Kisah Rohimin, Tunanetra Eks Tukang Pijat Pelita Jaya dan Bima Sakti

Selain Rohimin, Abah dan Ubai juga menjadi tukang pijat para pemain Pelita Jaya ketika itu.

Editor: Sigit Widya
TRIBUN NETWORK/DOMU D AMBARITA
Rohimin menemani Asmani yang dirawat di RS Hermina, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (4/12/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Piala Dunia U-17 rampung digelar. Tim Nasional Jerman U-17 menjadi jawara usai mengalahkan Prancis lewat drama adu penalti di Stadion Manahan, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (2/12/2023) malam.

Sebagai tuan rumah, Timnas U-17 Indonesia asuhan Bima Sakti bertanding tiga laga pada babak penyisihan dengan nilai dua, hasil dua kali seri dan sekali kalah.

Bicara tentang Bima Sakti, seorang pria bernaman Rohimin (52) mengaku kenal dan pernah cukup dekat.

Sampai-sampai, ia sulit melupakan sosok Bima Sakti.

Rohimin pernah menjadi tukang pijat atau maseur para pemain klub sepak bola Pelita Jaya.

Pelita Jaya pernah menjadi klub besar, berdiri pada 1986, dan kental mewarnai perjalanan kompetisi sepak bola Indonesia.

Kiprah perdana Pelita Jaya adalah pada era Galatama.

“Saya susah melupakan Bima Sakti. Ia orang yang baik,” ujar Rohimin saat berbincang dengan Wartakotalive.com, Tribun Network, di rumah kontrakan di Jalan Tifa Raya, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, pekan lalu.

Baca juga: Timnas U-23 Indonesia Masuk Grup Berat di Piala Asia U-23 2024, Ini Lawan-lawan Skuat Garuda Muda

Rohimin beserta sang istri Asmani (47) adalah tukang pijak tunanetra.

Mereka saling kenal ketika sama-sama menjadi peserta kursus pijat di suatu tempat di Bekasi, Jawa Barat.

Mereka kemudian menikah pada 1999.

Kini, mereka membuka panti pijat tunanetra “Jasa Sehat” di sebuah rumah kontrakan.

Rohimin dan Asmani dikaruniai dua anak.

Anak pertama bernama Dika (19), seorang mahasiswa semester III.

Anak kedua bernama Selfie, siswa kelas 11 atau kelas dua di sebuah SMK.

Rohimin sempat menjadi tukang pijat beberapa penggawa Timnas Indonesia.

“Ansyari Lubis, Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, Eko Purjianto, dan Gusnedi Adang,” kata Rohimin.

Pada 1997, saat tengah mengikuti kursus menjadi tukang pijat di sebuah lembaga di Bekasi, ia nekat melamar ke Pelita Jaya.

Ia membawa surat lamaran yang disusun oleh seorang kawan.

Baca juga: Timnas Indonesia di Dasar Klasemen Sementara, Shin Tae-yong Masih Optimis Lolos Putaran Ketiga

Surat tersebut ia bawa sendiri ke mes Pelita Jaya.

Ia pun diterima.

“Saya satu tahun bekerja sebagai tukang pijat pemain Pelita Jaya. Kami tinggal di mes Pelita Jaya di Sawangan, Kota Depok," ucapnya.

Selain Rohimin, Abah dan Ubai juga menjadi tukang pijat para pemain Pelita Jaya ketika itu.

“Mereka normal. Hanya saya yang tunanetra. Saat krisisi moneter pada 1998, para karyawan dihentikan, termasuk saya,” katanya.

Sebelumnya, lelaki asal Bengkulu tersebut mengaku gemar mendengar siaran laga sepak bola di radio.

Ia juga kerap mendengar riuh-rendah suara pertandingan melalui televisi.

Seiring waktu, ia menjadi hapal dan akrab dengan beberapa pesepak bola nasional.

Ia mengikuti perkembangan pemain-pemain muda yang tergabung dalam proyek pembinaan Timnas Primavera.

Kala itu, induk cabang olahraga sepak bola, yakni Persatuan Sepakbola Seluruh Indoensia, mengirim tim usia muda untuk berlatih dan berkompetisi di Italia.

Di Negeri Pizza, mereka ikut laga Kompetisi Primavera.

Tim itu kemudian dikenal dengan nama PSSI Primavera.

Baca juga: Profil Bima Sakti Tukiman yang Ditunjuk Erick Thohir Jadi Pelatih Timnas Indonesia Piala Dunia U17

Para pemain yang masuk dalam angkatan pertama adalah Kurnia Sandi dan Ari Supriarso (kiper).

Pemain belakang adalah Gusnedi Adang, Anang Ma'ruf, Eko Purjianto, Yeyen Tumena, Dwi Prio Utomo, Fauzi Irfan, Supriono.

Di barisan gelandang, ada Bima Sakti, Nurul Huda, Frido Yuwanto, Trimur Vedayanto, Dedy Umarella, Ismayana, Ilham Romadhona, dan Arisandi.

Untuk sektor depan, terdapat nama Dian Irsandi, Ferry Taufik, Kurniawan Dwi Yulianto, Indriyanto Nugroho, Asep Dayat, dan Irwan Fahrezie.

Belakangan, bergabung Aples Tecuari dan Alex Pulalo untuk menambah lini belakang, Chris Yarangga untuk sektor tengah, dan Andi Iswantoro di posisi kiper.

Dikutip dari data Tribunnews.com, proyek Primavera didanai oleh pengusaha Nirwan Bakrie.

Ia bekerja sama dengan Sampdoria, klub elite Italia saat itu.

Melalui Sampdoria, tim muda Indonesia bertanding di kompetisi Primavera musim 1993-1994.

Sepulang dari proyek Primavera, para pemain banyak bergabung dengan Pelita Jaya, yang notabene milik Nirwan Bakrie.

Baca juga: Kisah Di Balik Timnas U16 Juara: Kata-Kata Sakti Bima Sakti, Foto Wajah Hingga Orang Tua di Stadion

Rohimin wajar sulit melupakan kebaikan Bima Sakti.

“Saat waktu senggang, Mas Bima Sakti ajak saya jalan-jalan. Kadang ke mal, kadang menemaninya pacaran. Maaf, ya, Mas Bima, rahasia saya bongkar, nih," imbuh Rohim.

"Mas Bima baik. Ia mau menuntun saya dengan kondisi begini (tunanetra, Red). Kebaikan-kebaikan Mas Bima tidak bisa saya lupakan," sambungnya.

Hal lain yang menggembirakan, tatkala Bima Sakti dan kawan-kawan menang bertanding membela Pelita Jaya, tukang pijat ikut kebagian rezeki.

"Para pemain patungan, lalu uang diberikan kepada saya. Saya pernah mendapat Rp100 ribu. Jasa-jasanya tak saya lupa saya," ungkap Rohimin.

Rohimin sempat pula merawat burung Beo yang dibawa Bima Sakti dari Kalimantan.

Bima memang kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur.

“Burung Beo milik Mas Bima pintar omong. Bahkan, kata-kata jorok pun bisa. Ha-ha-ha...," katanya.

Rohimin mengaku terus mengikuti kiprah Bima Sakti yang kini melatih Timnas U-17.

Baca juga: Daftar Skuat Resmi Timnas U-17 Indonesia untuk Piala Dunia U-17 2023, Ada Tiga Pemain Diaspora

Rohomin memikili keterampilan pijak refleksi, pijat shiatsu (metode penyembuhan Jepang kuno), sport massage (pijat lelah, capai), maupun saraf terjepit.

Rohimin menerima panggilan ke rumah pasien.

Rohimin berpraktik di rumah kontrakan dengan lebar kurang lebih tiga meter, panjang sekitar lima meter.

Di ruang tamu,  ia menyediakan tempat tidur ukuran sedang untuk menerima pasien.

Biayai pendidikan anak

Seorang ibu berusia paruh baya turun dari boncengan sepeda motor, tepat di depan gerbang rumah.

Ia melangkahkan kaki secara perlahan dengan tangan meraba-raba pagar dan benda di sekitar teras rumah.

Ia mengarah ke mesin cuci yang terletak di teras beratap asbes.

"Adik (Selfie) apakah menjemur cucian, Kak?" tanya perempuan bernama Asmani, istri Rohimin, itu kepada Dika, putra sulung.

Andika baru saja menjemput Asmani di rumah pelanggan pijat.

Asmani sudah puluhan tahun berprofesi sebagai tukang pijat.

Baca juga: Bima Sakti Bingung Pilih Pemain Timnas U-16 Indonesia untuk Piala AFF U-16 2022, Ini Alasannya

Setelah Asmani dan Dika, masuk ke rumah, Rohimin, keluar ke teras. Ia mengenakan kacamata hitam. Tangannya meraba-raba dinding, aambil berjalan ke arah teras.

Saat berita ini ditulis, Senin (4/12/2023) sore, Asmani sedang menjalani perawatan di RS Hermina Depok.

“Istri sakit. Ia muntah-muntah dan lemas. Ia sudah dua hari dirawat di RS Hermina,” ujar Rohimin.

Ia lantas menceritakan kondisi perekonomian.

Hidup menjadi tukang pijat keliling, sambil menjual kerupuk, merupakan beban tersendiri baginya.

Sebab, dua anaknya kuliah dan sekolah.

“Dua tahun lalu, ada orang baik, mendorong anak saya kuliah. Setelah anak saya kuliah, orang tersebut membantu. Tetapi, setahun ini, ia menghilang. Putus kontak. Nomor saya juga diblokir. Saya tidak tahu sebabnya,” ujar Rohimin.

Sebagai informasi, biaya uang kuliah Dika sudah mendapat keringanan dari kampus berupa beasiswa.

Uang saku kuliah dan sekolah serta hidup sehari-hari untuk dua anaknya, Dika dan Selfie, Rohimin butuh dana sekitar Rp60 ribu.

“Terbilang kecil. Namun, bagi kami, sulit mendapatkan uang sebesar itu. Pekerjaan kami tidak menentu,” kata Rohimin sambil berharap uluran tangan dermawan. (Domu D Ambarita)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved