Revolusi Sampah di Jogja Mulai 2023, Ini Fokus Empat Pilar yang Diperkuat Pemkot Yogyakarta

Untuk mewujudkan nol pembuangan sampah anorganik menuju TPA Piyungan, terdapat empat pilar yang bakal dikuatkan jajaran Pemkot Yogyakarta.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/Miftahul Huda
Tumpukan sampah membludak di depo sampah Lempuyangan, Jumat (28/10/2022) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kurang dari satu bulan, program revolusi sampah di Kota Yogyakarta bakal digulirkan, di mana pembuangan sampah anorganik dilarang total mulai 2023.

Untuk mewujudkan nol pembuangan sampah anorganik menuju TPA Piyungan, terdapat empat pilar yang bakal dikuatkan jajaran Pemkot Yogyakarta.

Wakil Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta, Joko Sularno, menandaskan penguatan empat pilar itu meliputi pengurus wilayah, pengelola bank sampah, penggerobak sampah, hingga pelapak barang bekas.

Keempatnya perlu diperkuat keberadaannya, untuk mengantisipasi ancaman darurat sampah di Kota Yogyakarta, saat TPA Piyungan kembali overload.

"Butuh penguatan empat pilar, antara pengurus wilayah, pengelola bank sampah, penggerobak, dan pelapak, agar semua elemen bisa bersinergi, ya, antara warga dan pemerintah," katanya, Senin (5/12/2022).

Skema awal, tentu dimulai dari sampah-sampah yang bersumber dari lingkup rumah tangga.

Mereka harus bisa memilah sampah anorganiknya sendiri, untuk diserahkan, atau dijual kepada pelapak.

Sehingga, pada 2023 mendatang, peran pelapak sebagai ujung tombak bakal dipasrahi tanggung jawab lebih besar.

Selanjutnya, filter kedua setelah pelapak adalah para transporter atau penggerobak yang sehari-hari punya tugas mengangkut sampah di lingkungan masyarakat.

Melalui program ini, ke depannya mereka akan disatukan dan dikoordinasikan di tingkat Kota Yogyakarta, serta mendapat tugas khusus menyortir sampah anorganik.

Kemudian, keseluruhan depo maupun TPS pun bakal dijadikan sebagai filter terakhir untuk mengantisipasi adanya residu sampah anorganik yang tersisa.

Sebab, harus disadari, masih banyak limbah anorganik rumah rumah tangga tak laku oleh pelapak, karena dianggap memiliki nilai keekonomian yang rendah di pasaran.

"Dengan begitu, semua pihak bisa bersama-sama mengatasi masalah sampah secara tepat. Apalagi, pada dasarnya sampah merupakan tanggung jawab masing-masing. Maka dari itu pengelolaan mandiri harus dilakukan dari sumbernya," cetusnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved