JPW Sebut Kekerasan Jalanan Masih Jadi Momok di Kawasan Kota Pelajar Yogyakarta

Yogyakarta sebagai kawasan wisata yang kaya dengan nilai kebudayaan sekaligus kota pelajar turut tercoreng atas adanya penganiayaan

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
dok.Polresta Yogyakarta
Polresta Yogyakarta membuka aduan online melalui nomor WhatsApp dengan nama Whadul untuk memberantas klitih, Senin (03/02/2020) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peristiwa penganiayaan di Jalan Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta mendapat sorotan dari Jogja Police Watch (JPW).

Kabid Humas JPW, Baharuddin Kamba, mengatakan Yogyakarta sebagai kawasan wisata yang kaya dengan nilai kebudayaan sekaligus kota pelajar turut tercoreng atas adanya penganiayaan menggunakan senjata tajam.

Terlebih, lokasi kejadian penganiayaan itu berada di jantung Kota Yogyakarta yang tak terlalu jauh dari kawasan Malioboro.

"Aksi-aksi kekerasan di DIY terus saja terjadi dan masih jadi momok di Kota Pelajar Yogyakarta," kata Kamba, Senin (22/11/2022).

JPW mencatat, pada akhir Mei 2022 di Jalan Tentara Pelajar Kota Yogyakarta juga terjadi peristiwa penganiayaan

Korban berinisial ZWP, seorang pelajar berumur 15 tahun, meninggal dunia akibat aksi kekerasan jalanan tersebut. 

Pada bulan yang sama, Satreskrim Polres Bantul juga mengamankan sejumlah remaja karena diduga terlibat kasus kekerasan jalanan di Jalan Parangtritis, Srihardono, Pundong, Bantul, DIY.

Dua korban akibat kekerasan jalan itu yakni EGS dan OJP mengalami luka-luka. 

Kemudian Juni 2022, jajaran Satreskrim Polresta Sleman mengamankan 10 orang pelaku kekerasan jalanan yang terjadi di jalan Dukuh Pisangan, Tridadi, Sleman.

Para pelaku membacok empat korban dengan celurit hingga melukai korban.

"Lalu awal Agustus 2022, jajaran Reskrim Polresta Yogyakarta tiga pemuda karena terlibat kasus kekerasan jalanan di tiga tempat yakni jalan Sultan Agung, jalan Kenari dan jalan Rejowinangun Kota Yogyakarta," ungkapnya. 

"Motif pelaku melakukan penganiayaan terhadap korban karena hal sepele yakni bertatapan di jalan," sambungnya.

Kamba menambahkan, pada September 2022 dua orang anak di bawah umur diamankan Polsek Ngaglik Sleman karena diduga hendak melakukan kekerasan jalanan

Namun kedua bocah tersebut dikembalikan kepada orangtua. 

Pada bulan yang sama aksi kekerasan jalanan juga terjadi Gunungkidul. 

"Seorang berinisial T warga Jatisari, Playen, Gunungkidul menjadi sasaran kejahatan jalanan. Korban mengalami luka sayatan di bagian tangan kiri akibat sabetan senjata tajam," terang dia.

Selanjutnya, pada 13 Oktober 2022 dini hari seorang pengendara sepeda motor diduga menjadi korban klitih karena dibacok oleh orang tidak dikenal saat berkendara di flyover (jalan layang) Lempunyangan, Danurejan, Kota Yogyakarta. 

Namun hingga kini kasus tersebut tidak ada berita kelanjutan penanganan oleh pihak kepolisian setempat.

Pada pertengahan November 2022 sejumlah pelajar di Yogyakarta saling serang menggunakan senjata tajam karena dendam. 

"Ternyata upaya Pemda DIY bersama Polda DIY mengubah istilah klitih menjadi kejahatan atau kekerasan jalanan tidak lantas mengubah Yogyakarta menjadi baik-baik. Terbukti, pasca korban meninggalnya Daffa Adzin Albasith atau korban kekerasan jalanan, aksi-aksi kekerasan atau kejahatan jalanan tetap ada dan seakan tidak ada matinya," ujarnya.

Adanya video kekerasan di Kota Yogyakarta itu juga dinilai dapat berdampak pada kekhawatiran bagi wisawatan.

"Karena lokasinya dekat Malioboro yang merupakan tempat berkumpul orang," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved