Puisi

Kumpulan Puisi Karya Wiji Thukul, Sosok yang Lantang Lontarkan Kritik Sosial Melalui Puisi

Berikut kumpulan puisi karya Wiji Thukul sastrawan sekaligus aktivis yang melalui puisi-puisi yang ditulis menjadi media untuk kritik keresahannya.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Kumpulan Puisi Karya Wiji Thukul 

TRIBUNJOGJA.COM - Siapa yang tidak kenal dengan sosok Wiji Thukul, seorang Sastrawan dan juga aktivis yang aktif melontarkan kritik melalui puisi-puisinya.

Wiji Thukul melalui puisi-puisinya menyuarakan kritik terhadap kondisi sosial dan politik.

Puisi Wiji Thukul menjadi salah satu penggerak massa yang tertindas pada masanya.

Namun, diduga karena aksinya yang begitu terang-terangan, pada tahun 1998 Wiji Thukul dikabarkan hilang dan hingga sekarang tidak pernah diketahui keberadaannya.

Wiji Thukul lahir pada 26 Agustus pada 1963 dengan nama Widji Widodo, hingga mendapatkan sebuah nama menjadi Wiji thukul oleh Cempe Lawu Warta, seorang anggota Bengkel Teater yang dikelola oleh WS Rendra.

Berikut contoh puisi-puisi karya Wiji Thukul, sosok penyair dan aktivis yang dikenal melalui puisi-puisinya penuh dengan kritik sosial dan politik.

1. Puisi Peringatan Karya Wiji Thukul

jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi

dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tidak berani mengeluh

itu artinya sudah gawat

dan bila omongan penguasa

tidak boleh dibantah

kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: lawan!


2. Puisi Aku Dilahirkan Di Sebuah Pesta Yang Tak Pernah Selesai Karya Wiji Thukul

aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai

selalu saja ada yang datang dan pergi hingga hari ini

ada bunga putih dan ungu dekat jendela di mana

mereka dapat

memandang dan merasakan kesedihan dan kebahagiaan

tak ada menjadi miliknya

ada potret penuh debu, potret mereka yang pernah hadir

dalam pesta itu entah sekarang di mana setelah mati

ada yang merindukan kubur bagi angannya sendiri

yang melukis waktu sebagai ular

ada yang ingin tidur sepanjang hari bangun ketika hari

penjemputan tiba agar tidak merasakan menit-menit

yang menekan dan berat

di sana ada meja penuh kue aneka warna, mereka

menawarkannya

padaku, kuterima kucicipi semua, enak!

itulah sebabnya aku selalu lapar

sebab aku hanya punya satu, kemungkinan!

Tuhanku aku terluka dalam keindahan-Mu.

3. Puisi Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu Karya Wiji Thukul

jangan terus tindas rakyat yang membisu

jika demikian

kalian seperti membangun bendungan yang bakal jebol

arus menggasak

hingga tamatlah kekuasaanmu

jangan jadikan rumahmu gudang penuh

barang mewah dan timbunan bahan makanan

jangan sanak familimu kaya karena bintang bintang pangkatmu

jika demikian

kalian telah melahirkan musuh bagi anak cucumu

janganlah rampas tanah rakyat

jangan abaikan kepentingannya

sebab tanah adalah bumi tempat ibadah kepada tuhannya

tempat memuliakan dirinya dengan kerja

jika itu kau lakukan

berarti telah kau tabur sendiri

iman kekacauan di negeri ini

jangan redam pikiran rakyat dengan paksa

jangan coba bikin ketentraman dengan penuh dengan ancaman

jika demikian

berarti kalian telah menggugah

raksasa yang tidur di bawah

selimut kedamaian palsu

maka pada saat itulah

sejarah akan kembali membacakan

kisah kisah tirani: Yang Harus Diturunkan!

4. Puisi Tong Potong Roti Karya Wiji Thukul

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini datang gantinya

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

bagi-bagi tanahnya

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

siapa beli gunungnya

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini indonesia

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini siapa yang punya

(Tribunjogja.com/ MG Anggita Pertiwi)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved