Jurus Pemkot Yogyakarta Capai Target Zero Sampah Anorganik

Pemkot Yogyakarta bakal terus menggelorakan pengurangan sampah residu yang menyasar pelaku usaha di Kota Yogyakarta. 

Tribunjogja/Christi Mahatma Wardhani
Danang Rudyatmoko Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Ririk Banowati Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Endro Sulaksono Komisi C DPRD Kota Yogyakarta dalam Obrolan Tugu DPRD Kota Yogyakarta, Rabu (08/03/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengampanyekan gerakan zero sampah anorganik di Kota Yogyakarta sejak awal tahun 2023.

Alasannya, umur TPA Piyungan yang saat ini mencapai masa kritis.

Sehingga diperlukan langkah konkrit untuk penanganan sampah di Kota Yogyakarta yang selama ini masih bergantung pada TPA Piyungan. 

Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, mengatakan triwulan pertama 2023 menjadi langkah awal mitigasi kedaruratan sampah dengan gerakan zero sampah anorganik dari hulu, yaitu masyarakat sebagai sumber penghasil sampah. 

"Harapannya ini dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilah sampah. Dari pemilahan anorganik didorong untuk diekonomikan. Sementara yang dibuang sisanya. Sampai sekarang sudah kurang 42 ton per hari. Target kami sampai akhir Maret bisa 50 ton per hari. Harapannya umur TPA Piyungan bisa diperpanjang," katanya, saat Obrolan Tugu, Maret (08/03/2023). 

Tentunya gerakan zero sampah anorganik harus berkelanjutan.

Oleh sebab itu, Pemkot Yogyakarta bakal menggelorakan pengurangan sampah residu yang menyasar pelaku usaha di Kota Yogyakarta. 

Oleh sebab itu, Pemkot Yogyakarta membuat beberapa klaster yang diampu organisasi perangkat daerah (OPD) yang berbeda-beda. 

"Misalnya klaster pariwisata yang diampu oleh Dinas Pariwisata, memastikan hotel, restoran melakukan pemilahan dan pengurangan sampah. Kemudian perdagangan, memastikan 34 pasar di Kota Yogyakarta juga memilah sampah, kemudian juga klaster kesehatan, klaster sekolah. Nah klaster ini tujuannya untuk memperdalam sosialisasi dan monitoring,"terangnya. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudyatmoko, menyebut kesadaran dari masyarakat menjadi kunci utama dalam menyukseskan program penanganan sampah di Kota Yogyakarta.

Menurut dia, seberapapun luas tanah yang disediakan, namun jika tidak ada kesadaran dari masyarakat tidak akan pernah cukup. 

"Masyarakat masih menganggap urusan sampah ini belum darurat. Sehingga kami mengajak masyarakat untuk sama-sama disiplin. Yang namanya disiplin itu ya asalnya dari diri kita. Kami mendorong agar sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat ditingkatkan. Banyak media, selain pertemuan, misalnya dengan flyer atau media yang lain,"ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Ririk Banowati menerangkan sebagai mitra, pihaknya berkomitmen mendukung penganggaran dan regulasi Pemkot Yogyakarta dalam penanganan sampah.

Dalam mewujudkan Kota Yogyakarta yang zero sampah anorganik, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai.

Ia menyoroti gerobak milik penggerobak sampah yang usianya sudah lebih dari 10 tahun.

Selain faktor usia, gerobak tersebut juga tidak memiliki sarana untuk pemilahan sampah.

Sehingga sarana dan prasarana harus memadai, sebelum berlanjut pada penegakan hukum.

"Sarana dan prasarana perlu diperbaiki dulu. banyak penggerobak yang mengekuh gerobaknya tidak sesuai, pengen yang ada sekatnya untuk memilah. Kami berkomitmen untuk mendukung Pemkot Yogyakata, peran seluruh stakeholder termasuk masyrakat juga penting, sehingga jangan sampai ada istuilah Kota Yogyakarta darurat sampah lagi,"ungkapnya.

Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Endro Sulaksono menambahkan peran bank sampah dalam mewujudkan zero sampah anorganik juga tidak sedikit.

Namun Pemkot Yogyakarta jangan hanya fokus pada pelatihan keterampilannya saja, tetapi juga sampai pada pemasarannya.

"Jadi tidak mandek, kalau sudah jadi produk terus apa? Pemkot bisa membantu pemasarannya, atau dibeli Pemkot untuk dipamerkan, yang pasti harus ada keberlanjutan. Kemudian penegakan Perda No 10 Tahun 2012 juga diperlukan, dan faktanya juga cukup efektif. Kemudian ada juga masukan untuk membuat depo ramah lingkungan dan sehat, ada toiletnya, karena penggerobak, supir ini juga bingung karena nggak ada toilet,"imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved