Kasus Antraks di Gunungkidul

Bakteri Antraks yang Berubah Menjadi Spora Bisa Bertahan Ratusan Tahun di Tanah, Ini Penjelasannya

maka saat bertemu dengan udara, bakteri akan berubah menjadi spora dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. Spora sangat kecil dan tidak nampa

|
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Petugas Balai Besar Veteriner Yogyakarta saat akan mengambil sampel tanah yang tercemar Antraks di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Semanu, Rabu (05/07/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dosen Prodi Doktor Ilmu Peternakan UGM, Ir. Nanung Danar Dono, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. menjelaskan terkait cara penularan antraks.

Antraks dapat menular melalui bermacam cara.

Spora antraks dapat masuk tubuh manusia dan menginfeksi melalui: Saluran pencernaan (spora tertelan), Saluran pernafasan (spora terhirup), Luka terbuka di kulit, dan Gigitan serangga.

"Penularan secara langsung antar ternak maupun antar manusia tidak lazim terjadi," tegasnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Jogja, Selasa (11/7/2023).

Baca juga: Catatan Kasus Antraks di Gunungkidul dan Tradisi Mbrandu Menurut Pakar UGM

Ia pun meminta masyarakat untuk tifak menyembelih dan memakan daging ternak yang telah terjangkit antraks.

"Bakteri antraks itu sekitar 80-85 persen berada di dalam pembuluh darah (sisanya ada di limpa). Jika hewan disembelih dan darah keluar, maka saat bertemu dengan udara, bakteri akan berubah menjadi spora dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. Spora sangat kecil dan tidak nampak dan siap menempel di mana pun. Jika menempel di tanah, ia bisa bertahan sampai puluhan tahun. Bahkan di Afrika Selatan bisa sampai 250 tahun," bebernya.

Saat spora menempel di tanah atau rumput/tanaman dan saat rumput tersebut dimakan ternak, maka spora bisa masuk ke tubuh dan berkembang biak.

Bagaimana cara mencegah agar ternak tertular antraks?

Nanung mengatakan bahwa perlunya penerapkan SOP penanganan antraks yang benar.

"lalu lakukan vaksinasi pada ternak yang sehat (vaksinasi adalah ikhtiar pencegahan terbaik). Coverage vaksinasi hendaknya dimaksimalkan. Tidak menyembelih hewan ternak yang sakit.  Ternak tidak digembalakan pada area bekas endemi antraks," tuturnya.

Ciri-ciri Hewan Terkena Antraks

- Nafsu makan hilang, lemah, ambruk - Dyspnea (sesak nafas)

- Berat badan berkurang dengan cepat - Kematian mendadak (setelah kejang2)

- Demam tinggi (>42 oC), tremor, diare - Keluar darah segar kehitaman amis

- Jalan sempoyongan, luka lepuh (busuk) dari lubang-lubang di tubuh

- Daging agak gelap.

- Pembengkakan pada lambung, pinggang, perut, dan leher

- Limpa bengkak, rapuh, dan kehitaman (seperti terbakar)

"Antraks bisa diobati dengan antibiotik," urai Nanung.

Bila menemui ternak yang mati karena antraks, maka SOP penanganan bangkai ternak yakni bisa melakukan kreamasi atau diabukan menggunakan onsite mobile incinerator (3-4 jam), hingga menjadi abu.

"Jika tidak memungkinkan, maka alternatif berikutnya adalah dibakar pakai 2 ton kayubakar + minyak tanah, hingga menjadi abu. Jika tidak memungkinkan, maka alternatif berikutnya adalah dikubur sedalam 2-3 meter dan disemen beton. Dekontaminasi tanah menggunakan formalin 10 persen sebanyak 50 liter/m2 selama 1 jam.  Formalin dialirkan ke lubang-lubang di tubuh bangkai hewan," urainya.

Nanung menuturkan bahwa bangkai ternak tidak boleh diangkut atau dipindah untuk dikremasi.

"Tidak boleh. Jika dipindah, dikhawatirkan spora antraks akan bisa tercecer kemana-mana dan itu sangat berbahaya dan penyebaran wabah semakin tidak terkontrol," ucapnya.

Ia pun memberikan pesan dan catatan agar kejadian antraks tidak terulang kembali, yakni:

1. Kebiasaan mbrandu dengan memakan daging hewan yang sakit (apalagi bangkai) secara resmi dilarang.

2. Pemerintah memberikan kompensasi bagi warga/peternak yang ternaknya mati fixed karena penyakit ternak menular (zoonosis), seperti: antraks.

3. Pemerintah menyediakan onsite mobile incinerator di seluruh lokasi/wilayah endemi antraks (di seluruh Indonesia).

4. Pemerintah membeli tanah di lokasi wabah (endemi) antraks dan lokasi kuburan hewan-hewan yang mati karena antraks dengan sistem ganti untung.

5. Cakupan vaksinasi antraks harus dimaksimalkan.

6. Pengawasan ketat lalu lintas ternak dari daerah endemi antraks(Kur)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved