Sumbu Filosofi Yogyakarta
Asal Usul Gunung Merapi Menurut Cerita Rakyat Yogyakarta, Berawal dari Pemindahan Gunung Jamurdipa
Inilah legenda atau cerita rakyat Yogyakarta tentang asal usul Gunung Merapi. Konon, berhubungan dengan keputusan para Dewa memindah Gunung Jamurdipa.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Alifia Nuralita Rezqiana
TRIBUNJOGJA.COM - Gunung Merapi adalah salah satu titik Sumbu Filosofi Yogyakarta yang letaknya berada di bagian paling utara dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Gunung berapi yang satu ini terkenal di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Sebab, Gunung Merapi adalah gunung berapi paling aktif di seluruh Indonesia.
Lantas, apa itu Sumbu Filosofi Yogyakarta dan apa hubungannya dengan Gunung Merapi?
Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah garis imajiner yang membentang dari Gunung Merap, Tugu Jogja, Keraton Yogyakarta, Kandang Menjangan, dan berakhir di Laut Selatan.
Mengutip laman resmi Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, visitingjogja.jogjaprov.go.id, Sumbu Filosofi Yogyakarta dibuat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Sri Sultan Hamengku Buwana I menata Kota Yogyakarta membentang arah utara sampai selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.
Sri Sultan HB I juga mendirikan Tugu Golong Gilig alias Pal Putih atau yang dikenal pula sebagai Tugu Jogja, di sisi utara Keraton Yogyakarta.
Beliau juga mendirikan Panggung Krapyak di sisi selatan Kraton Jogja.
Dari ketiga titik tersebut, apabila ditarik suatu garis lurus, akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Mengutip laman resmi Keraton Yogyakarta, kratonjogja.id, sebenarnya Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Laut Selatan tidak secara persis berada dalam satu garis lurus.
Oleh karena itu, Sumbu Filosofi Yogyakarta yang menghubungkan ketiganya disebut sebagai sumbu imajiner.
Sumbu nyata secara fisik yang membentang utara selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Jogja, Kraton Jogja, dan Panggung Krapyak.
Secara simbolis filosofis poros atau sumbu imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam.
Keselarasan itu juga mengacu pada lima unsur pembentuknya, yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Yogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta) dan akasa / angkasa (ether).
Selain itu, tiga unsur pembentukan kehidupan yang mencakup fisik, tenaga, dan jiwa, juga ada dalam filosofi sumbu imajiner tersebut.
Legenda Asal Usul Gunung Merapi di DIY Bagian Utara

Dikutip Tribunjogja.com dari Tribunjateng.com yang merangkum laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), inilah legenda atau cerita rakyat tentang asal usul Gunung Merapi.
Alkisah, Pulau Jawa adalah salah satu dari lima pulau besar di Indonesia.
Letak Pulau Jawa pada masa lalu tidaklah rata, dapat dikatakan posisinya miring.
Oleh karena itu, Dewa di Kahyangan bermaksud untuk membuat pulau ini jadi rata dan tidak miring lagi.
Dalam sebuah pertemuan, para Dewa memutuskan untuk mendirikan sebuah gunung yang besar dan tinggi di tengah-tengah Pulau Jawa sebagai penyeimbang.
Mereka sepakat untuk memindahkan Gunung Jamurdipa yang ada di Laut Selatan ke sebuah tanah datar di bagian tengah Pulau Jawa.
Namun, di bagian tengah Pulau Jawa, hidup dua orang pembuat keris atau empu, yakni Empu Rama dan Empu Pamadi. Keduanya adalah empu dengan kesaktian tinggi.
Dalam pertemuan para Dewa, disepakati bahwa dua empu sakti tadi akan diminta untuk pindah ke daerah asal Gunung Jamurdipa, yakni di wilayah Laut Selatan.
Para Dewa akan terlebih dahulu menasihati kedua empu sakti agar segera pindah ke tempat lain.
Dengan demikian, mereka tidak tertindih oleh gunung yang akan ditempatkan di daerah tempat tinggal mereka.
Raja para Dewa, yakni Batara Guru, mengutus Batara Narada, Dewa Penyarikan, dan sejumlah pengawal dari Istana Kahyangan, untuk membujuk kedua empu tersebut.
Menjalankan tugas, utusan para Dewa langsung menghampiri Empu Rama dan Empu Pamadi.
Terlihat, Empu Rama dan Empu Pamadi sedang sibuk menempa besi yang dicampur dengan berbagai macam logam.
Betapa terkejutnya Batara Narada, Dewa Penyarikan, dan para pengawal Kahyangan, saat menyaksikan cara Empu Rama dan Empu Pamadi membuat keris.
Kedua empu tersebut menempa sebatang besi membara tanpa menggungakan palu dan landasan logam, melainkan hanya menggunakan tangan dan paha mereka.
Kepalan tangan mereka bagaikan palu baja yang sangat keras.
Setiap kali memukulkan kepalan tangan pada batang besi yang membara, terlihat percikan cahaya yang memancar.
Batara Narada kemudian menghampiri dan menjelaskan permintaan para Dewa kepada Empu Rama dan Empu Pamadi.
Setelah mendengar penjelasan itu, kedua empu hanya tertegun.
Mereka merasa permintaan para Dewa sangat berat.
Meskipun telah dijanjikan tempat yang lebih baik, Empu Rama dan Empu Pamadi tetap tidak mau pindah dari tempat mereka berada.
Melihat keteguhan hati kedua empu tadi, Batara Narada dan Dewa Penyarikan mulai hilang kesabaran.
Lantaran mengemban amanat Batara Guru, mereka terpaksa mengancam Empu Rama dan Empu Pamadi agar segera pindah dari tempat itu.
Di sisi lain, Empu Rama dan Empu Pamadi tidak takut dengan ancaman para utusan Dewa.
Sebab, mereka merasa bahwa mereka juga sedang mengemban tugas yang harus segera diselesaikan.
Kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian masing-masing.
Akhirnya, terjadilah perselisihan di antara mereka.
Empu Rama dan Empu Pamadi tak juga gentar meskipun yang mereka hadapi adalah utusan Dewa.
Dengan kesaktian yang dimiliki, mereka bertarung demi mempertahankan tempat itu. Tak ayal, pertarungan sengit pun terjadi.
Meskipun dikeroyok, kedua empu tersebut berhasil memenangkan pertarungan.
Batara Narada dan Dewa Penyarikan yang kalah dalam pertarungan itu segera kembali ke Kahyangan untuk melapor kepada Batara Guru.
Mendengar laporan, Bathara Guru menjadi murka dan memerintahkan Dewa Bayu untuk memindahkan Gunung Jamurdipa.
Dengan kesaktiannya, Dewa Bayu segera meniup gunung itu, memindahkannya ke tengah Pulau Jawa.
Tiupan Dewa Bayu yang bagaikan angin topan berhasil menerbangkan Gunung Jamurdipa hingga melayang-layang di angkasa, kemudian jatuh tepat di perapian Empu Rama dan Empu Pamadi.
Kedua empu yang berada di tempat itu pun ikut tertindih oleh Gunung Jamurdipa hingga tewas seketika.
Menurut cerita rakyat yang beredar, roh Empu Rama dan Empu Pamadi kemudian menjadi penunggu gunung.
Sementara itu, perapian tempat kedua empu membuat keris sakti, berubah menjadi kawah.
Lantaran kawah itu semula merupakan sebuah perapian, maka para Dewa mengganti nama Gunung Jamurdipa menjadi Gunung Merapi.
Itulah legenda tentang asal usul Gunung Merapi. (Tribunjogja.com/ANR)
Legenda
cerita rakyat
Gunung Merapi
Mitos Gunung Merapi
Legenda Gunung Merapi
Merapi
Dewa
Empu Rama
Empu Pamadi
Batara Guru
Dewa Bayu
Gunung Jamurdipa
Sumbu Filosofi Yogyakarta
Panggung Krapyak
Keraton Yogyakarta
Tugu Golong Gilig
Tugu Jogja
Laut Selatan
Yogyakarta
Promosikan World Heritage, 73 Delegasi dari Malaysia Diajak Tour Sumbu Filosofi |
![]() |
---|
Sumbu Filosofi Jadi Warisan Dunia, Trans Jogja Belum Berencana Tambah Rute |
![]() |
---|
Sri Sultan Hamengku Buwono X Ingin Sumbu Filosofi Berdampak Positif ke Seluruh Lapisan Masyarakat |
![]() |
---|
Layani Tur Gratis di Kawasan Sumbu Filosofi, Disbud DIY Sediakan 2 Unit Bus Jogja Heritage Track |
![]() |
---|
Pemda DIY Bakal Bentuk Sekretariat Bersama untuk Kelola Kawasan Sumbu Filosofi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.