Berita Sleman Hari Ini

Cerita Pilu Korban Iming-iming Investasi Hunian yang Dibangun di Tanah Kas Desa di Sleman 

Para korban, yang kini mengadu di Posko Pengaduan Konsumen korban Penyalahgunaan Tanah Kas Desa di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum,

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin
Pengendara melintas di depan perumahan yang ditutup karena diduga melanggar izin Pemerintah Kalurahan Caturtunggal dan melanggar Pergub 34/2017. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Iming-iming investasi hunian di atas tanah kas desa di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam beberapa waktu terakhir santer menuai polemik.

Korbannya berjumlah ratusan orang dari pelbagai daerah di Indonesia, termasuk warga di Yogyakarta itu sendiri.

Para korban, yang kini mengadu di Posko Pengaduan Konsumen korban Penyalahgunaan Tanah Kas Desa di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum, Universitas Proklamasi 45 (LKBH UP45) Yogyakarta menyisakan cerita haru. 

"Kami membantu masyarakat yang terdzolimi. Banyak cerita mengharukan di balik ini. Ada yang ingin merayakan honeymoon ulang tahun pernikahan ke-30 tidak jadi, karena istrinya meninggal dunia. Ada suami istri, sepuluh tahun mengumpulkan uang, seorang karyawati Transmart (perusahaan ritel)," kata Direktur LKBH UP45, Philip Josep Leatemia, Sabtu (27/5/2023). 

Karena sebab itu, pihaknya membuka Posko pengaduan untuk mendampingi sekaligus membantu para korban yang merasa tertipu.

Sejauh ini, seminggu posko dibuka, sudah ada lebih kurang 200 orang yang mengadu.

Ratusan korban yang mengadu tersebut dari beberapa perumahan yang tersebar di wilayah Kalurahan Caturtunggal, Maguwoharjo, Condongcatur dan Candibinangun. 

Philip mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, persoalan tanah kas desa hampir serupa ini bukan hanya ada di empat Kalurahan saja melainkan diduga terjadi di 25 Kalurahan.

Terduga pelaku bukan hanya satu orang pengembang yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka di Kejati DIY melainkan ada dugaan pelaku lainnya. Ia mengaku akan mencoba menelusuri hal tersebut. 

"Saya juga menerima pemberitahuan bahwa aset dari orang (terduga pelaku) ini masih ada. Kami akan coba lacak. Nanti akan kami serahkan kepada yang bersangkutan atau akan menjadi penggantirugian dari apa yang diperbuat pengembang ini," katanya. 

Sebagaimana diketahui, ratusan orang yang terjerat investasi tersebut mayoritas karena tergiur dengan harga murah yang ditawarkan marketing.

Apalagi, dari pengakuan korban, marketing mampu meyakinkan legalitas dan kontrak perpanjangan perikatan hingga tiga kali dengan durasi 20 tahun per sekali kontrak. 

Putra, Juru Bicara korban investasi hunian di Jogja Eco Wisata (JEW) di Candibinangun, Pakem berujar, di JEW yang sekarang menjadi Jogja Tourism Center terdapat 7 klaster.

Terdiri dari Ruko dan Vila. Luas tanah 22 hektar dan 20 hektar di antaranya digunakan untuk Vila. Marketing diduga menawarkan investasi Vila sebagai Hak Pengelolaan (HPL) dan dijanjikan juga bisa mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Durasi investasi Vila selama 20 tahun sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian Investasi (SPI) dengan ketentuan perikatan bisa diperpanjang selama tiga kali sehingga totalnya 60 tahun.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved