Berita Jogja Hari Ini
MUI DIY Minta Masyarakat Tidak Persoalkan Potensi Perbedaan Tanggal Idulfitri 2023
Perayaan Idulfitri di Indonesia tahun ini kembali berpotensi mengalami perbedaan, antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan M
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perayaan Idulfitri di Indonesia tahun ini kembali berpotensi mengalami perbedaan, antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah.
Walau begitu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) DI Yogyakarta mengimbau warga masyarakat agar menyikapinya secara arif bijaksana, tanpa perlu diperdebatkan lagi.
Sebagai informasi, pemerintah pusat melalui Kemenag RI baru akan menentukan tanggal Idulfitri lewat sidang isbat pada 20 April 2023.
Sementara, Muhammadiyah sejak beberapa waktu lalu sudah memutuskan bahwa Idulfitri 2023 akan jatuh pada 21 April 2023, melalui Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0E/2023 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, serta Zulhijjah 1444 H.
Baca juga: Warga Klaten yang Mau Mudik Bisa Nitip Kendaraan di Polres dan Polsek Klaten
Namun, Ketua MUI DIY, KH Machasin, menyampaikan, perbedaan tanggal pelaksanaan salat ied bukan kali ini saja terjadi di tanah air.
Sehingga, sebenarnya riak-riak kecil dapat dihindari, karena warga masyarakat sudah sangat terbiasa merayakan hari raya dalam waktu yang berbeda, meski biasanya selisihnya tidak terlampau jauh, atau hanya satu hari saja.
"Tapi, enam tahun kemarin kita tidak ada perbedaan. Hanya saja, itu bukan karena kita mampu mengatasi perbedaan, tapi karena posisi bulannya yang tidak memungkinkan untuk berbeda, jadi salat ied-nya berbarengan, ya," urainya, Senin (17/4/2023).
Oleh sebab itu, ia berharap, perbedaan ini tak perlu diperdebatkan kembali, karena bisa berdampak pada perpecahan antar ummat Islam.
Terlebih, di DIY yang notebene merupakan tanah kelahiran Muhammadiyah, dipastikan banyak masyarakatnya yang memilih untuk melaksanakan Idulfitri pada 21 April 2023, selaras maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
"Kita tidak perlu mempersoalkan, kita sudah tahu, keduanya ada dasarnya. Itu, kan, dalam Quran juga dijelaskan, barang siapa yang menyaksikan hadirnya bulan maka berpuasalah, itu awal Ramadan. Maka, di akhirnya pun juga begitu," cetus Machasin.
"Menyaksikan itu, bisa menyaksikan dengan ilmu atau dengan mata. Jadi, ya, sudah, sama-sama kuat, dua-duanya menggunakan hisab. Cuma, yang satu hisab saja, kemudian satunya lagi menggunakan hisab dan ditambah dengan rukyat juga," imbuhnya.
Alhasil, alangkah baiknya, warga yang memilih untuk Idulfitri pada 21 atau 22 April, bisa saling membantu, sembari tetap menjalankan keyakinannya.
Dengan begitu, kerukunan antar ummat Islam, khususnya di lingkungan warga masyarakat dapat semakin solid tanpa potensi perpecahan hanya karena terdapat perbedaan dalam menjalankan salat ied.
"Jadi, tidak usah diperdebatkan, itu pilihan masing-masing. Bagaimanapun persatuan lebih penting, ya, daripada terus mempersoalkan kenapa berbeda dan lain sebagainya," tegas Machasin. (aka)
KENAPA Cuaca di Yogyakarta Terasa Dingin Akhir-akhir Ini? Ini 5 Fakta Menariknya |
![]() |
---|
Kronologi 3 Wisatawan Asal Sragen dan Karanganyar Terseret Ombak di Pantai Parangtritis |
![]() |
---|
Banyak Moge Harley Davidson Lewat Jogja, Ada Event Apa? |
![]() |
---|
Produsen Anggur Merah Kaliurang Buka Suara, Produksi Dihentikan, Produk Ditarik dari Pasaran |
![]() |
---|
INFO Festival Durian Jogja di Sleman Ada All You Can Eat dan Lomba Makan Durian 26-29 Januari 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.