Cak Nun Sakit

Kiprah Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun di Dunia Sastra

Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun dikenal sebagai Tokoh budayawan sekaligus sastrawan yang tinggal di Yogyakarta.

|
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
gramedia.com
Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun 

Tribunjogja.com Yogyakarta - Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun dikenal sebagai Tokoh budayawan sekaligus sastrawan yang tinggal di Yogyakarta.

Meski berasal dari Menturo, Sumobito, Jombang, Jawa Timur, Cak Nun dekat dengan Yogyakarta karena sejak sekolah menengah atas (SMA) sudah berada di Yogyakarta hingga saat ini.

Dan kini pria kelahiran 27 Mei 1953 itu akrab disapa Mbah Nun, terlebih oleh Jamaah Maiyah.

Pada Kamis (6/7/2023), tersiar kabar Mbah Nun sakit dan i Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

Kabar itu pun sudah diamini oleh Novia Kolopaking yang dinikahinya pada 1995.

Baca juga: Novia Kolopaking Istri Cak Nun Benarkan Suaminya Dirawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta

Mbah Nun di Dunia Sastra

Cak Nun alias Emha Ainun Najib
Cak Nun alias Emha Ainun Najib (TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando)

Dilansir dari catatan Gramedia.com, awal perjalanannya dalam kepenulisan sudah dimulai sejak akhir tahun 1969.

Di mana usia Cak Nun menginjak usia 16 tahun, di mana saat itu Cak Nun meninggalkan pendidikan pesantrennya dan melanjutkan pendidikannya di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.

Kemudian pada tahun 1975 karya-karyanya telah dibukukan.

Tulisan-tulisannya telah dibukukan dalam berbagai jenis karya sastra seperti puisi, cerpen, naskah drama, esai, quotes, transkrip, hingga wawancara.

Berikut perjalanan prestasi Cak Nun di Dunia Sastra

Pada tahun 1980 hingga 1990 dengan rentang waktu 20 sampai 30 tahun setelahnya, bukunya masih terus diterbitkan karena dinilai masih kontekstual dengan situasi dan kondisi kehidupan di Indonesia.

Karya-karyanya tersebut banyak terbit dan tersebar di majalah Tempo, Basis, Horison, Tifa Sastra, Mimbar, Pandji Masjarakat, Budaja Djaja, Dewan Sastera (Malaysia), dan Zaman.

Tak hanya di majalah, karyanya juga terbit sebagai rubrik kolom dan tersebar di surat kabar yakni di Republika, Sinar Harapan, Kompas, Berita Buana, Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, Masa Kini, Berita Yudha, Haluan, Suara Karya, Suara Pembaruan, dan Surabaya Post.

Dari kumpulan karyanya tersebut menghasilkan buku yang berupa kumpulan esainya yang masuk ke dalam kategori sosial dan budaya.

Konsistensinya berkiprah di dalam dunia sastra dimulainya sejak muda di mana Cak Nun bergabung dengan kelompok diskusi dan studi sastra pada tahun 1970 yang dipimpin oleh Umbu Landu Paranggi, Persada Studi Klub (PSK), di bawah Mingguan Pelopor Yogyakarta.

Kegiatannya tersebut dimulai ketika Cak Nun menulis puisi di harian Masa Kini dan Berita Nasional.

Tak hanya itu, Cak Nun juga menulis puisi di Majalah Muhibbah yang mana merupakan majalah terbitan UII Yogyakarta dan menulis cerpen di Minggu Pagi dan MIDI.

Dari perjalanannya tersebut, Cak Nun kemudian banyak menerbitkan puisinya di media massa terbitan Jakarta seperti Horison.

Ketidakpuasannya membuat Cak Nun menghasilkan sajak dan cerpen ringan yang kemudian berlanjut menulis esai, kritik drama, resensi film, dan pembahasan mengenai pameran lukisan.

Cak Nun menggunakan nama samaran Joko Umbaran atau Kusuma Tedja dalam tulisan-tulisannya.

Pada tahun 1975, Cak Nun mengikuti sebuah Festival Puisi 1975 di Jakarta dan diundang dalam Festival Puisi Asean 1978.

Cak Nun juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di Lowa University Amerika Serikat pada tahun 1984.

Juga Festival Penyair Internasional di Rotterdam Belanda pada tahun 1984, Festival Horizonte >III di Berlin, Jerman pada tahun 1985, dan berbagai pertemuan sastra dan kebudayaan sejenisnya.

Cak Nun pernah menjadi redaktur kebudayaan di harian Masa Kini sampai pada tahun 1977 dan menjadi pemimpin Teater Dinasti, Yogyakarta.

Selain itu, Cak Nun juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta.

Tak hanya itu, Cak Nun juga ikut menangani Yayasan Pengembangan Masyarakat Al-Muhammady di Jombang yang bergerak di bidang pendidikan, sosial ekonomi, dan sosial budaya.

Tak berhenti di situ, Cak Nun membentuk sebuah komunitas yang diberi nama “Komunitas Padhang Mbulan” pada tahun 1995.

Komunitas tersebut dibentuk untuk membentuk sebuah kelompok pengajar.

Cak Nun juga berkiprah dalam Yayasan Ababil di Yogyakarta yang menyediakan tenaga advokasi pengembangan masyarakat dan penciptaan tenaga kerja. (Tribunjogja.com/Gramedia.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved