Serangan Hamas ke Israel
Kisah Jurnalis di Gaza: Tiada Lagi Air Mata Tersisa, Hanya Kepingan Asa untuk Hidup Bahagia
Setiap hari di Gaza, harapan terbesar setiap warganya adalah bisa hidup dan tidak terima kabar kehilangan yang sangat besar, bukan hanya menerima
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM - Setiap hari di Gaza, harapan terbesar setiap warganya adalah bisa hidup dan tidak terima kabar kehilangan yang sangat besar.
Inilah kisah Maram Humaid, jurnalis Al Jazeera yang bermukim di Gaza.
Kisah ini sudah ia publikasikan di Al Jazeera berjudul No one is left to mourn in Gaza, as Israel’s bombs deliver daily death, Selasa (24/10/2023).
Ia mengatakan, Gaza adalah tempat di mana setiap panggilan telepon membawa berita tentang seseorang yang terbunuh, setiap pesan menyampaikan kehancuran rumah teman, dan setiap serangan udara mengirimkan getaran ketakutan ke dalam hati Anda.
Baca juga: Kisah Pilu Warga Gaza yang Kena Bom di RS Al-Ahli Arab: Kami Kira akan Aman di Rumah Sakit
Di negeri ini, rumah bukan lagi tempat perlindungan untuk hidup dan bersantai.
Itu adalah keberadaan yang berbahaya, dapat mengalami kehancuran mendadak tanpa peringatan.
Harapan terbesar yang dipegang teguh seseorang hanyalah tetap hidup bersama keluarga, menghindari kehilangan orang yang dicintai yang menyayat hati, atau menghadapi kematian kolektif.
Bayangkan keluarga-keluarga yang terhapus dari catatan sipil, dilenyapkan bersama-sama.
Pada pandangan pertama, hal ini tampak seperti sebuah bencana, namun jika diamati lebih dekat, hal ini menyerupai sebuah akhir yang tragis namun penuh belas kasihan di bawah pemboman yang tiada henti.
Tidak ada seorang pun yang tersisa untuk berduka.

Bisa dibilang, sebagian orang iri pada mereka yang menemukan akhir yang damai, melarikan diri dari kegilaan penembakan dan pembunuhan yang terus berlanjut.
Melihat berita dan menyaksikan kekacauan seputar truk bantuan yang memasuki Gaza, kita pasti akan mendapati bahwa prioritas dunia ini membingungkan.
Alih-alih berfokus pada upaya menghentikan perang, penekanannya tampaknya adalah pada pemberian bantuan.
“Apa yang lebih dibutuhkan rakyat Gaza daripada makanan, air atau bantuan lainnya adalah diakhirinya kekerasan, pertumpahan darah, dan kehancuran yang tidak masuk akal,” tulisnya.
Sekarang sudah hari ke-18 (sejak Israel membalas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023), dan selama tiga hari, aku tidak bisa membagikan catatan ini di buku harianku karena kurangnya akses internet.
Namun, meski berjalannya waktu, tidak ada perubahan signifikan.
Baca juga: KISAH Kesaksian Abdillah Onim, WNI yang Tinggal di Jalur Gaza Palestina Ceritakan Suasana Perang
Gaza masih terjebak dalam siklus kematian dan kehancuran yang berulang-ulang yang sudah biasa disaksikan oleh dunia.
Kematian setelah kematian
Beberapa waktu lalu, muncul berita yang menyayat hati tentang meninggalnya jurnalis Roshdi Sarraj, seorang sahabat karib.
Kejutan atas kehilangannya sulit diterima.
Pikiran terus tertuju pada istrinya, Shorouq, teman lainnya, dan putri mereka yang berusia satu tahun, Dania.
Sehari sebelumnya, saya dan saudara perempuan terbangun oleh berita yang lebih menyedihkan.
Sembilan keluarga teman saya telah terbunuh. Keluarga ini termasuk ibu, Nibal, dan putrinya, Saja, Doha, Sana, Mariyam, dan Lana, bersama putranya, Mohammed.
Mereka tewas setelah perintah Israel untuk meninggalkan Gaza mengirim mereka ke rumah kerabat mereka di Deir el-Balah.
Hanya Noor, seorang putri yang sudah menikah di Qatar, yang selamat dari tragedi ini.
Suara tangis Noor di telepon dari Doha, yang memohon agar kami mengambil foto keluarganya yang sudah dikubur dalam diam, mengingatkan kita pada kata-kata penyair Palestina Mahmoud Darwish: “Kematian tidak menyakiti orang mati, hanya menyakiti orang hidup.”
( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )
Kenapa Amerika Veto Resolusi DK PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza? Begini Penjelasannya |
![]() |
---|
9.227 Warga Gaza Tewas, Profesor Brown University: Ancaman Pembersihan Etnis dan Bahaya Genosida |
![]() |
---|
FAKTA-FAKTA Semangka Jadi Simbol Dukungan untuk Palestina, Sudah Digunakan Sejak Tahun 1967 |
![]() |
---|
Arti dan Cerita Semangka Sebagai Simbol Dukungan untuk Palestina: Punya Warna Sama Seperti Bendera |
![]() |
---|
Daftar 179 Negara di Sidang PBB yang Voting Gencatan Senjata Israel-Palestina 120 Setuju 14 Menolak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.