidak Efektif

Pemerintah membatasi pembelian LPG 3 Kg mulai 1 Januari 2024, dengan pencocokan data konsumen, setelah menunjukkan KTP di pangkalan resmi. 

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
Istimewa
Ilustrasi stok LPG atau Elpiji subsidi 3 KG. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah membatasi pembelian LPG 3 Kg mulai 1 Januari 2024.

Pembatasan tersebut dilakukan dengan pencocokan data konsumen, setelah menunjukkan KTP di pangkalan resmi. 

Penyaluran LPG 3 Kg hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang telah terdata.

Sementara pengguna yang belum terdata, dapat bertransaksi setelah mendaftar dengan dibantu oleh subpenyalur atau pangkalan.

Menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi, MBA., kebijakan pembatasan dengan KTP tidak efektif.

Menurut dia, sejak awal sistem subsisdinya diubah. 

Saat ini, pemerintah menggunakan sistem terbuka, yang memberikan subsidi kepada komoditas dengan menurunkan harga.

Sistem terbuka ini berpeluang untuk disalahgunakan.

Apalagi pembatasan dilakukan dengan menunjukkan KTP atau KK. 

"KTP ini kan tidak menunjukkan penghasilannya berapa, berhak atau tidak, tidak menunjukan apa-apa. Semua orang punya KTP, ya tentunya bisa beli juga. Dulu pembatasannya mau pakai MyPertamina, tetapi kan berbasis aplikasi, tidak semua orang miskin bisa pakai aplikasi. Kemudian  diganti dengan KTP, menurut saya tidak efektif. Masih ada peluang penyalahgunaan," katanya, Selasa (09/01/2024). 

Baca juga: Aturan Baru Pembelian Gas LPG 3 Kg Mulai 1 Januari 2024, Wajib Terdaftar di Merchant App Pertamina

"Kalau terbuka pasti akan salah sasaran. Kalau by target, konsumen yang berhak yang kategori miskin atau rentan miskin yang mendapatkan. Target ini kan dasarnya bisa pakai data Kementerian Sosial, sudah ada by name by address. Selama ini digunakan untuk BLT atau bansos, ya gunakan itu saja," sambungnya. 

Ia menilai pendataan ulang yang dilakukan Pertamina buang-buang waktu.

Sementara Kementerian Sosial sudah memiliki data, sehingga hanya perlu duplikasi sistem saja. 

Disparitas harga LPG subsidi dan non subsidi juga tinggi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved