Terbelenggu PayLater, Guru Honorer Asal Klaten: Kalau Tidak Dikontrol Kita Bisa Ambrol Mak Prol
Sadari kemampuan diri sebelum utang, jangan sampai candu dan terbelenggu jika tak ingin ambrol mak prol tak mampu bayar cicilan.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Alifia Nuralita Rezqiana
Laporan Reporter Tribunjogja.com Alifia Nuralita Rezqiana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA – Kelompok generasi Millenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi Z (kelahiran 1997-2012) disebut lebih melek finansial daripada generasi sebelumnya, baik itu generasi X maupun Boomer.
Banyak generasi MZ (Millenial dan Z) yang sudah paham pentingnya menyimpan uang di tempat yang aman dan paham pula pentingnya meminjam uang di tempat terpercaya.
Namun, mencari tempat menyimpan uang dan tempat utang yang sudah terjamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nyatanya belum cukup.

Tawaran pinjaman online alias pinjol, termasuk layanan PayLater dari berbagai sumber kerap membuat para MZ terlena.
Iming-iming beli sekarang bayar nanti, sekaan sudah merasuk dalam hati generasi MZ.
Seperti itu pula yang dialami Nani, seorang guru honorer yang bekerja di sebuah sekolah menengah di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ketika dihubungi Tribunjogja.com, Rabu (30/8/2023) malam, guru honorer 26 tahun asal Kabupaten Klaten, Jawa Tengah itu mengaku terbelenggu layanan PayLater.
Ia membeli dan membayar berbagai hal saat ini, lalu membayarnya di kemudian hari, ketika gaji bulanan sudah dikantongi.
Kalau tidak bisa kontrol nanti ambrol ‘mak prol’
“Kalau tidak bisa kontrol (PayLater) nanti ambrol mak prol,” begitu kata pria asal Klaten yang akrab disapa Pak Nan meski usianya masih tergolong muda.
Pak Nan sadar betul tentang betapa ngeri fasilitas PayLater yang digunakannya.
Kepada Tribunjogja.com, Pak Nan mengaku sudah bertahun-tahun lamanya memakai GoPayLater dari aplikasi GoJek.
Penghasilan Pak Nan sebulan sedikit lebih besar daripada upah mininum kota (UMK) Yogyakarta, namun limit atau batas maksimal PayLater miliknya sudah mencapai Rp 9.000.000.
Sadar bahwa limit besar membahayakan dirinya, Pak Nan pun mengatur agar limit PayLater yang ia pakai hanya sebatas Rp 500.000 saja per bulannya.
Godaan terbesar Pak Nan dalam menggunakan PayLater adalah membeli makanan dan membeli paket data internet.

“PayLater itu dibilang menyelamatkan hidup, ya benar sih menyelamatkan hidup,” katanya.
“Kalau bingung mau makan apa dan di dompet tinggal Rp 10.000, sebenarnya kalau cuma mau makan saja bisa sih, uang itu tadi kalau buat beli telur kan bisa dapat beberapa butir,” bebernya.
“Tapi kalau mau makan yang enak ya akhirnya PayLater. Kalau pakai PayLater bisa makan enak, bisa makan bakso dan lainnya,” tutur Pak Nan.
Selain untuk beli makanan, Pak Nan juga sering sekali menggunakan PayLater untuk membeli pulsa dan paket data. Baik itu untuk dirinya sendiri, untuk sang istri, atau orangtua.
Meski begitu, Pak Nan sadar bahwa ia harus mengontrol penggunaan PayLater.
“Tapi tetap harus dikontrol, biar apa? Biar besok pas gajian, uangnya nggak habis buat bayar PayLater doang,” ucapnya.
Menurut Pak Nan, barang-barang kecil yang sebenarnya tidak penting bisa jadi momok saat dibeli pakai PayLater.
Ia memberikan contoh, ketika membeli kipas angin murah meriah yang baru dipakai seminggu langsung rusak, padahal dibeli menggunakan PayLater.
“Kadang kita boros karena beli hal-hal tidak perlu. Contohnya, ingin kipas angin kecil, nanti beli, dapat yang nggak bagus, rusak, beli lagi,” kata Pak Nan.
“Terus jam dinding. Kadang kan kalau di toko online murah-murah, harganya masuk akal. Tapi ternyata saat dipakai hanya bisa bertahan dua hari, nanti mati,” imbuhnya.
“Membeli barang-barang yang tidak kita perlukan, beli barang-barang hanya karena lapar mata, ini lucu, itu lucu, nah tagihan PayLater ambrolnya di situ,” ungkap Pak Nan.
Pernah suatu ketika, Pak Nan ingin mencoba aplikasi pinjol yang menawarkan pinjaman cepat.
Tapi, ia mengurungkan niatnya karena takut tidak bisa melunasi tagihan.
Pak Nan juga mengaku belum pernah menggunakan PayLater untuk membeli barang elektronik mahal, entah itu televisi (TV) atau handphone (HP).
Alasannya sama, ia ketakutan tidak bisa melunasi pinjaman.
“Masih takut, karena tidak ada barang vital yang harus tak beli, masih bisa ditahan,” ujar Pak Nan.
Asal nekat beli barang, memang mudah dan bisa kapan saja dilakukan. Namun, urusan pelunasan, akan lain ceritanya.
“Tetap harus ada kontrol, bro. Nek ra ono kontrol yo ambrol (Kalau tidak ada kontrol, nanti ambrol),” ucap Pak Nan.
“Bener kuwi. Nek nggak dikontrol kita ambrol. Tenan kuwi. Morat-marit tenan kuwi gur gali lubang tutup lubang pak (Benar itu. Kalau tidak dikontrol bisa ambrol. Betulan itu. Benar-benar kacau balau, hanya gali lubang tutup lubang pak),” ujarnya.
Pemula berhati-hatilah, pengguna lama sebaiknya hentikan saja

Pak Nan berpendapat, penggunaan PayLater memang ngeri-ngeri sedap.
“Ya kadang, ngeri-ngeri sedap lah pakai PayLater itu,” kata guru yang tinggal di Kabupaten Sleman tersebut.
“Akhirnya nanti terjebak, bulan kemarin pakai PayLater, bulan besok saat gajian bayar PayLater. Hanya seperti itu siklusnya. Makanya benar-benar harus bijak saat pakai PayLater,” ucap Pak Nan.
Bagi mereka yang terbelenggu PayLater, Pak Nan berpesan agar sebisa mungkin berhenti dari kebiasaan memakai PayLater.
“Pengguna PayLater lama, sebaiknya Anda berhenti menggunakan PayLater,” kata Pak Nan sembari tertawa, seakan memberi pesan untuk dirinya sendiri.
“Kalau rasanya mendesak terus, harus pakai PayLater, itu gaji harus dievaluasi,” tegasnya.
“Kalau bisa berhenti (menggunakan PayLater) dan silakan mencari pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi,” ucap Pak Nan.
Sementara itu, bagi mereka yang masih awam dengan PayLater dan ingin mencoba menggunakan fasilitas tersebut, Pak Nan mengatakan selamat datang.
“Pengguna baru, welcome to the club (selamat datang di klub), yang pasti mengenal PayLater itu tidaklah jahat, serius,” katanya.
“Tapi, kamu harus bisa berpikir, kamu punya uang segini, butuh segini, ya bagaimana caranya agar tidak ambrol itu tadi,” pesan Pak Nan.
“Keinginan itu bisa ditekan dengan memilah dan memilih barang yang benar-benar diperlukan. PayLater itu nanti akan membantu jika keuangan kalian sangat kurang,” imbuhnya.
Pak Nan menilai, sering kali para pengguna PayLater hanya sekedar mengikuti tren tanpa pikir panjang.
Anak generasi MZ biasa menyebut aksi ini sebagai FOMO, kepanjangan dari istilah Bahasa Inggris “fear of missing out” yang artinya “takut ketinggalan”.
Kebiasaan FOMO inilah yang membuat para pengguna PayLater terbelenggu tagihan.
“Akhirnya ke-FOMO-an itu membawa kita ke dalam jurang PayLater yang paling dalam, ho’o to (iya kan)? Serius,” ungkap Pak Nan.
“Karena ya misalnya nggak dikontrol, ambrol mak prol tenan kuwi mau (runtuh, hancur lebur betulan itu tadi),” ucapnya.
Ukur diri sebelum utang, hindari gaya hidup melebihi kemampuan

Dihubungi Tribunjogja.com secara terpisah pada Rabu (30/8/2023), Account Officer Bank Bantul Siska Indratmi sependapat dengan Pak Nan.
Pegawai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berbasis di Kabupaten Bantul itu menilai, gaya hidup terlalu tinggi yang tak sesuai dengan nominal gaji kerap jadi momok bagi masyarakat.
Entah itu utang di bank, menggunakan PayLater, maupun utang melalui pinjol-pinjol yang tersedia, masyarakat terlena demi keinginan sesaat.
“Kalau orang pinjam, itu kalau bisa dia mengukur kemampuan,” kata Siska.
“Jadi maksud saya gini, setiap orang itu kan bisa mengukur kemampuan. Oh, saya itu biasanya pendapatannya sekian, berarti bisa menyisihkan sekian. Itu kan bisa diprediksi,” papar Siska.
“Misalnya usaha, per hari biasanya dapat Rp 100.000, sebulan kurang lebih Rp 3.000.000. Oh berarti kalau saya ambil (pinjaman) sekian, itu saya bisa mengangsur begitu,” jelasnya.
Namun, di lapangan lebih banyak nasabah yang kurang perhitungan.
Asal nekat meminjam uang tanpa menyadari kemampuan dirinya dalam membayar utangan. Terlebih, mereka yang meminjam lewat pijol.
Siska berpesan, agar tidak terbelenggu tagihan dan cicilan, para peminjam jangan sampai bergaya hidup melebihi kemampuan.
“Jangan bergaya hidup melebihi kemampuan, nek menurut saya lho (kalau menurut saya begitu),” tutur Siska.
“Jadi diusahakan, kalau bisa, kalau tidak terpaksa sekali, jangan pinjamlah. Jadi lebih baik itu sebenarnya investasi menabung. Jadi kalau tidak terpaksa sekali jangan meminjam,” jelasnya.
“Kalau terpaksa sekali harus pinjam, diukur juga kemampuannya. Jangan ming waton ‘wah, limit kreditku tekan semene’ (hanya asal ‘wah limit kreditku sampai sekian’) tapi dia penghasilannya tidak tetap, misalnya,” pesan Siska.
“Itu kan mempengaruhi BI checking dia, nama baik dia, masa depan dia juga. Intinya, mengukur dirilah, jangan takabur begitu,” kata Siska.
Terkadang, PayLater bisa menyelamatkan dari masalah genting yang memang diperlukan.
Namun, ketika penggunaan sudah lepas kendali tanpa melihat kemampuan diri, aneka pinjaman bisa menjadi ancaman yang menyeramkan. (Tribunjogja.com/ANR)**
PayLater
Pinjaman Online
pinjol
Lembaga Penjamin Simpan (LPS)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
guru honorer
Klaten
Kabupaten Sleman
Kabupaten Bantul
Kota Yogyakarta
Bank Bantul
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Tips Keuangan
Puncak Peringatan Hari Anak Nasional di Klaten, Ratusan Anak Dikenalkan PermainanTradisional |
![]() |
---|
Tarif Sewa Wisma PSIM Naik Jadi Rp300 Juta, Wali Kota Yogyakarta Buka Pintu Nego: Jangan Digusur |
![]() |
---|
Ada Program Layanan Dokter Spesialis Keliling di Klaten |
![]() |
---|
Cerita Supatmi Warga Klaten Menunggu 34 Tahun Diangkat Jadi Pegawai Negeri |
![]() |
---|
PPPK Tahap I Formasi 2024 di Klaten Terima SK Pengangkatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.