Kasus Antraks di Gunungkidul

Dinkes DIY Sebut Status KLB Perlu Diberlakukan di Gunungkidul untuk Tangani Antraks

Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menyebut temuan puluhan kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul telah memenuhi syarat untuk penetapan

|
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribunjogja.com/Yuwantoro Winduajie
Kadinkes DIY Pembajun Setyaningastutie 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menyebut temuan puluhan kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul telah memenuhi syarat untuk penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Meski demikian, Pemda DIY belum bisa menetapkan status KLB di tingkat provinsi karena Pemerintah Kabupaten Gunungkidul belum menetapkan status tersebut.

"Seharusnya sudah KLB, tapi kami menunggu Gunungkidul. Kalau Gunungkidul tidak menyatakan KLB, ya kami nggak bisa Gubernur yang menyatakan KLB,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, Kamis (6/7/2023).

Baca juga: BIODATA Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, Ayah Noe Letto yang Dikabarkan Sedang Sakit

Pembajun menjelaskan, syarat penetapan KLB diatur dalam Permenkes RI 1501 tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.

Status KLB diberlakukan timbulnya penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.

Selain itu terjadi peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut‐turut menurut jenis penyakitnya.

Status KLB, lanjut Pembajun juga bisa diberlakukan bila angka kesakitan sudah dua kali lipat.

Angka kematian pun meningkat 50 persen atau lebih. Begitu pula angka proporsi penyakit yang naik dua kali lipat.

Dia mengungkapkan, kasus antraks di Gunungkidul yang tercatat pada 2022 lalu kasusnya tak sebanyak pada tahun ini sehingga memenuhi persyaratan KLB.

"Kalau di Gunungkidul, kasus antraks sudah terjadi sejak 2019 lalu dan berulang sampai empat tahun terakhir," katanya.

Pembajun berharap adanya penetapan status KLB.

Terlebih jumlah warga yang terpapar bakteri Bacillus anthracis sudah mencapai 87 orang.

Satu di antaranya meninggal akibat terjangkit antraks karena melakukan penyembelihan dan mengkonsumsi hewan ternak berupa sapi yang terpapar antraks.

"Sedangkan dua orang di antaranya meninggal tapi bukan karena antraks, meski gejalanya sama dengan antraks seperti panas, demam dan pusing tapi bukan antraks," jelasnya. (tro)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved