Lama Tak Terdengar, Kasus Eks Kepala Bea dan Cukai Yogya Eko Darmanto Masuk Tahap Akhir

KPK menyebutkan, penyelidikan mantan Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto sudah memasuki tahap akhir.

Editor: Agus Wahyu
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Eks Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto membantah pamer sejumlah barang mewah seperti mobil antik di media sosial, Selasa (7/3/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Lama tak terdengar perkembangan kasusnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, penyelidikan mantan Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto sudah memasuki tahap akhir.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK tinggal meminta konfirmasi dari Eko. Selain itu, KPK juga hanya perlu menggelar ekspose atau gelar perkara.

“Ya, jadi kan ada tahap pengakhiran. Di tahap ini juga ada, kita ada yang namanya gelar perkara, ekspose. Jadi, ekspose ini yang nanti ditentukan,” kata Asep kepada wartawan, Selasa (15/8/2023).

Untuk diketahui, dalam ekspose tersebut pimpinan KPK bersama pejabat struktural terkait, tim penyelidik, dan penyidik menentukan apakah perkara dimaksud ditemukan peristiwa pidana, cukup bukti dan bisa naik ke penyidikan.

Dalam ekspose itu juga ditetapkan pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Meski demikian, Asep enggan membeberkan kapan hasil penyelidikan Eko Darmanto akan dibawa ke ekspose.

Asep hanya menyebut, dugaan korupsi yang bisa menjerat Eko salah satunya adalah penerimaan gratifikasi. “Di antaranya begitu (gratifikasi),” tutur Asep.

Diberitakan sebelumnya, penyelidikan Eko Darmanto berawal pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut LHKPN Eko masuk kategori outlier atau menyimpang.

Sama halnya beberapa pejabat lainnya, kekayaan Eko diperiksa KPK karena ia memamerkan sejumlah mobil antik di media sosial. Kekayaan Eko yang dilaporkan sebesar Rp6.720.864.39. Namun, laporan kekayaan itu menjadi mencurigakan lantaran utangnya melonjak secara signifikan, yakni Rp9.018.740.000.

Utang Rp9 miliar itu dinilai tak sesuai penghasilannya sebagai aparatur sipil negara (ASN) dengan penghasilan Rp500 juta per tahun. “LHKPN beliau (Eko Darmanto) masuk kategori outlier karena utangnya yang besar Rp9 miliar," kata Pahala dalam konferensi pers di KPK, Rabu (8/3/2023) silam.

Menurut Pahala, Eko harta Eko mencapai Rp9 miliar karena memiliki perusahaan bersama satu orang rekannya. “Saham ini dicatat di surat berharga, tapi perusahaan ini sebenarnya kalau ada pekerjaan, butuh dana, maka beliau yang akan menyediakan dananya," kata Pahala.

"Untuk itu, beliau buka kredit, kalau kita bilang overdraft. Jadi, kredit Rp7 miliar jaminannya rumahnya. Kalau butuh uang, diambil seperlunya, kalau enggak butuh, ya 0 saja. Tetapi, karena overdraft-nya Rp7 miliar, beliau catat di LHKPN utang Rp7 miliar, jaminan rumah. Itu yang bikin utangnya tinggi. Menurut beliau itu," ujarnya lagi. (kpc)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved