Komentar Anwar Usman Setelah Dicopot Jabatannya dari Ketua MK

Menyikapi putusan MKMK tersebut, Anwar Usman mengaku akan mematuhi dan tunduk terhadap putusan MKMK tersebut.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Kompas.com/C. Ristianto
Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman akhirnya buka suara setelah dicopot jabatannya melalui putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa (7/11/2023) kemarin.

Dalam sidang putusan MKMK tersebut, Anwar Usman terbukti melanggar etik berat dalam memutus perkara uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menyikapi putusan MKMK tersebut, Anwar Usman mengaku akan mematuhi dan tunduk terhadap putusan MKMK tersebut.

Termasuk dalam hal keterlibatan dirinya dalam mengadili perkara-perkara tertentu di MK.

"Ya lihat jenis perkaranya," kata pria kelahiran Bima, NTT itu seperti yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/11/2023).

Sementara terkait dengan pencopotannya dari jabatan Ketua MK, Anwar Usman menyebut jabatan merupakan amanah milik Allah.

"Kan saya sudah bilang, jabatan milik Allah," ujar Anwar kepada wartawan.

"Enggak ada komentar. Ya sudah, kan, sudah dengar," imbuh adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut.

Sebelumnya diberitakan, majelis MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Putusan ini diketuk oleh MKMK dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Baca juga: Hasil Sidang Etik MKMK : Anwar Usman Diberhentikan dari Jabatan Ketua MK, Ini Alasannya

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusan.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.

Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.

Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Terlebih, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000, mengakui dirinya adalah pengagum Gibran.

Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun. (*)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved