Cerita Sapi 'Makan' Sapi Dan Komitmen Kraton Yogyakarta Menjaga Lingkungan Dan Sejahterakan Rakyat

Gara-gara ada cerita sapi ‘makan’ sapi, Kraton Yogyakarta menunjukkan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI yakni menjaga lingkungan.

|
Editor: ribut raharjo
Istimewa
Sri Sultan Hamengku Buwono X di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta menyapa dan berbincang dengan masyarakat. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gara-gara ada cerita sapi ‘makan’ sapi, Kraton Yogyakarta menunjukkan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI yakni menjaga lingkungan dan sekaligus menyejahterakan masyarakat.

Cerita adanya sapi ‘makan’ sapi dikisahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta pada pekan ini.

Komitmen yang dimaksud adalah menyejahterakan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan alam sekitar.

Mewujudkan kesejahteraan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 jangan sampai merusak atau menghancurkan sumber kehidupannya.

Kisah sapi ‘makan’ sapi itu didengar ratusan orang yang hadir dalam peluncuran Program Pengembangan Ekosistem Green Economy (Ekonomi Hijau) pada Selasa (14/2/2023).

Program istimewa ini diselenggarakan berkat kerjasama antara PT PLN, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PT Energy Management Indonesia (EMI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta.

Demikian diungkapkan GKR Mangkubumi, putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Yogyakarta, Minggu (19/3/2023).

Hadir dalam acara tersebut antara lain Dirut PT PLN Darmawan Prasodjo, Dirut PT PLN EPI Iwan Agung Firstantara, Direktur Biomassa PT PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko, Dirut PT EMI Surya Fitriadi, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, Taprof Bid. Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro yang juga Ketua Pengkajian Kerjasama Lemhannas – PT PLN EPI AM Putut Prabantoro dan Taprof Bid. Ekonomi Lemhannas RI Caturida Meiwanto Doktoralina yang mewakili Deputi Pengkajian Strategis Lemhannas RI.

Gunungkidul adalah lumbung ternak di DIY, demikian Sri Sultan bertutur sebagaimana dikutip GKR Mangkubumi.

Selain dari ternak, masyarakatnya hidup dari pertanian. Jika pertanian yang ditanam adalah padi, ubi, jagung dll.

Sementara kalau peternakan rumah yang dipelihara masyarakat adalah sapi atau kambing. Dari sinilah masyarakat Gunung Kidul hidup.

Namun permasalahan klasik muncul ketika musim kemarau datang. Ternak terancam kelaparan karena tidak ada tumbuhan hijau untuk pakan ternak.

Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada musim kemarau di Gunungkidul ini banyak terjadi peristiwa sapi ‘makan’ sapi.

GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (topi putih) berfoto bersama dengan masyarakat Gunungkidul, DIY
GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (topi putih) berfoto bersama dengan masyarakat Gunungkidul, DIY (Istimewa)

“Jika biasanya seorang warga di Gunung Kidul memiliki 3 sapi, maka pada musim kemarau masyarakat tidak dapat mempertahankan itu. Karena kelangkaan pakan ternak, maka satu dari tiga sapi itu akan dijual. Dan hasil penjualan sapi itu, akan dibelikan pakan ternak yang berasal dari daerah lain. Dibutuhkan kurang lebih Rp 250.000 per bulan untuk membeli pakan ternak dari daerah lain. Akhirnya ya, sapi makan sapi yang terjadi,“ ujar GKR Mangkubumi.

Oleh karena itu, Kraton menyambut hangat ketika DIY terpilih menjadi pilot project program Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emission (NZE) Berbasis Keterlibatan Masyarakat di DIY dalam konteks Sustaninable Development Goals (SDG) – pembangunan berkelanjutan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved