Migrasi TV Analog ke Digital di DIY
Kenapa TV Analog Harus Dimatikan? Indonesia Sudah Ketinggalan Zaman, Begini Penjelasannya
Simak penjelasan mengapa siaran TV analog harus dimatikan dan diganti siatan TV digital, salah satunya karena sudah ketinggalan zaman.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM - Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah tidak bisa menikmati siaran televisi (TV) analog lagi.
Per Sabtu (3/12/2022) dini hari pukul 00:01 WIB, siaran TV Analog di wilayah DIY sudah matikan oleh pemerintah.
Program penghentian siaran televisi analog atau Analog Switch Off (ASO) ini memang sudah direncanakan sejak lama.
Baca juga: Perangkat STB di Gunungkidul Mulai Langka Akibat Diburu Warga, Harganya pun Ikut Naik
Baca juga: Stok Set Top Box (STB) di Beberapa Toko di DIY Kosong, Harga pun Naik
Pengumuman tentang migrasi TV Analog ke TV Digital juga sudah gencar dilakukan pemerintah sejak beberapa tahun lalu.
Lantas, kenapa TV Analog harus dimatikan? Kenapa harus migrasi dari TV Analog ke TV Digital?
Mari simak penjelasannya seperti dilansir Tribunjogja.com dari video blog kanal YouTube GadgetIn dan laman resmi Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) berikut ini.
Alasan TV Analog Dimatikan

Alasan mengapa TV Analog dimatikan oleh pemerintah adalah padatnya spektrum radio penyiaran di Indonesia.
Sebagai informasi, TV Analog sudah mulai siaran sejak 1962 lalu. Jika dihitung, usianya sudah sekitar 60 tahun.
Dalam kurun waktu 60 tahun itu, perkembangan teknologi juga terus berjalan. Hadirnya koneksi internet juga mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Perkembangan teknologi membuat arus atau jalur sinyal semakin padat.
Teknologi baru yang hendak masuk ke Indonesia mengalami kewalahan, sebab sudah tidak ada ruang.
Menurut penjelasan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sinyal TV Analog sangat boros tempat, sinyal ini membuat spektrum radio penyiaran jadi sangat padat.
Dalam kasus TV Analog, satu channel TV Analog bisa menghabiskan 8 megahertz (mhz) dalam spektrum radio penyiaran.
Padahal, untuk TV digital, 8 mhz itu bisa memuat hingga 12 channel.
Anda bisa menganalogikan sinyal TV Analog vs TV Digital seperti mobil vs truk di jalan raya.
Jalanan tidak akan macet jika masyarakat mau naik bus.
Apabila masyarakat lebih suka naik mobil yang hanya diisi satu atau dua orang, jalanan semakin padat.
Tapi, jika banyak yang naik bus, di mana satu bus bisa mengangkut 20 - 30 orang, jalanan jadi semakin lenggang.
Begitu pula yang terjadi pada spektrum penyiaran Indonesia.
Siaran TV Analog dimatikan untuk membuat spektrum radio penyiaran atau lalu lintas sinyal jadi lebih rapi dan lebih lapang.
Dengan begitu, teknologi baru bisa masuk ke Indonesia.
Lagipula, dari segi kualitas pun TV digital jauh lebih baik daripada TV Analog.
Klik di sini untuk membaca perbedaan cara kerja dan kualitas TV Analog vs TV Digital.
Baca juga: TV Analog vs TV Digital: Cara Kerja, Kualitas, dan Alasan Migrasi, Pahami Dulu Sebelum Sambat Lur
Indonesia ketinggalan zaman

Perlu diketahui, tidak hanya Indonesia yang mematikan siaran TV Analog, tapi negara lain juga melakukannya.
Bahkan, bisa dibilang Indonesia sudah ketinggalan zaman karena baru melangsungkan ASO tahun ini.
Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah melalui masa migrasi TV Analog ke TV Digital sejak lama.
Malaysia dan Singapura sudah migrasi total ke TV Digital pada 2019 lalu.
Sementara itu, Jerman sudah mematikan TV Analog sejak 2003.
Inggris, sudah menyuntik mati siaran TV Analog sejak 2005.
Adapun Amerika dan Prancis sudah migrasi ke TV Digital sejak 2010 lalu.
Baca juga: Update Harga TV Digital Desember 2022 Murah Mulai Rp 600 Ribuan sampai Rp 1 Jutaan
Manfaat mematikan siaran TV Analog

Bukan tanpa alasan, siaran TV Analog dimatikan pemerintah karena ada manfaatnya bagi masyarakat.
Ketika TV Analog berhenti mengudara, spektrum radio penyiaran di Indonesia akan semakin lapang, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dengan demikian, teknologi baru seperti jaringan 5G, misalnya, bisa cepat merata.
Jaringan 5G yang juga butuh jalur frekuensi akan mendapat tempat di Indonesia.
Saat spektrum radio penyiaran sudah tidak padat, jaringan 5G jadi bisa menempati ruang dan semakin bisa dinikmati masyarakat.
Bukan hanya dinikmati di sejumlah titik di kota besar saja.
Dengan begitu, masyarakat bisa segera menikmati layanan internet cepat dengan jangkauan lebih merata.
Kecepatan dan stabilitas koneksi internet masa depan pun akan menjadi lebih baik.
Tentu Anda juga akan senang jika internet di Indonesia tidak lemot lagi, bukan? (Tribunjogja.com/ANR)