Pernikahan Kaesang dan Erina
Ngunduh Mantu di Solo, Jokowi Berpesan “Mikul Dhuwur Mendhem Jero” Begini Arti dan Maknanya
Berikut penjelasan arti dan makna petuah Jawa "Mikul Dhuwur Mendhem Jero" yang disampaikan Jokowi di acara Ngunduh Mantu di Solo, Minggu (11/12/2022).
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Iwan Al Khasni
TRIUBUNJOGJA.COM - Tepat di perayaan ulang tahun Erina Gudono yang ke-26 hari ini, Minggu, 11 Desember 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar acara Ngunduh Mantu di Solo.
Salah satu agenda dalam acara tersebut adalah sungkeman.
Semua anak dan menantu Jokowi, termasuk pengantin baru, Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono, melakukan prosesi sungkem kepada Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo.
Baca juga: Jokowi: Senang, Bahagia, Lega, Apalagi? Plong, Senang, Bahagia
Baca juga: Selvi Ananda Doakan Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono Langgeng
Sebelum prosesi sungkem, Gibran Rakabuming Raka, anak pertama Jokowi, mewakili adik-adiknya, sempat mengungkapkan rasa terima kasih kepada kedua orangtua.
Ucapan dalam Bahasa Jawa itu disampaikan Gibran dengan lancar, kemudian dibalas oleh Jokowi, dengan menggunakan Bahasa Jawa.
“Kaping pindho, tumrap anakku mbarep Gibran Rakabuming, kowe bisaa ngayomi, dadia tuladha tumrap adi-adimu kabeh,” demikian kata Jokowi dalam salah satu pituah atau wejangannya.

Adapun kalimat tersebut jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, artinya, “Yang kedua, untuk anak pertamaku, Gibran Rakabuming, kau harus bisa mengayomi dan menjadi contoh untuk adik-adikmu semuanya”.
Selanjutnya, Jokowi berpesan agar semua anak dan cucunya hidup dengan baik, menghormati saudara yang lebih tua, senantiasa rukun dalam bersaudara, dan berguna untuk sesama, bangsa, negara, dan agama.
Arti Mikul Dhuwur Mendhem Jero, Pesan Jokowi untuk Anak Cucu dan Menantu

Menjelang akhir wejangan, Jokowi menyebutkan petuah Jawa, “mikul dhuwur mendhem jero”.
“Tansah mikul dhuwur mendhem jero asmane wong tuwamu,” demikian pesan Jokowi kepada anak-anak, cucu-cucu, dan para menantu.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman resmi Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di dpad.jogjaprov.go.id, nasehat “mikul dhuwur mendem jero” bahkan sudah pernah diterbitkan dalam sebuah buku.
Buku tersebut ditulis oleh Janmo Dumadi, dengan judul “Mikul Dhuwur Mendhem Jero: Menyelami Falsafah dan Kosmologi Jawa”.
Buku yang membahas petuah Jawa itu diterbitkan oleh Pura Pustaka pada 2011 lalu.
Dalam deskripsi buku, disebutkan bahwa “mikul dhuwur mendhem jero” adalah sebuah idiom Jawa yang memiliki makna sangat dalam.
Idiom ini sangat erat kaitannya dengan jalan kepemimpinan dan sikap keteladanan.

Arti “mikul dhuwur mendhem jero” secara harfiah adalah “menjunjung tinggi budaya leluhur dan mengubur kesalahan pendahulu kita”.
Adapun makna “mikul dhuwur mendhem jero” adalah kita hendaknya hidup dengan menghormati budaya leluhur, dengan cara melanjutkan yang baik, dan menghapus yang tidak baik.
Itulah pesan dari Jokowi untuk anak, menantu, dan para cucu.
Terkadang idiom “mikul dhuwur mendhem jero” memang salah diartikan sebagai tindakan atau usaha untuk tidak mengadili orang tua dan pemimpin yang bersalah.
Ada yang mengira, idiom itu meninggalkan kesan bahwa orang Jawa begitu mudah melepaskan tanggung jawab atas kesalahan beban yang seharusnya dilaksanakan dan diselesaikan.
Tapi, sebenarnya idiom “mikul dhuwur mendhem jero” mengajarkan orang untuk tetap bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan.
Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semua punya salah, semua punya dosa.
Untuk itu, selama masih diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan di dunia, manusia hendaknya terus Sebagai introspeksi dan mawas diri untuk selalu melakukan yang terbaik.
Salah satunya, mempertahankan hal baik yang sudah dilakukan orangtua, dan menjauhi atau menghilangkan perbuatan buruk atau keliru yang dilakukan orangtua, demi menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.
Demikianlah arti “mikul dhuwur mendhem jero” beserta maknanya. (Tribunjogja.com/ANR)