Kisah Inspiratif

Tinggal di Desa Terpencil di Kulon Progo, Anak 10 Tahun Ini Tempuh Jalan Bebatuan Menuju Sekolah

Septi kecil tinggal bersama orang tua dan kakak laki-lakinya di dusun terpencil yang masyarakat menyebutnya Kampung Suci. 

Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Sri Cahyani Putri
Septi sepulang dari sekolah di SDN Kutogiri. Ia harus melewati jalan bebatuan yang terjal untuk pulang ke rumahnya di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Rabu (31/5/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Tinggal di rumah yang sangat jauh dari permukiman penduduk tidak menyurutkan langkah Dewi Septiani untuk pergi ke sekolah. 

Gadis yang disapa Septi itu harus menempuh jalan kurang lebih sejauh 9 kilometer (km) dari rumahnya di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih untuk sampai ke SDN Kutogiri di Dusun Parakan, kalurahan setempat.  

Ayahnya yang kerap mengantar Septi pergi untuk menimba ilmu. Setiap hari, perempuan berusia 10 tahun itu harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat ke sekolah. 

"Biasanya berangkat jam setengah 7 diantar ayah (pergi ke) sekolah. Dari rumah sampai rumah penduduk di atas jalan kaki sekitar 1,5-2 km. Kalau capek kadang digendong ayah. Sampai di atas menuju ke sekolah sejauh 7 km di antar naik motor," katanya, Rabu (31/5/2023). 

Baca juga: Kesbangpol Kulon Progo Beri Pendidikan Politik Bagi Puluhan Perempuan

Jalan yang ditempuh Septi dan Ayahnya dari rumah menuju permukiman warga berupa bebatuan yang cukup terjal.

Melewati jalan setapak dan jembatan bambu ketika menyeberang sungai. 

Sementara dari permukiman warga menuju SDN Kutogiri, juga melewati jalan perkampungan yang juga masih bebatuan.

Pun, saat pulang sekolah. 

Septi kecil tinggal bersama orang tua dan kakak laki-lakinya di dusun terpencil yang masyarakat menyebutnya Kampung Suci. 

Meski hidup jauh dari hiruk pikuk masyarakat, ia merasa cukup senang. 

Perempuan yang bercita-cita ingin menjadi guru lukis ini tidak menghabiskan usia belianya bersama teman-teman seumurannya. 

Sepulang sekolah, kegiatannya membantu orang tua seperti mencuci piring, menyapu halaman rumah dan memberi pakan hewan ternaknya. 

Septi memiliki hewan peliharaan berupa 2 kambing, seekor anjing dan beberapa ayam. 

Sementara saat belajar, Septi diajar oleh ibunya yang hanya lulusan kelas VI sekolah dasar. 

Ibu Septi, Sugiyati (51) mengatakan, cita-cita Septi ingin menjadi guru lukis menurun dari dirinya. 

"Saya dulu cita-citanya pengen jadi pelukis. Tapi orang tua tidak punya biaya sehingga saya cuma lulus SD," ucapnya.

Ia sekeluarga memilih tinggal di dusun terpencil itu sudah 24 tahun.

Mereka memanfaatkan hasil pertanian yang ada untuk makan sehari-hari. 

"Karena disini kalau cari kayu bakar dekat. Cari daun singkong dan air juga dekat," kata Sugiyati. 

Mereka hidup jauh dari standar karena suaminya hanya bekerja sebagai buruh harian lepas.

Sementara dirinya hanya ibu rumah tangga. 

"Saya tidak kerja. Suami kerja serabutan, kalau ada pesanan almari ya dibuatkan. Kalau gak ada (pesanan) ya gak bekerja, tidak ada pemasukan," ucapnya. 

Sugiyati dan Sumiran hanya mengandalkan penghasilan dari anak laki-lakinya yang bekerja di pabrik pembuatan sosis di Kabupaten Bantul. 

Tinggal di rumah pemberian orang tua suaminya di hutan kerap kali ada binatang buas masuk di pekarangan rumahnya seperti babi hutan, biawak hingga ular berbisa. 

Namun dengan kondisi yang jauh dari kata cukup itu, Sugiyati menaruh harapan terhadap Septi, anak bungsunya itu bisa mengubah kehidupan keluarganya. 

Baca juga: Desa Wisata Hargotirto di Kulon Progo Masuk Nominasi 75 Terbaik ADWI 2023

"Mudah-mudahan apa yang dicita-citakan bisa tercapai sekolahnya pandai, nilainya bisa bagus," ungkap Sugiyati. 

Dukuh Watu Belah, Gunawan menceritakan, dulu masyarakatnya yang tinggal di dusun terpencil itu masih banyak. 

Kala itu, masih ada 10 rumah termasuk rumah Sumiran.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya satu per satu masyarakat memilih pindah. 

Karena akses jalan yang tidak bisa dilewati transportasi apapun. 

Sejak 2019 lalu, hanya Sugiyati sekeluarga yang masih menetap di dusun terpencil tersebut. 

"Mengingat dari kewilayahan, agak sulit letak geografisnya akhirnya pada memilih pindah.  Terdekat dari rumah warga berjarak 1,5-2 km," ucapnya. 

Keluarga Sugiyati di mata tetangga cukup baik. 

Karena tinggal di wilayah pegunungan mereka masih menjunjung kegotong-royongan. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved