Idulfitri 1444 H

Mudik Tak Sekadar Pulang, Sosiolog UGM: Momentum Sosial Politik

Di Yogyakarta, lebih dari 30 ribu orang turun di Stasiun Yogyakarta, menurut data Rabu (19/4/2023).

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Joko Widiyarso
BAY ISMOYO / AFP
Pemudik memadati akses jalan keluar dari ibu kota Indonesia, Jakarta, di wilayah Cikarang, Bekasi, pada 19 April 2023. Pemudik menuju kampung halaman untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Arus mudik ke kampung halaman sudah mulai terlihat.

Di Yogyakarta, lebih dari 30 ribu orang turun di Stasiun Yogyakarta, menurut data Rabu (19/4/2023).

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos.,M.Si., mengatakan pemerintah harus memfasilitasi mudik karena mudik merupakan momentum sosial politik masyarakat indonesia.

Meski fenomena mudik ini tidak hanya ada di Indonesia, tapi mudik di Indonesia tidak sekedar pulang tapi tahun ini berbeda.

Mudik mempunyai makna politis untuk menunjukkan hubungan harmonis masyarakat dan pemerintah saat ini.

“Mengingat tahun depan pemilu. Citra lancar harus terlihat sejak tahun ini sebagai refleksi politis untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan event-event besar sosial di Indonesia dan mudik termasuk dalam event besar itu,” kata Derajad, Jumat (21/4/2023).

Upaya untuk memfasilitasi pemudik, menurutnya, memang harus dilakukan oleh pemerintah, namun juga perlu ada upaya secara paralel yang harus dilakukan dalam menyiapkan kondisi kesehatan pemudik.

Selain kondisi kesehatan pemudik harus diiringi juga fasilitas infrastruktur jalan yang nyaman dan aman.

“Kondisi jalan jalan apapun jika kondisi pemudik capek atau lelah dan kesehatan menurun risiko kecelakan akan terjadi. Saya kira perlu kampanye kesehatan, berkendara aman, dan menyiagakan puskesmas di jalan yang dilewati pemudik,” ungkapnya.

Bagi Derajad, berkendara aman dan menjaga kesehatan adalah hal penting bagi pemudik karena untuk mengembalikan semangat bahwa mudik memperkuat relasi sosial dan menegaskan hubungan desa kota ataupun antar wilayah.

Soal himbauan pemerintah untuk tidak mudik menggunakan roda dua untuk kendaraan mudik menurutnya ada benarnya dikarenakan pemudik motor memang paling berisiko sehingga pelarangan tersebut sangat beralasan.

Namun demikian, imbuhnya, dengan larangan tersebut bukan berarti tidak ada yang mudik menggunakan motor.

Sebab, motor mewakili pemudik kelas menengah ke bawah.

Apalagi pemudik belum sepenuhnya mendapat layanan angkutan umum dan fleksibilitas akses kelompok tertentu masyarakat untuk mendapatkan akses angkutan umum yang nyaman dan murah.

“Transportasi umum di daerah tujuan mudik yang berbeda kondisi sehingga tidak salah jika masih saja ada pemudik motor nekat,” tegasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved