Human Interest Story
Berkat KUR BRI, Gondrong Kini Jadi Bos Angkringan
Sriyanto alias Gondrong (37) termasuk pelaku UMKM yang merasakan betul manfaat program KUR dari BRI.
Penulis: Sigit Widya | Editor: Sigit Widya
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia atau BRI benar-benar bermanfaat bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berkat bantuan permodalan dari BRI, usaha mereka menjadi berkembang sehingga bisa menyejahterakan.
Sriyanto alias Gondrong (37) termasuk pelaku UMKM yang merasakan betul manfaat program KUR dari BRI. Ia mengembangkan usaha angkringan menggunakan modal pinjaman berbunga rendah dari bank pelat merah tersebut. Bahkan, sampai kini, ia masih mengakses KUR dari BRI untuk perluasan pasar.
Minggu (3/12/2023) malam lalu, Gondrong terlihat sibuk meladeni para pelanggan angkringan miliknya yang berada persis di sudut perempatan utama Pasar Sleman, Jalan Letkol Subadri, Padukuhan Kalakijo 1, Dusun Srimulyo, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Puluhan orang tampak berjubel, duduk berdempetan di empat kursi panjang maupun gelaran tikar yang tersedia di angkringan milik Gondrong. Ada yang sedang menyantap nasi kucing (nasi bungkus khas angkringan, Red), ada yang menikmati mi instan rebus. Sebagian lagi tengah asyik menyeruput teh panas.
Gondrong cukup cekatan membuatkan satu per satu pesanan para pembeli. Sesekali, ia melempar candaan untuk mencairkan suasana sekaligus menambah keakraban. Tak sedikit pula pelanggan yang memilih untuk memesan dan membawa pulang wedhang (minuman) jahe asli yang diseduh langsung dari ceret.
“Harga nasi oseng tempe, nasi sambal teri, dan nasi oseng kacang panjang cuma Rp2.500 per bungkus. Teh panas, es teh, jeruk panas, es jeruk, wedhang jahe, saya jual Rp3.000. Susu jahe saya jual Rp5.000. Sate usus, sate ati, ceker bacem saya jual Rp1.000 sampai Rp2.500,” katanya kepada Tribunjogja.com.
Gondrong membuka usaha angkringan sejak 2007 atau sekitar 15 tahun silam. Sebelumnya, ia bekerja sebagai kernet, menemani sang ayah yang telah puluhan tahun menjadi sopir bus trayek Kabupaten Sukoharjo-Lampung. Merasa lelah dan butuh perbaikan nasib, ia memutuskan beralih membuka angkringan.
Kenapa pilih membuka angkringan, bukan usaha lain? Gondrong berasal dari Dusun Pilangsari, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Mayoritas pengusaha angkringan di Indonesia adalah warga Kecamatan Bayat. Mereka menjalankan usaha itu turun-temurun sejak puluhan tahun lalu.

Baca juga: Self Payment Service BRI Dukung Digitalisasi Pelayanan dan Pembayaran di RS Panti Rapih
Nah, saat akan membuka angkringan, Gondrong hanya punya tabungan Rp3 juta sebagai modal. Uang sebanyak itu tentu tak cukup untuk membeli gerobak berbahan kayu jati, gelas, mangkuk, ceret, dan perlengkapan lain. Untuk menutup kekurangan dana, ia meminjam uang dari orangtua sebesar Rp4 juta.
“Sebelum di Pasar Sleman, saya membuka angkringan di Jalan Raya Semarang-Solo, tepatnya Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pendapatan bersih saya lumayan. Rata-rata Rp150 ribu per malam. Cuma, karena saya masih muda, belum berkeluarga, dan suka keluyuran, uang itu habis sia-sia,” ujarnya.
Tanpa malu, Gondrong mengaku ketika itu selalu menggunakan uang hasil jerih payah untuk mabuk-mabukan. Uang yang diperolehnya tak terkumpul. Alih-alih memperbaiki nasib, ia justru tertatih menjalankan usaha. Ia sempat berutang sana-sini sampai menumpuk supaya bisa tetap berjualan nasi kucing.
Titik balik
Sampai suatu waktu, ia tak lagi punya uang dan usaha angkringan terancam gulung tikar. Tak ingin menjadi pengangguran, ia memberanikan diri berterus terang kepada keluarga besar tentang kondisi yang dialami. Nasib baik ternyata masih bersamanya. Orangtua menyarankannya utang ke bank pakai agunan.
Berbekal sertifikat pekarangan milik orangtua seluas 600 meter persegi yang berlokasi di Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Gondrong mencoba peruntungan dengan mengajukan pinjaman ke BRI. Ia mengakses KUR BRI dengan plafon Rp15 juta. Ia memilih tenor atau jangka waktu pelunasan 18 bulan.
Pada 2013, ia mengajukan KUR di BRI Unit Bayat II, tidak jauh dari tanah kelahiran. Di sana, ia dilayani oleh pegawai nan ramah. Bahkan, di sana, ia bisa berkonsultasi sebelum memutuskan mengambil kredit bunga ringan. Dengan begitu, ia semakin yakin, tak akan salah pilih plafon dan tenor pinjaman.
“Angsurannya sekira Rp900 ribu per bulan. Bunganya sangat rendah. Kalau dihitung, total bunga yang harus saya bayarkan sampai lunas cuma Rp1,2 juta. Karena ada tanggungan utang, saya harus konsekuen. Saya harus serius menjalankan usaha dan meninggalkan kebiasaan lama,” terang Gondrong.
Keputusan tersebut ternyata menjadi titik balik bagi Gondrong. Lulusan sebuah SMK swasta di Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, itu mulai merasakan perubahan hidup. Tidak hanya berhenti keluyuran dan mabuk-mabukan, ia juga lebih bersemangat dalam mencari nafkah.

Baca juga: Nasabah BRI Yogyakarta Bahagia Dapat Hadiah Mobil dan Motor
“Saya merasa punya tanggung jawab. Sejak saya memiliki utang, ada gereget untuk bekerja lebih tekun. Saya pun bisa mengumpulkan uang dari keuntungan berjualan. Saya menggunakannya untuk mengembangkan usaha, membuka angkringan di tempat lain,” sambung Gondrong, yang kini punya dua anak.
Saat ini, pria berambut gondrong kelahiran 3 Juni 1985 tersebut mempunyai empat angkringan, masing-masing di Kabupaten Boyolali, Pasar Sleman, Jalan Magelang, dan Kota Salatiga. Dalam mengembangkan usaha, selain memakai uang tabungan, ia tetap memanfaatkan pula program KUR dari BRI.
“Setiap sore hingga dini hari, saya berjualan di perempatan Pasar Sleman. Tiga angkringan lain saya percayakan kepada kawan dan saudara. Mereka setor pemasukan per minggu. Nominalnya, ya, lumayan. Saya bisa merenovasi rumah, bahkan membeli sawah milik saudara di kampung,” beber Gondrong.
Ia sekarang masih punya kewajiban empat angsuran KUR BRI di BRI Unit Bayat II. Plafonnya Rp20 juta dengan tenor 18 bulan. Angsuran yang harus ia setor Rp1,2 jutaan per bulan. “Setelah lunas, saya akan mengajukan lagi untuk buka angkringan kelima. Toh, bunganya sangat rendah,” kata Gondrong.
Hal serupa dirasakan oleh Arif Yulianto. Sempat terpuruk menjalankan usaha, ia sekarang sukses berjualan ayam kremes setelah mendapat suntikan KUR dari BRI. Kini, ia mempunyai empat usaha ayam kremes, yakni di Jalan Magelang, Food Court Pandowoharjo Sleman, Babarsari, dan Pasar Cebongan.
“Awalnya, saya mendirikan usaha pakai uang tabungan. Ternyata, modal pas-pasan membuat usaha saya sulit berkembang. Bahkan, tak jarang, saya utang ke pinjaman online untuk tombok gaji dua karyawan. Saya sempat putus asa dan berencana merantau ke Kalimantan,” kata pria berusia 42 tahun itu.
Berkat saran seorang teman, saya kemudian mengajukan KUR ke BRI Unit Sleman. Kebetulan, teman Arif tersebut sudah mengakses KUR dari BRI. “Alhamdulillah, usaha ayam kremes saya berkembang pesat. Hanya dalam waktu dua tahun, saya sudah mempunyai empat usaha ayam kremes,” ucapnya.

Baca juga: BRI Regional Yogyakarta Salurkan Kredit Rp67,4 Triliun hingga April 2023, 89 Persen untuk UMKM
Komitmen BRI
Terpisah, Regional CEO BRI Yogyakarta, John Sarjono, menyatakan bahwa perseoran sangat komitmen dengan pengembangan UMKM. Ia menyebut, saat ini sekitar 70 persen nasabah BRI berasal dari sektor UMKM. Karenanya, BRI kian bersinergi dengan banyak pihak untuk fokus memajukan UMKM.
“UMKM harus naik kelas dan mandiri. Untuk mewujudkannya, BRI menyediakan kredit bunga ringan. Tapi, pembinaan UMKM tak cukup dengan pemberian kredit. Agar UMKM lebih maju, harus ada proses inklusi dan literasi guna meningkatkan kemampuan manajemen,” ujarnya, baru-baru ini di Sleman.
John mengemukakan, penyaluran kredit BRI pada 2023 ditarget Rp76,7 triliun. Dari jumlah itu, mayoritas untuk UMKM di segmen mikro dan small medium enterprise atau SME. Total kredit tersebut disalurkan ke seluruh wilayah DIY, Karesidenan Banyumas, Kedu, dan Solo Raya di 33 kantor cabang utama.
“Nomimal kredit untuk UMKM di segmen mikro mulai Rp10 juta hingga Rp500 juta. Kendati begitu, setelah dibentuk Holding Ultra Mikro antara BRI dengan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero), penyaluran kredit juga menyasar nominal di bawah Rp10 juta,” kata John.
Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan, realisasi penyaluran kredit oleh perseroan hingga akhir September 2023 mampu tumbuh 12,53 persen secara tahunan menjadi Rp1.250,72 triliun. Pencapaian itu di atas target. Pertumbuhan kredit BRI pun diyakini akan terus berlanjut hingga akhir 2023.
“Penyaluran kredit UMKM BRI tumbuh 11,01 persen dari semula Rp935,86 triliun pada akhir kuartal III-2022 menjadi Rp1.038,90 triliun pada akhir kuartal III-2023. Porsi kredit UMKM BRI mencapai 83,06 persen dibanding keseluruhan kredit BRI,” urai Sunarso lewat keterangan tertulis, belum lama ini.
Ia menambahkan, keberhasilan BRI dalam menyalurkan kredit kepada debitur diimbangi dengan manajemen risiko yang cukup baik. Sebagai bukti, kualitas kredit atau non-performing loan (NPL) BRI tercatat hanya 3,07 persen atau lebih baik ketimbang NPL pada periode sama tahun lalu sebesar 3,09 persen.

Baca juga: Panen Hadiah Simpedes BRI Yogyakarta Cik Di Tiro, Hartono Nasabah KCP Colombo Raih Mobilio
“Kami optimistis menghadapi sisa 2023 dengan mencatatkan kinerja keuangan cemerlang. Kami siapkan dua strategi. Pertama, BRI menaikkelaskan nasabah eksisting dengan berbagai program pemberdayaan dan pendampingan. Kedua, BRI mencari sumber pertumbuhan baru di segmen ultramikro,” katanya.
BRI menyasar segmen ultramikro lewat Holding Ultra Mikro bersama PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero). Hingga September 2023, Holding Ultra Mikro berhasil mengintegrasikan lebih dari 37,3 juta nasabah peminjam dengan outstanding kredit dan pembiayaan Rp614,9 triliun.
Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, menjelaskan, sampai triwulan III-2023, debitur baru KUR mengalami pertumbuhan, yakni mencapai 105,82 persen atau melampaui target dari pemerintah. Secara lebih konkret, debitur baru KUR BRI hingga triwulan III-2023 tercatat 1,44 juta dari target 1,36 juta debitur.
Pada periode Januari-September 2023, BRI berhasil menaikkelaskan pelaku usaha sebanyak 2,3 juta debitur. Rinciannya, 351 ribu pelaku usaha naik kelas dari KUR Super Mikro ke KUR Mikro. KUR Mikro ke KUR Kecil mencapai 1,9 juta debitur, sedangkan KUR Kecil ke Kredit Komersial 13.000 debitur. (*)
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor |
![]() |
---|
Cerita Siswi Sekolah Rakyat di Bantul, Sempat Susah Tidur dan Kangen Rumah |
![]() |
---|
Cerita Faishal Ahmad Kurniawan, Putra Bantul yang Lolos Jadi Anggota Paskibraka Nasional 2025 |
![]() |
---|
KISAH Mbah Sutarji, Pejuang Penambal Jalan Berlubang yang Ikhlas Tanpa Minta Imbalan |
![]() |
---|
Kisah Putri Khasanah, Anak Pedagang Asongan di Bantul yang Bisa Kuliah Gratis di UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.